Senin, 02 Mei 2016

Surat dari Aristeas

Sejarah
Nama lain surat ini adalah "Surat untuk Philocrates",  yang merupakan korespondensi antara Aristeas, seorang pejabat istana di Alexandria kepada saudaranya yang bernama Philocrates, pada masa Ptolemy II Philadelphus (281-246 SM). Surat ini dikategorikan sebagai karya pseudepigraphal (surat kaleng) propaganda ke-agamaan Yudaisme, yang berasal dari sekitar tahun 180-145 SM.

Sang Penulis menggunakan figur-figur dari abad ke 3 SM untuk membuat  penjelasan tentang, alasan kitab Torah (5 kitab : Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan) diterjemahkan kedalam bahasa Yunani. Ia memposisikan dirinya sebagai kaum pagan yang kagum akan Yudaisme, serta memegang posisi tinggi di istana raja Ptolemy II Philadelphus (285-246 sm) di Alexandria.

Perpustakaan Alexandria

Terdapat 12 salinan manuskrip yang terpelihara hingga saat ini, yang berasal dari abad ke-11 dan 15 masehi. Surat ini sering dikutip dalam beberapa dokumen purba, contohnya : oleh Josephus (93 M) dalam bukunya "Antiquities of the Jews (Yahudi purbakala)", "Life of Moses" oleh Philo of Alexandria (15 M), "Praeparatio evangelica" oleh Eusebius (265-340 M), juga dikutip oleh Aristobulus dari Paneas (160 M).

Isi surat
Ia bercerita tentang raja Mesir, Ptolemy II Philadelphus, yang mendapat permohonan dari kepala perpustakaan, Demetrios of Phaleron, agar dibuatkan Kitab Torah yang tertulis dalam bahasa Yunani, untuk menambah koleksi buku perpustakaan.

Raja merestui permohonan ini, dan ia lalu meminta kepada beberapa kaum Yahudi yang menetap di Alexandria - yang dibawa oleh ayahnya, Ptolemy I Soter - untuk pergi ke Yerusalem dengan sejumlah besar hadiah mewah sebagai persembahan di Bait Allah, dan mereka akan didampingi oleh utusan raja.

Di Yerusalem, sang Imam Besar, menerima rombongan ini, yang lalu memilih 6 orang dari 12 suku di Judea/Yehuda, yang totalnya adalah 72 orang penterjemah. Kemudian dilanjut dengan khotbah dari sang Imam yang memuji Hukum Taurat.

Setelah 72 penterjemah tiba di Alexandria, sang raja menangis terharu dan bergembira, dan selama 7 hari raja Mesir menghabiskan waktunya menanyakan berbagai hal-hal filosofis kepada mereka, dan tentu saja raja menerima jawaban yang mengagumkan.

Para 72 utusan ini kemudian mengerjakan proyek penterjemahan kitab Torah, yang berlangsung selama 72 hari. Kaum Yahudi di Alexandria, yang mendengar hukum-hukum ini dalam bahasa Yunani, kemudian meminta dibuat salinannya dan mengutuk kepada siapa saja yang mengubah terjemahan tersebut. Raja lalu memberi hadiah mewah kepada para penterjemah dan mengantar mereka kembali ke Yerusalem.

Tujuan Surat
Tujuan utama dari penulis adalah menempatkan superioritas kitab Septuaginta dibandingkan terjemahan versi lain dari Tanakh (Alkitab Yahudi). Sang penulis nampak sangat mendukung kebudayaan Yunani, ia menggambarkan dewa Zeus dikenal dalam bangsa Israel sebagai, Yahweh, tetapi dilain pihak ia mengkritik kebiasaan menyembah berhala dan etika seksual masyarakat Yunani.

Penulisan ini dianggap sebagai sebuah usaha halus kepada para pembacanya agar mengubah gaya hidup, dibanding kritik secara frontal. Namun hal-hal yang menjadi konsentrasi penulis adalah, menggambarkan keluhuran Yudaisme, dan Bait Allah di Yerusalem, dan hal ini dipandang sebagai upaya ziar agama untuk memeluk Yudaisme.

Kritik
Tokoh Demetrios of Phaleron (Demetrius dari kota Phalerum), adalah orang kepercayaan raja Ptolemy I Soter, yang menurut Roger S. Bagnall, tidak mungkin menjadi bawahan Ptolemy II Philadelphus, karena ia telah salah dalam melakukan langkah politik, dengan mendukung kakak Ptolemy II Philadelphus, yaitu Ptolemy Keraunos, untuk menjadi raja setelah Ptolemy I Soter. Demetrios lalu diasingkan ke Upper Egypt (Mesir Atas), dan menurut catatan ia meninggal digigit ular beracun pada tahun 283 sm.

Humprey Hody, dalam disertasi-nya di Universitas Oxford, pada tahun 1685,  membahas mengenai ketidak-konsistenan dan anakronistik dari penulis surat. Dan ia menanggalkan surat ini pada tahun 170-130 SM, serta menyebut surat ini sebagai pseudo-Aristeas.

Hal ini memicu kemarahan dan reaksi keras dari Isaac Vossius, kepala perpustakaan Ratu Christina di Swedia, yang bersikukuh tentang sejarah Septuaginta berdasarkan surat ini. Hody menuturkan bahwa naskah-naskah kuno Septuaginta, jika diteliti, tidaklah mungkin ditermahkan dalam waktu singkat, dan ia berasal dari banyak naskah/sumber, serta asal-usul mereka juga  dari berbagai macam tempat dan masa. (Ada perbedaan atau variasi pada naskah Ibrani/Masoreti dan Septuagint). Mengenai reaksi keras Issac Vossius, ia menyindirnya telah jatuh dalam perangkap fable para rabbi.

Victor Tcherikover dari uniersitas Hebrew merangkum konsensus para ahli pada tahun 1958 :

"Sejarawan saat ini memandang "Surat dari Aristeas" adalah sebuah tipikal literatur Apologetik Yahudi, yang bertujuan untuk menjadi alat propaganda dan pembelaan, yang alamatkan kepada orang-orang Yunani.

Beberapa contoh pendapat para ahli  yang menggambarkan kesimpulan ini adalah :

- Pada tahun 1903 Friedlander menulis bahwa puja-puji kepada Yudaisme dalam surat tersebut adalah bentuk pembelaan, walau buku tersebut tidak menempatkan Yudaisme dalam posisi antogonist, akan tetapi nampak dalam tulisan tersebut bertujuan untuk mematahkan pendapat-pendapat yang menyerang Yudaisme. Taktik dalam surat tersebut memakai teknik diplomasi, dan Tramontano menambahkan surat tersebut adalah jelas-jelas Apologetik dan bertendensi propaganda.

- Vincent menganggapnya sebagai "mini-novel untuk bangsa Yunani di Mesir".

- Pheiffer berkata "kisah fantastis mengenai asal-muasal Septuaginta, hanya sebagai dalih untuk membela Yudaisme melawan penistaan dari kaum tak bersunat, dan untuk memuji kemuliaan dan kerasionalan, serta mengajak kaum Yunani agar memeluk Yudaisme."

- Schurer mengklasifikasi surat ini dalam literatur "Propaganda Yudaisme dengan menyamar sebagai kaum pagan."

- Andrew, percaya bahwa peran seorang Yunani tak bersunat oleh Aristeas, bertujuan untuk memperkuat argument dan memuji Yudaisme, kepada pembacanya yang non-Yahudi.

- Gutman, melihat surat Ariesteas sebagai "sebuah percikan kebutuhan dari lubuk hati kaum terpelajar Yahudi", untuk mempropagandakan Yudaisme dalam dunia Hellenistik."

Namun Tcherivoer melanjutkan kesimpulannya, bahwa Surat tersebut sebenarnya bukan ditujukan kepada kaum non-Yahudi, tetapi untuk pembaca dari kaum Yahudi (untuk kalangan sendiri).

Pada tahun 2001, Bruce Metzger menulis :
"Banyak dari para sejarawan yang menganalisa surat ini berkesimpulan bahwa penulisnya bukan Aristeas, tapi seorang Yahudi yang menulis kisah fiktif untuk memperkaya nuansa "keutamaan" kitab Torah dengan menggambarkan bagaimana seorang raja kaum pagan, memahami pentingnya untuk memiliki kitab tersebut dalam bahasa Yunani" (bahasa internasional yang digunakan oleh banyak penduduk Mediterania pada masa itu).

Surat Aristeas lengkap (Dalam bahasa Inggris)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apakah Abraham Berasal Dari Ur atau Haran?

Abraham berasal dari kota Haran dan bukan dari kota Ur-Kasdim, ya itulah pendapat beberapa para ahli biblikal moderen, mengapa mereka berpen...