Senin, 12 Januari 2015

Arkeologi dan Alkitab

Berikut ini terjemahan dari percakapan antara William Dever dan Nova,

William Dever, Professor dari University of Arizona, telah berpengalaman menginvestigasi situs-situs kuno daerah Levant selama lebih dari 30 tahun yang juga telah menulis banyak buku pada bidang ini.

Dalam interview, Dever mendeskripsikan beberapa penemuannya yang paling berkesan mengenai arkeologi yang berhubungan dengan Alkitab, termasuk dalam hal ini penemuannya mengenai Yahweh yang ternyata berhubungan dengan dewi bernama Asherah.

Ribuan patung semacam ini ditemukan di era Israel Kuno, ciri khas dari masyarakan politheis


Membuktikan Alkitab

Nova : Apakah para arkeolog biblikal yang selama ini mencoba menemukan bukti nyata mengenai kisah-kisah di Alkitab, benar-benar berhasil?

William Dever: Sejak permulaan arkeologi biblika, yang dimulai 150 tahun yang lalu, oleh para ahli terutama dari negara-negara barat, berusaha menggunakan data-data arkeologi untuk membuktikan kebenaran kisah di Alkitab.

Dan selama beberapa waktu banyak orang berpikir bahwa hal tersebut berhasil. Terutama melalui penemuan William Foxwell Albright, si bapak ilmu arkeologi, yang sering disebut sebagai revolusiner dalam bidang arkeologi.

Revolusi memang terjadi, akan tetapi tidak seperti yang dibayangkan oleh Albright. Saat ini bidang arkelogi mempunyai banyak pertanyaan mengenai fakta sejarah dari Alkitab bahkan termasuk kitab perjanjian baru, dan mungkin tidak disenangi oleh banyak orang.

Faktanya arkeologi tidak tepat digunakan untuk mengomentari hal-hal theologi dari Alkitab. Arkeolog sering kali hanya memberitahu apa yang terjadi, kapan, dimana dan kenapa hal itu terjadi. Tidak ada arkeolog yang dapat memberitahu apa artinya, dan kebanyakan dari kami tidak melakukan hal tersebut.

Tapi banyak orang yang ingin mengetahui apakah kisah di Alkitab itu adalah nyata?

Kita ingin membuat Alkitab sebagai buku sejarah. Banyak orang berpikir bahwa itu seharusnya kisah nyata atau bukan. Tapi tidak ada kata untuk sejarah dalam bahasa ibrani di Alkitab.

Dengan kata lain, apa sebenarnya yang dipikirkan oleh penulis Alkitab mengenai hasil karya mereka? apa mereka sedang menuliskan sejarah yang objektif? Tidak. Itu adalah terminologi ilmu sejarah moderen. Yang mereka lakukan adalah menceritakan sebuah kisah. Mereka ingin anda mengetahui apa maksud dari sebuah peristiwa.

Alkitab adalah literatur mengenai pesan moral; ia dimaksudkan untuk pengajaran, bukan untuk menjelaskan hal tentang kesejarahan. Kita ingin membuat Alkitab menjadi sesuatu yang bukan bidang dan tujuannya. Hal ini mungkin sesuatu yang melecehkan bagi para penulis Alkitab. Mereka adalah sejarawan yang handal, dan mereka bisa saja menuliskannya jika mereka mau, tapi tujuan mereka ketika menulis Alkitab adalah lebih besar dari itu.

Saya sering kali mengatakan kepada para murid ku, bahwa "The Bible is not history; it's his story" artinya alkitab bukanlah buku bersejarah tapi buku sejarah-Yahweh, kisah tentang Tuhan [Yahweh adalah nama tuhan sejak masa Israel kuno.]

Kisah Abraham.

Menurut Alkitab, orang yang pertamakali diberi janji oleh Tuhan adalah Abraham. Ia adalah bapak bangsa. Apa ada bukti arkeologi mengenai Abraham?

Salah satu tujuan dari para arkeolog biblikal selama beberapa abad adalah membuktikan bahwa kisah Abraham adalah peristiwa historis, dan meletakkan era peristiwa tersebut pada tabel periode waktu dalam ilmu arkeologi. Saat ini menurutku kebanyakan dari para arkeolog akan mendebat bahwa tidak ada bukti nyata mengenai eksistensi Abraham.

Kita mengetahui mengenai kehidupan para pastoral nomad (penggembala yang berpindah-pindah), dan kita pun tahu mengenai migrasi bangsa Amorit dari Mesopotamia ke Kanaan, dan sangat mungkin terdapat sosok Abraham sekitar tahun 1800 SM, tapi tentu saja ini tidak mempunyai kaitan dengan kisah Alktiab.

Apakah orang-orang lalu menjadi murtad begitu ia tidak mendapati bukti bahwa Abraham pernah hidup? apa ini intinya? kisah Abraham adalah mengenai kebebasan, iman dan resiko. Apakah penting hal mengenai kapan Abraham meninggalkan sukunya, dan dimana mereka ketika di Kanaan? Yang penting adalah apa yang dilihat oleh kaum Yahudi dan Kristiani bahwa Abraham adalah bapak segala bangsa.

Abraham bepergian berdasarkan iman menuju suatu negeri yang tidak pernah ia lihat. Tidak terbayang pengalaman yang ia rasakan selama melintasi padang pasir. Ini adalah kisah yang menakjubkan, apakah ini nyata? mungkin saja, tapi ini adalah diluar dari kemampuan arkeologi untuk menjelaskannya.

Kenapa sangat susah mencari bukti arkeologi mengenai Abraham?

Ini mungkin membuat penasaran beberapa orang, bahwa pada periode awal dalam arkeologi yang sering kita sebut masa hidup Abraham dan keturunannya, kami para arkeolog tidak bisa berbicara lebih banyak. Abraham hidup mungkin sekitar 1800 SM. Ini adalah masa kegelapan untuk sejarah tertulis atau disebut pra-sejarah, ketika bukti-bukti arkeolog sulit untuk ditemukan.

Bukti mengenai pemukiman nenek moyang bangsa Israel

Berdasarkan kronologi biblikal, Musa disebut hidup sekitar 1450 SM. Apa ada bukti arkeologi mengenai Musa dan keluarnya ribuan bangsa Israel dari Mesir seperti yang dikisahkan oleh Alkitab?

Kita tidak memiliki bukti tentang hal tersebut. Musa adalah nama etnis Mesir. Beberapa nama yang disebut dalam Alkitab adalah nama-nama Mesir, serta dalam kisah tersebut disebutkan hal-hal berbau Mesir yang betul-betul ada. Tapi tidak ada tulisan atau artifak di Mesir atau bahkan di daerah Sinai yang membuktikan kisah ini. Tapi ini tidak berarti tidak pernah terjadi. Menurut saya mungkin pernah ada Musa tapi oleh para penulis Alkitab dikisahkan dengan lebih bombastis.

Apakah ada dalam catatan bangsa Mesir yang menyebut tentang bangsa Israel?

Tidak ada catatan bangsa Mesir yang menyebut tentang bangsa Israel, kecuali pada prasasti yang sangat terkenal, yaitu tugu Merneptah yang berasal dari 1206 SM, tapi bangsa Israel itu bukan berada di Mesir dalam perbudakan, tetapi di wilayah Kanaan, serta tidak disebutkan mengenai hal melarikan diri dari Mesir.

Tugu Merneptah, berasal dari tahun 1206 SM. memberi informasi tentang bukti historis akan entiti kaum yang disebut Israel


Mengapa tulisan pada tugu Merneptah sangat terkenal?

Karena itu adalah salah satu referensi awal mengenai entitas bangsa Israel. Tugu kemenangan Firaun Merneptah, anak dari Ramesses II, menceritakan mengenai daftar bangsa dan negeri-negeri di Kanaan, dan salah satunya adalah bangsa Israel. Dan yang menarik adalah jika bangsa lain dikatakan sebagai berbentuk negara, bangsa Israel hanya disebut sebagai "orang-orang". Mereka rupanya pada saat itu belum mencapai level organisasi berbentuk negara.

Jadi bangsa Mesir, setidaknya sebelum tahun 1200 SM, mengetahui bahwa ada sekelompok orang disebuah tempat di daerah pegunungan tengah - yang terdiri dari kesatuan konfederasi suku-suku yang disebut sebagai bangsa Israel. Inilah kenyataan dari Israel yang disebut dalam tugu prasasti tersebut.

Apa ada bukti arkeolog yang menyokong informasi dari tugu Merneptah? bahwa bangsa Israel menetap di daerah pegunungan tengah atau Kanaan pada saat itu?

Dari investigasi arkeologi yang kita ketahui saat ini, ada sekitar lebih dari 300 desa pada area tersebut sekitar 13 dan 12 abad SM. Kami menyebutnya desa "proto-Israel".

40 tahun yang lalu, adalah mustahil untuk mengindentifikasi masa awal bangsa Israel karena kita tidak mempunyai bukti arkeologinya. Dan sekarang, melalui survei secara berkala di daerah tersebut. Oleh para arkeolog Israel sejak tahun 1970an hingga saat ini berhasil menemukan banyak reruntuhan desa-desa kecil di daerah pegunungan tengah. Dan sekarang kita hampir menemukan 300 desa.

Asal muasal bangsa Israel

Apa yang diperoleh para arkeolog setelah mempelajari pemukiman proto-Israel? apa ada petunjuk bahwa bangsa Israel menaklukkan tanah kanaan melalui kekuatan militer?

Reruntuhan pemukiman yang ditemukan ternyata bukanlah diatas kehancuran kota bangsa Kanaan, tapi dari atas bebatuan atau tanah perawan. Tidak ada bukti mengenai kekerasan militer dikebanyakan situs disana. Para arkeolog juga menemukan bahwa kebanyakan reruntuhan kota-kota besar bangsa Kanaan yang seharusnya diharcurkan oleh invasi bangsa Israel ternyata tidak lah demikian, dan penghancuran mungkin dilakukan oleh "sea people"-bangsa Filistin, atau bangsa lainnya.

Jadi secara perlahan, kisah penaklukan yang dikatakan dilakukan oleh Joshua mulai kehilangan dukungan diantara para ahli. Banyak dari para ahli saat ini berpendapat bahwa bangsa proto-israel berasal dari bangsa Kanaan, yang terpisah dari budaya umum Kanaan, terpisah dari tempat pemukiman bangsa Kanaan di daerah daratan rendah, dari pinggiran sungai ke daerah perbukitan, terpisah secara geografi dan ideologi.

Jadi apa yang sedang kita pelajari adalah pergerakan antar suku bukan penaklukan militer dari wilayah luar. Revolusi sosial ekonomi, lebih tepat dibanding revolusi militer. Dan hal ini berlangsung secara perlahan yang mana orang-orang Israel ini mulai membedakan dirinya dengan nenek moyang nya bangsa Kanaan, secara khusus dalam aspek Agama-dengan dewa baru, tata cara relijius, ciri khas etnis seperti yang kita lihat hari ini.

Jika Kisah Alkitab mengenai penaklukan Joshua bukanlah kisah historis, lalu apa artinya?

Kenapa diceritakan? Kisah itu menjadi cerita rakyat kemungkinan karena adanya konflik bersenjata disekitar sana, dan kisah ini diwariskan untuk mengagungkan karir Joshua, komandan perang dari suku Israel. Saya merasa ada kebenaran dalam kisah tersebut, dan ada beberapa tempat yang memang dihancurkan oleh suku Israel ini, seperti di Hazor atau Galilea, atau mungkin beberapa tempat di daerah selatan.

Apakah orang-orang yang menjadi bangsa Israel ini sebenarnya bukan "bangsa pilihan" tetapi "bangsa yang memilih" - memilih untuk merdeka dari masa lalu sebagai Kanaan?

Beberapa kaum theolog liberal dan arkeolog berpendapat bahwa bangsa Proto-Israel adalah semacam pergerakan revolusi sosial. Orang-orang ini memberontak terhadap bangsawan Kanaan yang korup. Dalam buku terbaru ku mengenai proto-Israel ini, dibahas mengenai pergerakan dan reformasi sosial terhadap masyarakat pertanian. Orang-orang ini adalah pembuka untuk mendiami daerah pegunungan, mereka melarikan dari dari masyarakat kota, dari kota-kota kuno Kanaan, yang perlahan menuju kehancuran. Dan umumnya mereka membuang segala attribut dari penguasa bangsa Kanaan dan Mesir (wilayah Kanaan adalah jajahan bangsa Mesir pada masa itu). Mereka mendeklarasikan kemerdekaan.

Sekarang, orang-orang ini mengambil resiko untuk mendiami daerah baru di pegunungan, mungkin digerakkan dengan tujuan ekonomis dan sosial ataupun oleh visi keagamaan.

Apakah ini pergerakan Egaliter ?

Beberapa mengatakan bahwa masyarakat Israel adalah masyarakat egaliter, tidak ada strata sosial diantara mereka. Saya tidak yakin jika benar-benar ada, kondisi masyarakat yang egaliter, tapi memang ada konsep-konsep mengenai egaliter dalam Alkitab : "bahwa setiap orang adalah sama dihadapan Yahweh." Ini sangat menarik karena pada masa tersebut dipemukiman tersebut tidak terdapat kuil atau istana, atau daerah para kaum elit, tidak ada bangunan arsitek yang monumental. Para penduduk desa ini sangat indepen. Menurutku ada semacam demokrasi primitif dimasa itu, yang menginspirasikan visi tentang kehidupan yang ideal dalam Alkitab.

Dan pemukiman ini berkembang?

Ya, pemukiman ini sangat berbeda dengan suasan di pusat perkotaan pada abad ke 13 SM. Ada hal baru disini, dan ini menjelaskan kenapa banyak orang yang ingin bergabung dengan pergerakan ini. Desa-desa ini kemudian berkembang menjadi kota-kota baru dan kemudian lahirlan negara Israel.

Kesatuan monarki Israel.

kapan Israel menjadi sebuah negara?

Berdasarkan kronologi dalam Alkitab, ada negara monarki yang mencakup Israel dan Yehuda pada zaman Saul, Daud, dan Solomon. Kemudian terjadi perang saudara yang membagi wilayah tersebut kedalam kerajaan Israel di utara dan Yehuda diselatan. Dan saat ini para skeptik berpendapat bahwa tidak pernah ada kesatuan kerajaan tersebut, dan Daud pun tidak pernah ada.

Tetapi hal ini berubah ketika tahun 1993, ditemukan sebuah tugu peringatan di Tel Dan. Yang mana tercantum kata dinasti Daud, serta prasasti Mesha yang ditemukan di daerah Moab yang kemungkinan mereferensi ke Daud. Jadi ada bukti tulisan diluar Alkitab yang menyebut tentang raja dan kerajaan ini, setidaknya Daud.

Banyak dari para arkeolog yang menyepakati bahwa pada abad ke 10 SM ada sebuah kerajaan kesatuan Israel - gerbang yang sangat terkenal di Hazor, Megiddo dan Gezer. Yang tertulis di Alkitab, yang mendeskripsikan bahwa raja Solomon membangun gerbang di Yerusalem, Hazor, Megiddo dan Gezer. Jadi menurut pendapatku memang ada sebuah kerajaan pada abad ke 10 SM.

Tulisan pada batu di Tel dan, yang berasa dari 840 SM, tertulis kata "Dinasti Daud" yang merupakan satu-satu nya sumber di luar Alkitab yang menuliskan tentang kata Daud.


Alkitab menyebutkan bahwa kerajaan tersebut sangat besar dan membentang dari Mesir hingga Mesopotamia. Apa ada bukti arkeologi yang mendukung kisah ini?

Kisah mengenai kemegahan kerajaan Solomon adalah berlebihan. Menurut cerita, Solomon mendatangkan 100,000 pekerja dari daerah yang saat ini dikenal Libanon. Sebenarnya penduduk kerajaan Israel pada saat itu jika di total tidak akan mencapai 100,000. Segala sesuatu yang dikerjakan oleh Daud dan Solomon menjadi emas bagi para penulis Alkitab. Para penulis tersebut menggambarkan Daud dan Solomon adalah raja ideal dan di pilih oleh Yahweh. Jadi mereka mengagungkan pencapaiannya.

Saat ini, arkeologi tidak dapat membuktikan ataupun membantah kisah ini. Tapi menurut saya kebanyakan para arkeolog saat ini berpendapat bahwa kesatuan kerajaan tersebut hanyalan sebatas kepala suku dalam skala yang sangat kecil.

Apakah peninggalan arkeologi di Yerusalem membuktikan tentang kerajaan Daud dan Solomon?

Kami tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk menggali disana. Yerusalem adalah kota yang hidup, bukan situs arkeologi. Tapi kita mempunyai sejumlah koleksi peninggalan berupa reruntuhan bangunan yang berasal dari sekitar abad ke 10 SM. Dan saat ini ada penggalian yang dikatakan sebagai reruntuhan istana Daud, saya sudah menyakisaknnya dan hal tersebut sangat mengagumkan, apakah itu istana atau pusat administrasi atau apapun itu.

Bangsa Israel mempunyai banyak dewa.

Alkitab menceritakan bahwa bangsa Israel menjadi monotheis di awal mereka, apa arkeologi menemukan buktinya?

Gambaran bawah agama bangsa Israel dalam Alkitab adalah ideal, ideal menurut para penulis Alkitab-kaum elit, Yahwist (penyembah Yahweh), adalah Monotheis. Yapi ini tidak ideal menurut orang umum. Dan arkeologi menemukan orang-orang ini.

Namun, kami sudah menduga hal ini sebelumnya bahwa politeisme adalah hal normal pada zaman tersebut, dan bukan monotheisme. Ini adalah masalah serius bagi para penulis Alkitab.

Satu hal yang anda temukan mengenai hubungan antara Yahweh dan Asherah. Bisa tolong anda ceritakan.

Di tahun 1968, Saya menemukan sebuah tulisan disebuah kuburan disebelah barat Hebron, di daerah pegunungan, dekat situs Khirbet el-Qom, sebuah tulisan Ibrani dari abad ke 8 SM. Disana tertulis nama si almarhum, dan tertulis pula kalimat "diberkatilah ia oleh Yahweh"-ini adalah tanda bagi seorang Ibrani - tapi lanjutannya "oleh Yahweh dan Asherah."

Asherah adalah nama dewi bangsa Kanaan kuno. Ibu dari para dewa, pasangan dari El, dewa utama dari dewa-dewi Kanaan. Lalu mengapa dalam tulisan Ibrani tersebut menuliskan tentang Yahweh dan hubungannya dengan ibu para dewa bangsa Kanaan? jawabannya, dalam agama rakyat saat itu, mereka adalah suami istri.

Para nabi-nabi bangsa Yahudi dan para kaum reformis menolak ibu para dewa dan semua dewa bangsa Kanaan. Tapi saya rasa Asherah sangat dihormati oleh masyarakat Israel kuno. Jika anda membaca 2 Raja 23, disana dikisahkan reformasi yang dilakukan oleh raja Josiah pada akhir abad ke 7 SM, ia berbicara mengenai menyucikan kuil (bait Allah) dari semua dewa-dewi termasuk Asherah. Jadi agama rakyat ini ternyata juga memasuki Kuil di Yerusalem.

Dever mengatakan ia hampir terkena serangan jantung ketika membaca tulisan pada batu ini, yang  menuliskan Tuhan bangsa Yahudi - Yahweh dan Asherah Dewi bangsa Asherah sebagai Istrinya.


Apa ada bukti lain yang menyatakan bahwa Asherah berhubungan dengan Yahweh?

Pada tahun 1970. seorang arkeolog Israel menggali di Kuntillet Ajrud di daerah Sinai, ia menemukan sebuah reruntuhan benteng dari akhir abad ke 8 SM, dan lagi, kami menemukan banyak kalimat "Yahweh dan Asherah" dalam bahasa Ibrani.

Apa ada gambar dari Asherah?

Selama beberapa ratus tahun belakangan ini kita mengetahui tentang adanya patung terracotta wanita. Semacam patung wanita telanjang; organ sexualnya tidak ditonjolkan tapi bisa diketahui dari buah dadanya. Patung tersebut ditemukan di kuburan, di dalam rumah-rumah penduduk, mereka ditemukan di semua tempat. Ada ribuan jumlahnya. Mereka berasal dari abad ke 10 SM hingga awal abad ke 6 SM.

Patung-patung ini sejak lama dihubungkan dengan semacam dewi, tapi banyak para ahli yang masih belum sepakat untuk memutuskan dewi siapa. Tapi saya rasa ini adalah patung dewi Asherah.

Apakah ada patung Yahweh?

Tidak. Kami tidak dapat menemukan patung Yahweh. Tampaknya mereka menaati perintah untuk tidak menggambarkan Yahweh, perintah pertama dan kedua dari 10 perintah.

Kami menemukan alat pencetak patung Asherah, disebuah tempat mass-produksi, dalam sebuah kuil disebuah perkampungan. Jadi mungkin hampir semua orang memiliki patung ini, nampaknya berkaitan dengan kesuburan. Nampaknya patung tersebut digunakan untuk berdoa agar mendapat kehamilan, keselamatan anak. Dan dengan melihat patung menyusui seperti ini, nampaknya rakyat Israel dan Yehuda lebih terbuka dibanding dengan bangsa Kanaan.

Ini sangat mengagetkan, atau tidak?

Ini adalah sesuatu yang ganjil bagi beberapa orang, karena selama ini agama bangsa Israel di pikiran banyak orang adalah eksklusif monotheis. Tapi sekarang kita tahu bahwa tidak lah demikian. Monotheisme adalah perkembangan berikutnya. Mereka menjadi monotheis hanya setelah pembuangan di Babylonia.

Dever menyakini patung-patung ini adalah dewi Asherah


Kemunculan agama Yahudi

Apakah arkeologi mempunyai bukti bahwa penghancuran Yerusalem adalah oleh bangsa Babylonia?

Penghancuran Yerusalem oleh bangsa Babylonia diperkirakan terjadi pada tahun 586 SM. Kita tidak memiliki bukti arkeologisnya, karena kita tidak memiliki kesempatan untuk menggali dikebanyakan tempat di Yerusalem. Arkeolog Israel Yigal Shiloh menemukan setumpuk puing di sisi timur dari Temple Mount. Jadi ada beberapa bukti, tapi tidak dipublikasikan. Tentu saja, Temple Mount tidak bisa di gali dan tidak akan pernah bisa.

Ini tidak berarti penghancuran Yerusalem tidak terjadi. Seseorang mungkin akan beranggapan bahwa ini adalah akhir dari riwayat bangsa Israel-dengan para kaum elit ditawan serta rakyat jelata diharuskan berimprovisasi. Sekilas ini nampak seperti akhir, tapi sebenarnya yang terjadi adalah, sebuah permulaan. Karena di masa penawanan ini, tepatnya, para penulis Alkitab melihat kebelakang, mengumpulkan berkas-berkas yang mereka miliki, memikirkan ulang mengenai segala hal, mem-formulasi segalanya, dan terjadi rekonstruksi Yudaisme.

Ini sangat mengagumkan setelah kekalahan tersebut bangsa Israel masih setia terhadap Tuhan mereka.

Ini adalah masa ketidakpercayaan, seseorang akan berpikir Tuhan telah mati. Dan jelas bahwa mereka yang selamat dari kehancuran Yerusalem pastilah berpikir semacam itu. Karena, bagaimana mungkin Tuhan mengijinkan kuilya, rumahnya - tanda dari kehadiran ditengah umatnya-dihancurkan? Kesalahan apa yang telah kita lakukan? Apakah karena kita telah jatuh kedalam politheisme adalah penyebab dari kehancuran. Disana hanya ada satu Tuhan. Dan kepercayaan radikal bahwa hanya ada satu Tuhan yang mengatur sejarah menjadi pusat dari Yudaisme.

Sumber : http://www.pbs.org/wgbh/nova/ancient/archeology-hebrew-bible.html

Minggu, 11 Januari 2015

Khirbet Qeiyafah, bukti kerajaan Daud?

Apa kata para arkeolog mengenai situs Khirbet Qeiyafah, yang dikatakan sebagai bukti eksistensi kerajaan Daud dan Solomon? ini adalah terjemahan  dari artikel Haaretz, dengan judul asli "Kunci Menuju Kerajaan", artikel ini tidak mencerminkan hasil akhir dari perdebatan status Khirbet Qeiyafah yang hingga saat ini di tahun 2015 belum ditemukan kesimpulan final.



Situs Khirbet Qeiyafah (Benteng Elah)
 Apakah raja Daud pernah memerintah sebuah kerajaan besar, seperti yang ditulis dalam Alkitab? Atau apakah kerajaan yang diperintahnya hanyalah sebuah kerajaan kesuku-an, Proffesor Yossi Garfinkel mengklaim proyek penggaliannya di Khirbet Qeiyafa membuktikan kebenaran kisah dalam Alkitab, namun arkeolog lain mencibir pendapatnya.

Di setiap musim panas selama empat tahun belakangan, Prof. Yosef Garfinkel meninggalkan Institut Arkeolog di Hebrew University, Yerusalem, selalu dengan mengenakan topi koboi dan bergegas menuju sebuah bukit berbatu di lembah Elah. Dari bawah, bukit itu nampak biasa saja dan tidak memiliki keistimewaan. Tapi ketika mencapai puncak, Garfinkel melirik raut wajah para pengunjung yang baru pertama kali melihat lokasi penggalian benteng kuno tersebut.

Prof, Yossi Garfinkel

Di penggalian situs Khirbet Qeiyafa (Benteng Elah), Garfinkel sambil mengitari reruntuhan benteng berkata "Ini adalah situs yang paling fotogenik di negeri ini." Lanjutnya : "Ini adalah sebuah benteng kota dengan tembok setinggi 6 meter dan berpenduduk 500 hingga 600 jiwa. Anda tidak akan menemukan rumah, tembok, tangga dan gerbang seperti ini di Israel."

Keunikan kota ini adalah dikelilingi oleh tembok casemate - tembok ganda yang memuat sebuah ruangan diantaranya. Reruntuhan tembok saat ini berkisar antara 2 hingga 3 meter dan luas nya sekitar 2,5 hektar. Sekitar 90 reruntuhan bangunan berjejer pada tembok benteng, ini baru beberapa yang berhasil di gali.

Menurut Garfinkel setelah menggali selama 4 tahun, ia berkesimpulan bahwa situs ini adalah bukti untuk eksistensi kota yang menjadi bagian dari kerajaan Daud sekitar abad ke-10 SM (menurut perhitungan Daud memerintah pada 1010-970 sm). "Ini adalah bukti pertama dan terakhir", ujarnya. "Hingga saat ini, tidak ada yang menyerupai Benteng Elah ditemukan di negeri ini".

Jika Garfinkel benar, penemuannya mungkin akan berimplikasi secara signifikan terhadap panasnya perdebatan panjang antar pegiat studi dan Arkeologi Alkitab. Awal muasal perdebatan ini terjadi pada abad ke 19; dan mencapai puncaknya dalam 2 dekade terakhir, ketika kelompok utama para arkeolog dan ahli Alkitab membentuk sebuah pemahaman tentang realitas dari kerajaan Daud dan Solomon yang mana ternyata tidak seperti yang dituliskan dalam Alkitab, yakni berupa kesatuan kerajaan (Yehuda dan Israel) yang sangat berpengaruh, luas dan kuat.

Pandangan ini berasal dari fakta bahwa tidak ada bukti arkeologi yang berasal dari abad ke 10 SM yang menguatkan klaim tentang kerajaan superpower yang membentang dari Be'er Sheva diselatan hingga Dan di utara, yang dituliskan oleh Alkitab.

Para sarjana dan arkeolog ini berkesimpulan bahwa yang disebut kerajaan Daud hanyalah sebuah entitas kecil kesukuan, yang sangat kecil, bahkan tidak membentang melewati Yerusalem dan sekitarnya. Dan kini Garfinkel sedang menangani sebuah bukti tentang adanya kota berbenteng di lembah Elah, yang jaraknya sehari perjalanan dari Yerusalem, dan mungkin adalah bagian dari Kerajaan Daud, jika benar maka hal ini akan membantah argument dari para "minimalist".

Kronologi Raja-raja Israel

Peta Kerajaan Israel dan Yehuda (Judah)
Menurut Garfinkel, kerajaan yang pernah berdiri pada abad ke 10 SM adalah sesuatu diantara dua versi: Tidak-lah sekecil sangkaan para minimalis, tapi juga tidak lah sebesar yang tertulis dalam Alkitab. Kerajaan tersebut terdiri dari 3 kota besar: Yerusalem, Hebron dan kota di Khirbet Qieyafah ini. Bahkan jika hanyalah sebesar skala tersebut, ia menekankan, kerajaan tersebut ternyata lebih besar dari desa kecil seperti yang diucapkan oleh para arkeolog minimalis. Disaat yang bersamaan, ada arkeolog lain yang direkrut turut serta dalam penggalian Khirbet Qeiyafa mendukung klaim tentang sebuah kerajaan bersatu dan powerful.

Dr. Eilat Mazar

"Situs ini jelas merefleksikan adanya sebuah pemerintahan yang handal." ujar Dr. Eilat Mazar dari Hebrew University, salah satu yang paling vokal dari kelompok yang ber-"teori" tentang eksistensi sebuah kerajaan Daud yang superpower. "Dengan informasi dari situs ini, masihkah kita berasumsi bahwa tidak ada pusat pemerintahan yang luas dan terpusat? Tidak masuk akal", ujarnya Dr. Mazar.

Garfinkel mengatakan bahwa sebelum ia menggali di situs ini, ia tidak terlibat dalam perdebatan tentang polemik kerajaan Daud. Keahlian utamanya adalah pada periode Neolithic dan Chalcolithic. Dinasti Daud dan kerajaan Israelnya dikalkulasi berada pada periode Iron age (zaman besi), ribuan tahun kemudian.

"Saya tidak mengerjakan proyek ini untuk mencari fakta-fakta tentang Daud. Saya tidak mau ber-opini tentang polemik tersebut; Saya tidak berpihak" ujarnya. Setelah banyak generasi pendahulu di bidang arkeologi bibilikal telah pensiun, ujarnya, institusi-nya saat ini lebih fokus mencari meriset pada penggalian zaman perunggu atau zaman besi. "Saya mengajar arkeologi pada zaman itu pula," ujarnya. "Saya dipersiapkan secara professional untuk mengerjakan proyek-proyek pada zaman besi di Yehuda." Pada tahun 2007, Garfinkel tiba di Khirbet Qeiyafa untuk memeriksa reruntuhan benteng. Dia menemukan 2 lapisan arkeologi, satu dari zaman Hellenistik, dan satunya dari zaman besi. Ia pun memutuskan untuk bekerja disini. "Banyak situs yang mengandung hingga 20 lapisan kota yang saling menumpuk, setiap penggalian satu lapisan kota terjadi pencampuran dengan lapisan dibawahnya, dan segalanya menjadi kacau balau. Saya lebih suka bekerja dengan dua lapisan, yang mana tingkat kerusakan lapisannya sangat rendah," ujarnya.

Alsace-Lorraine di Levant (Syam)

Garfinkel mungkin tidak bermaksud untuk bergabung dengan perselisihan akademik mengenai status Daud dan kerajaannya, tapi ketika ia sudah memasuki arena, ia akan merapat pada salah satu pihak yang bertikai. "Kota ini adalah benteng pengawas bagi kerajaan Yehudah," katanya, sambil menunjuk pada sisi lembah. "Lihat, anda dapat melihat orang-orang dibawah sana. Lembah Elah ini adalah bagian dari rute daerah pantai menuju perbukitan. Dan pada satu sisi, anda dapat memantau 5 kota di negeri Filistin, dan di sisi bagian timur, adalah Kerajaan Yehuda. Ini adalah daerah yang krusial, seperti Alsace-Lorraine, yang diperebutkan oleh Perancis dan Jerman selama ratusan tahun. Situs ini sangat penting secara geopolitik."

Garfinkel mengidentifikasi situs yang ia gali adalah kota benteng Sha'arayim, yang disebutkan dalam Alkitab di I Samuel. Ia mengidentifiasi dari adanya penampakan 2 gerbang disisi barat dan sisi selatan benteng ini (Sha'arayim berarti 2 gerbang dalam bahasa yahudi). "Anda tidak akan menemukan kota lain di Israel atau Yehuda dengan 2 gerbang," imbuhnya, "Alkitab, menyebut kata Sha'arayim hanya pada periode Daud, dan di daerah lembah Elah: ketika Daud membunuh Goliat, tentara Filistin melarikan diri melalui Sha'arayim. Dimana Daud membunuh goliat? Disini, diantara Socoh dan Azekah."

Satu hal yang disetujui oleh para arkeolog tentang Khirbet Qeiyafa adalah, situs ini sangat mengagumkan. Selain itu, segala sesuatu-nya menjadi perdebatan. Prof. Israel Finkelstein arkeolog dari Tel Aviv University, yang pada awal tahun 1990 ikut serta memformulasikan pandangan bahwa kisah-kisah di Alkitab tidak mempunyai dasar historis yang kuat, ia berkomentar, bahwa ia tidak yakin kalau situs yang digali oleh Garfinkel adalah bagian dari benteng milik Daud, dan bukannya milik bangsa Filistin atau Kanaan. Bahkan jika ternyata situs tersebut adalah benteng milik kerajaan Yehuda, ujarnya, ia tidak berpikir hal itu menjadi dasar bagi pandangan tentang kerajaan Daud yang maju dan berkembang. Koleganya dari Tel Aviv University, Ahli sejarah Prof. Nadav Na'aman, mengingatkan bahwa walau data tentang situs itu belum di publikasi, "Ber-hipotesis tentang keterkaitan benteng dengan kekuasaan yang berpusat di Yerusalem sangat tidak meyakinkan."

Tetapi beberapa arkeolog lain ber-argumen bahwa kini telah terungkap sebuah penemuan yang signifikan tentang Kesatuan kerajaan monarki Israel kuno. Dan para arkeolog pendukung kisah Alkitab kini dapat mengangkat dagu mereka setelah bertahun-tahun tersudut dalam pertempuran melawan Finkelstein dan koleganya.

Mazar pernah mengklaim telah menemukan reruntuhan istana Daud di sekitar dinding kota tua Yerusalem. (Penggaliannya didanai oleh dua organisasi sayap kanan, The Shalem Center dan Elad). Mazar menemukan sebuah struktur yang berlokasi disebuah puncak bukit di bagian utara Yerusalem, sebelah selatan Temple Mount, yang berdekatan dengan pemukiman Palestina di Silwan, yang dikenal sebagai City of David. Struktur tersebut berupa teras dengan tumpukan bebatuan setinggi 16,5 meter, yang dikenal dengan "Stepped stone structure".

Menurut Mazar, teras tersebut adalah penopang dari dinding sebuah istana. Ini adalah penemuan Mazar yang paling menonjol, tapi penanggalan yang ia ajukan menjadi kontroversi. karena ia menggunakan kepingan keramik yang berada pada bagian atas dan bawah dari strata atau lapisan yang ia gali, bukan pada strata yang sedang diteliti. Mazar kemudia menyimpulkan struktur tersebut berasal dari abad ke 10 SM, tetapi arkeolog lain mengatakan bahwa struktur tersebut dibuat di abad berikutnya. Bahkan website City of David tidak menganggap hal itu adalah bagian dari istana Daud.

Beberapa bulan yang lalu, sebuah penemuan arkeologi lain ditemukan dan menjadi headline media, yang mana Mazar ikut terlibat, sebuah tembok besar, sepanjang 70 meter dan memiliki ketinggian 6 meter, berlokasi diarea yang sama. Mazar mengklaim tembok tersebut berasal dari masa raja Solomon. Sekali lagi, penanggalannya dipertanyakan, bahkan oleh pihak arkeolog konservatif (penganut metode Alkitab).

"Tidak ada yang setuju dengan saya," keluh Mazar, kepercayaan dirinya terlihat seakan tak tergoyahkan. "Tidak diragukan jika banyak yang menerima pendapat yang mengecilkan peran Yerusalem sebagai desa kecil yang terbengkalai. Tapi kini terjadi perubahan, Yerusalem ternyata menunjukkan pada kita bahwa ia mempunyai konstruksi level istana yang mengagumkan."

Beberapa sarjana juga mengutip tentang penemuan di Yordania yang menguatkan pendapat tentang kerajaan yang maju dan berkembang. Antropolog dari Amerika, Prof. Thomas Levy, dari University of California, San Diego, saat ini sedang menggali situs di Khirbat en-Nahas diselatan Yordania, yang ternyata merupakan reruntuhan tambang tembaga kuno dan berkolasi di daerah yang dipercaya milik bangsa Edom. Dengan menggunakan penanggalan carbon-14, Levy menetapkan bahwa situs tersebut berasal dari akhir abad ke 10 SM, atau pada era raja Solomon. Menurut para arkeolog konservatif, penemuan ini meningkatkan kredibilitas kisah dari Alkitab, yang mengatakan adanya sebuah negeri yang sangat maju di daerah Edom dan terlibat peperangan dengan kerajaan Israel.

Akan tetapi, Prof. Finkelstein menolak penafsiran ini. "Tidak ada tulisan yang ditemukan yang dapat mengarah tentang kerajaan Solomon," katanya. "Tidak ada peninggalan impresif dari era periode classic Edom. penemuan Levy lebih dekat dengan bukti hegemoni bangsa Assyria dan jejak pedagang Arab di daerah tersebut."

Finkelstein menawarkan debat ke topik yang berbeda yang seharusnya menjadi isu fundamental untuk memahami sejarah Israel. Menurutnya para ahli seharusnya membahas pertanyaan, kapan penduduk yang mendiami daerah Israel kuno berpindah dari masyarakat pedesaan menjadi masyarakat perkotaan yang maju. Finkelstein dan koleganya menyebut pandangan ini sebagai "low chronology" atau "late chronology". Intinya adalah segala bukti-bukti arkeologi yang selama ini mengacu pada abad ke 10 sebenarnya berasal dari periode berikutnya, bahkan mencapai 1 abad. Metode low chronology secara efektif otomatis menghapus eksistensi dari kerajaan Saul, Daud, Solomon di abad ke 11 dan 10 SM.

Garkinfel, sangat yakin bahwa tembok kota yang ia temukan sangatlah kuat dan mampu menahan serangan dari pihak musuh. Tidak masalah apakah kota itu bagian dari kerajaan Yehuda, Kanaan atau Filistin, imbuhnya, Khirbet Qeiyafah telah ada sejak abad ke 10 SM, "Bukti kami sudah menghancurkan teori low chronology" ucapnya dengan puas.

Tapi Finkelstein bersikeras. "Sangatlah sulit untuk membuatku berubah pikiran dan soal 4 sample pembacaan carbon-14 tidak akan mengubah 400 pembacaan yang sudah ada. Khirbet Qeiyafah adalah situs yang sangat penting tapi tidak akan mengubah alur kronologis."

Pertaruhan besar.

Dalam konteks Negara Israel, perdebatan akademik ini berlanjut pada hal-hal politik. Hal ini berkaitan dengan klaim ikatan historis oleh bangsa Yahudi terhadap sekotak tanah di Palestina saat ini. Lebih luasnya lagi, kontroversi ini menjadi bagian dari perdebatan panjang selama hampir lebih dua abad mengenai validitas historis atas sebagian besar isi kitab suci.

Permulaannya dimulai ketika muncul kritikan terhadap isi Alkitab di negara seperti Jerman dan Skandinavia pada abad ke 19, mereka  mempertanyakan mengenai validitas kisah historis dalam Alkitab.

Reaksi perlawanan atas kritikan Alkitab pertama kali muncul sekitar tahun 1920 dan 1930 dari beberapa arkeolog bibilikal. Dan yang menjadi paling depan dari gerakan ini adalah seorang sarjana asal Amerika Serikat kelahiran Chili, William Albright. Ia memiliki kemampuan mumpuni sekelas ensiklopedia, dan ahli dalam bidang arkeologi, riset Alkitab dan bahasa-bahasa kuno. Ia adalah anak dari seorang misionaris Protestan yang sangat taat, ia adalah figur yang paling menonjol dari gelombang para ahli yang berasal dari Inggris, Perancis, Jerman dan Amerika, yang lalang melintang menjelajahi daerah timur-tengah (Levant/Syam) pada abad ke 19, untuk mencari artifak biblikal.

Para ahli ini berniat untuk mencari bukti bahwa kisah mengenai Abraham, Musa membawa bangsa Israel keluar dari Mesir, penaklukan bangsa Kanaan dan eksistensi dari kerajaan Daud mempunyai fakta historis. Mereka meyakini bahwa secara garis besar kisah dalam Alkitab dapat diandalkan. Dan dengan bukti arkeologi, mereka yakin hal ini akan mengurangi kritikan terhadap Alkitab.

Ketika negara Israel berdiri, mereka dibantu oleh generasi baru arkeolog Israel. Mereka yang berada digaris depan adalah Yigael Yadin dan Benjamin Mazar (Kakek dari Dr. Eilat Mazar) - walau tidak memiliki kesamaan dengan motif kekristenan Albright. Tujuan mereka adalah mencari akar untuk nasionalisme yang sedang terbentuk di Israel, dan intinya mereka mengikuti metode yang digunakan oleh Albright dan kawan-kawan: Alkitab ditangan kanan - sekop ditangan kiri.

"Ada keperluan yang sangat mendesak saat itu untuk menciptakan kultur, akar budaya, dan nasionalisme baru bagi para imigran yang berdatangan ke Israel dengan latar belakang berbagai negara, dan arkeologi adalah alat yang sangat ampuh untuk hal tersebut." jelas Finkelstein. "Setiap orang digerakkan dalam usaha mencari pembenaran akan keyakinan ini, dan tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Yadin memandang bahwa sejarah sedang terulang: penaklukan tanah Palestina pada masa lalu dan saat ini, dan kemegahan kerajaan Daud dan Solomon pada masa lalu dan saat ini, para Argeolog berperan penting, mereka tidak dapat dikritik untuk hal tersebut."

Pada masa itu, Alkitab nampak seperti kompas dan menuntun pada penemuan-penemuan yang impresif. Para arkeolog mencari bukti keberadaan kerajaan Daud di Hatzor, Megiddo dan Gezer, yang disebut dalam kitab Raja-raja sebagai proyek konstruksi skala besar raja Solomon.

I Raja-raja 9:15 "Beginilah hal orang-orang rodi yang telah dikerahkan oleh raja Salomo. Mereka dikerahkan untuk mendirikan rumah TUHAN, dan istana raja, dan Milo, dan tembok Yerusalem, dan juga untuk memperkuat Hazor, Megido dan Gezer."

Pada akhir tahun 1950, Yadin berhasil menggali 6 ruangan besar di sebuah reruntuhan gerbang, di Hatzor. Dengan hanya berdasarkan strata (lapisan) arkeologis dan pecahan keramik pada situs tersebut, Yadin dan Yohanan Aharoni, seorang arkeolog dan ahli lokasi bersejarah, menanggalkan situs tersebut berada pada zaman raja Solomon diakhir abad ke 10 SM. Berdasarkan kisah Alkitab Yadin kemudian menuju Meggido dan Gezer, dimana mereka kembali menemukan struktur yang serupa. Ia kemudian mengambil kesimpulan, berdasarkan temuannya, bahwa di abad ke 10 SM, sebuah pemerintahan yang maju dan berkembang sedang berkuasa disana yang mampu membuat sebuah master plan sebuah struktur monomental seperti itu yang kemudian dibangun diseluruh negeri. Penemuannya tampak sesuai dengan konsep eksistensi kerajaan besar yang setidaknya mencapai Hatzor, yang berada di utara danau Galilea.

Tapi beberapa dekade kemudian, pendekatan ini menjadi perdebatan antar kubu konservatif dan Finkelstein, yang mempertanyakan teknik penanggalan situs. Akan tetapi sebelumnya, sekitar tahun 1970 hingga 1980, sekelompok sarjana dari Eropa, kebanyakan mereka berasal dari Copenhagen dan Sheffield, menolak kisah-kisah bersejarah di Alkitab. Para "maximalis" menganggap bahwa kisah-kisah di Alkitab adalah valid dan benar sehingga dipakai secara maximal sebagai penuntun, sedangkan para "minimalis" menganggap bahwa Alkitab hanyalah cerita rakyat yang disusun dan dibukukan pada zaman Persia atau Yunani - beratus-ratus tahun setelah kejadian - sehingga memiliki nilai historis yang sangat minim. Cara optimal yang seharusnya digunakan untuk men-verifikasi kisah-kisah di Alkitab, adalah dengan menggunakan sumber dokumen kuno lain dari luar Alkitab.

Menurut para minimalis, kerajaan Daud tidak pernah terpisah menjadi dua kerajaan, Yehudah dan Israel, karena hal itu tidak pernah ada. Menurut mereka kedua kerajaan ini muncul dan berkembang secara berdampingan, dimana kerajaan Yehuda yang berpusat di Yerusalem, tumbuh dan berkembang di saat yang berbeda, yaitu setelah ditaklukkannya kerajaan Israel pada abad ke 8-9 SM oleh bangsa Assyria. Dalam penafsiran ini, Daud dan Solomon adalah figur fiksi.

Dua Kerajaan.

Pada tanggal 21 July 1993, sebuah penemuan besar terjadi di penggalian Tel Dan, di daerah utara Israel. Dan memicu perdebatan diantara para sarjana. Kepala proyek penggalian ini, Prof. Avraham Biran, menemukan sebuah tugu peringatan  yang terbuat dari batu basalt dengan karakter aramaik dan tercantum kata "BeitDavid" (house of David - dinasti Daud) sebagai satu kata. Dan tulisan ini diteliti berasal dari abad ke 9 SM, tertulis disana tentang seorang raja dari Aram sedang membanggakan keberhasilannya menumpas 70 raja-raja, diantaranya adalah Jehoroam anak dari Ahab raja Israel, yang disebut sebagai keturunan dari house of David - adalah kebiasaan di daerah levant untuk menyebut pemerintahan sebuah negeri dengan nama pendirinya. Biran pada mulanya dituduh memalsukan tulisan tersebut, tapi tidak lama kemudian menjadi jelas bahwa ini adalah bukti pertama dari luar Alkitab yang menyebut tentang eksistensi dinasti Daud.

Penemuan ini kemudian membuat paham minimalis mereformulasi ulang pemahamannya, dan Finkelstein adalah yang pertama melakukannya. Pada pertengahan tahun 1990, ia mempublikasikan artikel berseri untuk persiapan thesis nya, yang menggabungkan kritik dari paham minimalis kedalam bentuk yang lebih moderat. Pada tahun 2001, ia dan Neil Asher Silberman, seorang editor dari majalah Arkeolog, menulis buku "The Bible Unearthed," yang mengupas mengenai validistas historis dari kisah di Alkitab.

Seperti para minimalis, Finkelstein dan Silberman berpendapat bahwa kedua kerajaan muncul secara hampir bersamaan dari orang-orang asli di Kanaan; mereka tidaklah unik, bukan pula sebuah bangsa yang berasal dari sekumpulan bekas budak yang keluar dari negeri Mesir, dan kemudian menaklukkan tanah tersebut secara militer lewat kepemimpinan Yoshua bin Nun. Menurut pemahaman ini, tidak pernah ada kerajaan bersatu Israel versi Daud dan Solomon pada abad ke 10 SM, tetapi pada abad ke 9 SM, kerajaan Israel mulai muncul dan pada abad ke 8 SM ia kemudian berkembang, yang kemudian di taklukkan oleh kerajaan Assyria. Kerajaan Yehuda, sebaliknya, hanyalah kerajaan keci dan tidak secara signifikan tersentralisasi hingga abad ke 7 SM. yang mana kemudian rakyat dari kerajaan di utara (yang disebut 10 suku dari kerajaan Israel) mengungsi dan menetap di kerajaan Yehudah ketika Josiah berkuasa.

Menurut Finkelstein, kisah mengenai Abraham sang bapak bangsa, serta kisah penaklukan Kanaan, mulai ditulis dengan tujuan mencoba menetapkan sebuah asas kesamaan historis antara rakyat dari kerajaan Israel dan Yehudah. Sebuah "pan-Israelis" ideologi seperti ini dapat melegalkan ambisi teritorial dari raja Josiah, sang raja Yehuda, yang menganggap dirinya sebagai ahli waris dari kerajaan Daud yang sedang terpecah.

"Bersyukurlah pada kemampuan menulis, dan konsep theologi yang mumpuni serta kreativitas yang luar biasa, kisah ini kemudian menjadi sangat berpengaruh hingga saat ini" ujar Finkelstein. Beginilah variasi pemikiran ia dan koleganya membaca - dan menolak - sisi lain dari kisah sejarah di Alkitab.

Saat ini, ada kesepakatan umum di antara sebagian arkeolog dan para sarjana Alkitab, bahwa tidak ada dasar historis untuk membenarkan kisah sang bapak bangsa Abraham, keluarnya bangsa Israel dari negeri Mesir dan penaklukan Kanaan, ataupun adanya bukti arkeologi yang dapat mengubah pemikiran ini. Tetapi menurut Prof. Amihai Mazar (kemenakan dari Benjamin Mazar), dari Institut Arkeologi di Hebrew University, yang menganggap dirinya tipe konservatif yang moderat, "Sangat mustahil untuk menganggap kisah hingga penaklukan Kanaan adalah kisah historis." Tetapi, tambahnya, "Dimulai dari kitab hakim-hakim, kisah mengenai kondisi sosial-ekonomi-politik-keadaan internasional pada masa itu, Alkitab sangat konsisten dengan realitas penemuan arkeologi. Itu pasti berlaku juga dengan kisah kesatuan kerajaan Israel. Inilah isu yang sebenarnya, apakah kesatuan kerajaan Israel pernah ada? dan jika benar, seberapa besar? ini lah yang menjadi garis pembatas antara dua kubu.

Finkelstein bersikeras bahwa kesatuan kerajaan Israel kuno pada abad ke 10 SM, yang mencakup wilayah Dan hingga Be'er Sheva, tidak pernah ada. "Secara demografi dan ekonomi", katanya, "yerusalem hanyalah sebuah wilayah yang kecil dan sederhana, pada abad ke 10 SM kita berbicara tentang 20 pemukiman skala kecil diantara pegunungan Yehuda. Jika kita kalkulasi, total maksimal hanya berjumlah 5.000 jiwa dan di Yerusalem sendiri hanya berkisar ratusan jiwa.

Dalam hal ini, apakah Yadin telah salah ketika menetapkan penanggalan gerbang di Megiddo, Gezer dan Hatzor pada abad ke 10 SM dan menyebut mereka sebagai bukti adanya kesatuan kerajaan Daud? Situs tersebut berada jauh diluar dari batas wilayah yang digambarkan oleh Finkelstein dan Silberman. Seharusnya, kata mereka gerbang tersebut ditanggalkan ke abad ke 9 dan abad ke 8 SM, setelah kematian Solomon, dan mereka seharusnya mengaitkannya dengan kerajaan utara (Israel) yang sedang berkembang. Mereka mengambil kesimpulan hanya berdasarkan pecahan keramik yang ditemukan pada strata tanah yang sudah hancur di Megiddo. Seperti halnya, kata Finkelstein, pengetesan radiocarbon pada Hatzor yang akhirnya menunjukkan bahwa situs itu berasal pada abad ke 9 SM.

Siapakah orang-orang Yehuda?

Semua kritikan pada penemuan sebelumnya oleh Finkelstein dan koleganya, mungkin dapat memudahkan bagi Garfinkel untuk mengantisipasi kritikan yang akan muncul. Ia pun mengklaim bahwa di Khirbet Qeiyafah, investigasi dilakukan secara berbeda. Karena ini adalah pemukiman kerajaan Yehudah yang pertama kali ditanggalkan secara radiocarbon pada abad ke 10 SM dan juga menunjukkan ketinggian level konstruksi mereka. Dengan kata lain, menurut Garfinkel ini akan menjadi bukti paling kuat dan membenarkan konsep bahwa pada abad ke 10 SM ada sebuah kerajaan yang maju dan membantah anggapan bahwa Daud adalah "seorang sheik dalam tenda kaum beduin" (menyindir pendapat Finkelstein).

Namun, hipotesis bahwa Khirbet Qeiyafa adalah reruntuhan kerajaan Yehuda belum diterima oleh kebanyakan arkeolog. Ini adalah ujian berat bagi Garfinkel. Hal yang paling utama dari penemuannya adalah sebuah ostracon-pecahan keramik yang mengandung tulisan kuno, yang menurut beberapa ahli, adalah tulisan Ibrani kuno. "Ada tiga ahli di Israel yang menyatakan itu adalah bahasa Ibrani biblikal, dan tiga lainnya masih belum yakin" ujar Amihai Mazar.

Namun, Prof. Gershon Galil dari University of Haifa, yang baru-baru ini mempublikasi hasil terjemahan ostracon tersebut, ujarnya "Ada 30 periset yang menyetujui hasil terjeemahan kami, yang menunjukkan bahwa tulisan tersebut adalah salah satu dari bahasa Ibrani kuno, dari  sekitar 18 kata yang ada pada ostracon tersebut, 8 kata muncul pula di Alkitab."

Garfinkel juga menyebut bahwa struktur kota adalah bukti affiliasi dengan kerajaan Daud. Seperti yang dicantumkan oleh Garfinkel pada website tentang Khirbet Qeiyafah, "Perencanaan pembangunan benteng Elah termasuk dinding kota yang berbentuk casemate dan sekumpulan rumah yang menempel dengan dinding benteng sehingga menyatu dengan konstruksi benteng." Ini adalah tipe dari tata kota, imbuhnya, "ada empat situs serupa dengan benteng Elah ini, dan semuanya berada di daerah kerajaan Yehuda. Tidak ada dinding casemate di kebudayaan Kanaan atau Filistin. Atau pun rumah yang terintegrasi dengan tembok benteng di kerajaan Israel; ini adalah ciri khas kerajaan Yehuda."

Bukti selanjutnya, kata Garfinkel, adalah apa yang tidak ditemukan pada situs: tulang babi. Tidak ada satupun tulang dari binatang non-khoser (haram) ditemukan oleh para arkeo-zoologist yang memeriksa 3000 tulang yang ditemukan dilokasi penggalian.

Garfinkel memberitahu bahwa penemuan-penemuan lain yang oleh ia dan timnya, sebentar lagi akan diumumkan untuk publik untuk pertama kali, dan ia juga sedang menyiapkan thesis bahwa kota tersebut adalah bagian dari kerajaan Daud. Di suatu ruangan dari situs tersebut, ditemukan  sebuah altar keagamaan bersama dengan cawan atau sloki untuk peralatan ibadah. Dan bersama dengan kasus temuan tulang, Garfinkel semakin teryakini karena ia pun ternyata tidak menemukan disekitar rumah ibadah tersebut patung berhala.

Ostracon di Khirbet Qeiyafah
Dikatan sebagai imitasi sebuah Kuil
Prof. Israel Finkelstein
"Tidak ada ikon manusia atau binatang diseluruh kota, bahkan diarea yang disucikan. Situs ini benar-benar anti ikon," katanya, ini mengacu pada praktik pelarangan membuat representasi dari mahluk bernyawa atau dewa-dewi (patung berhala). "Ada banyak kontroversi mengenai kapan konsep monoteistik muncul di Israel dan kapan konsep pelarangan mematung berevolusi. Banyak argumen  mengatakan hal ini baru muncul ketika masa akhir dari kuil ke dua atau ketika periode bangsa Persia dan Hellenistik. Tapi jika dibandingkan dengan apa yang ditemukan diruangan ini dengan situs-situs di Kanaan atau Filistin, anda menemukan pelarangan biblikal ada disini: tidak ada tulang babi dan tidak ada ritualdengan patung atau berhala.

Jika kita menambahkan penemuan ini dengan dua gerbang yang menunjukkan bahwa situs adalah Sha'arayim, kata Garfinkel, menjadi sangat jelas bahwa kota berbenteng ini adalah milik kerajaan Daud dan kerajaan itu cukup maju dan berkembang hingga mampu melaksanakan rekayasa dan pengorganisasian proyek seperti benteng Elah ini. "Situs ini berbeda dari semua desa-desa kecil yang menjadi karakter utama pemukiman masyarakat pada abad ke 12 atau ke 11 SM" katanya.

Prof. Nadav Na'aman

Namun, Prof. Nadav Na'aman, yang cenderung pada pemahaman minimalis, ia mempunyai banyak pertanyaan untuk kesimpulan yang dibuat oleh  Garfinkel. Satu per satu ia membantah argumen Garfinkel: "Tidak ada satupun bukti temuan yang disebutkan oleh Garfinkel layak untuk dihubungkan bahwa Khirbet Qeiyafah mempunyai hubungan pusat dan daerah dengan Yerusalem, atau juga kepada penduduk yang berada dipegunungan sana. Yang mana baik penduduk Khirbet Qeiyafah dan di daerah pegunungan pada era zaman besi juga tidak mengkonsumi babi. Pada zaman besi di negeri Yehuda, tidak ada kota lain dengan struktur seperti di Khirbet Qeiyafah. Ini adalah bangunan yang berasal dari era sesudahnya.

"Dan apa hubungan tidak ditemukannya patung di Khirbet Qeiyafah maka itu adalah milik dari negeri Yehuda? lagian, pada era zaman besi di pemukiman daerah pegunungan banyak ditemukan patung-patung. Mengenai dua gerbang (Jika memang ada dua gerbang disana) juga tidak otomatis menjadi rujukan atas afiliasi tempat itu".

Finkelstein mempunyai pandangan yang serupa mengenai thesis Garfinkel. Ia terlihat gusar akan klaim keberadaan dua gerbang. "Tidak ada dua gerbang disana, cuma ada satu, pintu bagian barat. 90% dari apa yang anda lihat di gerbang selatan adalah hasil rekonstruksi. Saya akan menerbitkan foto yang menunjukkan bahwa pada saat akhir dari penggalian dan saat setelah rekonstruksi, dan semua orang yang memiliki mata mampu melihat bahwa tidak ada gerbang disana sebelumnya." Merespon tentang tidak adanya patung disitus itu, Finkelstein berkata, "Apa Garfinkel sedang bercerita bahwa ada kaum monotheis fanatik berdiam di Khirbet Qeiyafah pada abad ke 10 SM? apa ini hasil peninggalan mereka?" ujarnya sambil tertawa sinis, tambahnya "Saya sudah menggali beberapa tempat dan tidak menemukan objek ritual, tapi tidak pernah terlintas dalam pikiranku bahwa penduduknya adalah kaum monotheis fanatik."

Mengenai situs yang nampak seperti struktur kerajaan Yehuda, katanya, "Pada tahun 1980 saya pernah menggali disebuah situs di timur laut Yerusalem, yang berasal dari zaman yang sama dengan Khirbet Qeiyafah. Ada juga dinding serupa. Dan ketika mengunjungi Moav kami juga menemukan reruntuhan benteng dengan diding casemate yang serupa dari waktu yang sama. Jadi ini bukan sesuatu yang baru kita lihat."

Penggalian pribadi.

Walau demikian Finkelstein tidak menutup kemungkinan jika itu adalah salah satu kota Yehudah. "Berbicara soal kemungkinan, ini bisa saja adalah kota Yehudah,  Dan hal ini tidak akan membuatku merubah pandangan akan hasil riset saya mengenai asal muasal kerajaan Israel dan Yehuda."

Beberapa hari sebelum bertemu dengan Finkelstein, saya berbincang dengan Garfinkel ketika kami mengelilingi reruntuntuhan Khirbet Qeiyafah. Ketika ia membicarakan tafsirannya akan situs tersebut, ia tiba-tiba terdiam dan memandang saya. "Masalahnya ada pada Finkelstein," ujarnya, "ia tidak pernah setuju dengan pendapat orang lain. Ia selalu harus menjadi orisinil. Dan ia selalu mempunyai sudut pandang yang berbeda. Jika saya mengatakan jaket anda abu-abu, ia akan berkata itu adalah coklat tua." lalu sambil tertawa Garfinkel berkata, "Jika saya katakan ini adalah kota Filistin, ia akan berkata kota Yehudah."

Finkelsten menyebut ini "sikap paranoid." (ia tidak medapat kesempatan untuk menggali di Khirbet). "Tidak ada perbedaan antara Garfinkel dan Yadin dan Albright," ungkapnya. Ada beberapa ahli yang, pemikirannya seperti kubu Finkelstein, saat ini sedang menahan diri dan tidak ingin memutuskan status etnis yang mendiami Khirbet Qeiyafa. Menurut Amihai Mazar, "Khiber Qieyafah sangat menarik, apakah orang Ibrani yang mendiami tempat itu? sangat sulit untuk membuktikannya." Hal serupa dikemukakan oleh Prof, Avi Faust, dari Departemen Studi negeri Israel dan Arkeologi di Bar-Ilan University, yang mengafiliasikan diri dengan kubu konservatif, ungkapnya, "kita belum memahami secara utuh tentang Khirbet Qeiyafa. kita belum sukses menempatkan Khirbet Qeiyafah secara tepat kedalam gambaran besar mengenai daerah selatan dari negeri Israel, terlihat bukan situs Filistin tapi juga tidak 100% yakin ini adalah situs Yehudah."

Garfinkel, bersama dengan koleganya, Saar Ganor dari Otoritas sejarah Israel (The Israel Antiquities Authority), saat ini mempresentasikan penemuan terakhir dari penggalian mereka, dan berusaha mempromosikan hasil penafsirannya. Selain menerima kritikan dari kaum moderat minimalis, ia sangat yakin jika ia tidak keliru. "Qeiyafa seperti tulang yang nyangkut ditenggorokan kaum minimalis," ujarnya. "Kota ini nyata, bagaimana anda menjelaskannya? Secara bertahap akan muncul penemuan situs serupa dari periode zaman besi."

Finkelstein berujar "Tidak dapat dipungkiri bahwa kami saat ini sedang mengalami gelombang kritik demi kritik yang sangat kuat, kami menyebutnya revolusi-perlawanan. Seperti itu lah riset bekerja." Tetap saja, ia menolak untuk meninjau ulang thesisnya; beban pembuktian berada pada pihak konservatif."

Perpolitikan para arkeolog.

Selama beberapa dekade perdebatan mengenai status historis kisah biblikal tentang kerajaan Daud, dibayang-bayangi oleh usaha untuk membuktikan atau membantah klaim orang Yahudi mengenai ikatan historis mereka dengan tanah dimana Negara Israel moderen berdiri, terutama tempat Yerusalem. Bahkan pada saat ini, kata Prof. Aharon Meir, seorang arkeolog dari Bar-Ilan University, "salah satu masalah adalah motivasi politis." Contohnya, adalah Eilat Mazar, yang saat ini sedang melakukan penggalian di Yerusalem. "Ia akan berkata ia bekerja tidak dengan motivasi politik tertentu, namun anda dapat melihat dari penyandang dana proyeknya [sebagian besar dari The nationalist Elad association] dan dari cara berpikirnya selama ini," Kata Meir. Kemudian dia menarik ucapannya dan berkata Mazar mungkin saja tidak mempunyai agenda politis.

Banyak yang bergelut dalam bidang arkeologi dan sarjana Alkitab, melalui komentar-komentarnya selama ini, mengatakan menghindari hal-hal ideologis dan politis. Prof. Amihai Mazar mengatakan bahwa secara sosio-politis dari para arkeolog Israel kebanyakan sangat homogen. "Semua yang terlibat  dalam bidang ini kebanyakan adalah orang-orang sekuler, dan sama sekali bukan berpandangan ektrim, baik ekstrim kanan atau pun ekstrim kiri. Saya rasa tujuan politis tidaklah terlalu mencolok."

Hal senada diungkapkan oleh Prof. Avi faust dari Bar-Ilan University, Bahwa walau para arkeolog Israel mungkin terbentuk dengan pengaruh keadaan politis di Israel, mereka tidak akan bias dan mengikuti secara membabi buta sebuah agenda.

Tel Aviv vs Jerusalem

Ketegangan dan kompetisi antar para arkeolog kadangkala menghasilkan perang komentar pedas bersifat pribadi yang sama sekali tidak berkaitan dengan kejadian 3000 tahun yang lalu. Contohnya, Dr. Gabriel Barkai, yang berasal dari kelompok konservativ, mengatakan bahwa Finkelstein memaksakan "konsep kolektivisme" ketika ia menjabat sebagai kepala departemen di Tel Aviv University, yang akhirnya membuat Barkai hengkang dari institusi pada tahun 1997, setalah 27 tahun berbakti. Barkai menilai semakin nampak terjadi perselisihan antara Hebrew University dan Tel Aviv University mengenai pembahasan Alkitab, hal ini terjadi sejak Finkelstein menjabat. (Finkelstein menolak merespon pernyataan ini.)

Hal yang berbeda diungkapkan oleh Prof, Aharon Meir dari Bal-ilan University, bahwa ia tidak melihat adanya perpecahan antar kedua institusi. "Pada tahun 1960an hingga 1970an ada perselisihan dominan antar Yigael Yadin dan Yohanan Aharoni, antara Yerusalem dan Tel Aviv. Jika Yadin berkata saat ini pagi, maka Aharoni menjawab ini malam. Kedua kubu ini sangat militan. tapi saat ini saya tidak melihat yang sama terjadi."

Baru-baru ini, Koresponden Haaretz Nir Hasson mengungkap insiden. Ada dua kelompok arkeolog berkeinginan menggali di Tel Socoh, tidak jauh dari Khirbet Qeiyafah: satu pihak terdiri dari Prof. Yuval Goren dan Prof. Oded Lipschits, dari Tel Aviv University, dan pihak lain Prof. Garfinkel dan koleganya asal Amerika Serikat Prof. Michael Hasel. Menurut Goren, Prof Garfinkel tidak berhak menggali disana karena secara regulasi dari badan otoritas kesejarahan (Antiquities Authority) melarang seorang arkeolog menggali dua situs secara bersamaan.

Goren telah mendapat izin bulan lalu, tetapi menurut Prof. Lipschits, ia melihat Garfinkel turut menggali dilokasi walau tidak memiliki izin. Ia telah mengirim surat komplain kepada Dr. Gideon Avni, kepala unit perizinan penggalian di Badan kesejarahaan (Antiquities Authority), tapi ditolak.

"Ada hubungan tidak lazim antara Antiquities Authority dan Hebrew Universities," ujar Lipschits. "Avni dan Garfinkel adalah pengajar di Hebrew University dan Garfinkel adalah salah satu kepala dari penggalian di Khirbet Qeiyafah bersama Saar Ganor (kepala bidang pengamanan situs bersejarah - Prevention of antiquities thefts), dan ketika melaporkan penggalian illegal di Tel Socoh ke Badan kesejarahaan, yang harus dihubungi di Badan tersebut adalah Ganor"

Garfinkel merespon keras tentang hal ini: "Jika seorang yang terhormat seperti Prof. Oded Liptschits tidak dapat membedakan antara pencurian benda bersejarah dan survey penggalian, ia berada pada level bawah. Sangat menyedihkan ia menuduh kami sebagai penjarah. Ini tuduhan serius." Tambahnya ketika ia memulai untuk menggali di Khirbet Qeiyafah, ia mengalami gangguan dari staf periset dari Tel Aviv University. "Orang-orang di Tel Aviv berusaha menghalangi kami. Finkelstein adalah dalangnya. Dari mana Yuval Goren mendapat dana penggalian jika bukan dari Finkelstein?" (Finkelstein dan Badan kesejarahan Israel-The Israel Antiquities Authority menolak berkomentar)

Sumber : http://www.haaretz.com/weekend/magazine/the-keys-to-the-kingdom-1.360222

Senin, 05 Januari 2015

Kalkulasi Alkitab, Umur Bumi 6000 Tahun

Pernah mendengar umur bumi baru 6000an tahun? Detailnya kira-kira 6019 tahun dari perhitungan berikut 2015 (tahun saat ini) + 4004 (penciptaan hingga 1 masehi) = 6019.
Perhitungan ini dahulu sangat populer, pencetusnya adalah Uskup Agung dari Irlandia, bernama James Ussher (1581-1656).

Alkitab adalah dasar dari perhitungan Ussher.
Salah satu maha karya Ussher adalah sejarah lengkap bumi dalam bahasa Latin, yang mencakup kejadian-kejadian besar dari hari penciptaan hingga tahun 70 masehi. Ia menerbitkan buku tersebut dalam 1600 halaman pada tahun 1650. Translasi dalam bahasa inggris berjudul "The Annals of the World" diterbitkan pertama kali pada tahun 1658, dua tahun setelah kematiannya.

Ussher mengasumsikan Alkitab adalah sumber kronologi yang sahih, ia menyertakan informasi tentang kematian raja Nebuchadnezzar sebagai titik tolak perhitungan mundur atas semua data  penanggalan dari alkitab. Berdasarkan perhitungan tersebut ia berakhir pada kesimpulan bahwa hari pertama penciptaan dunia adalah pada tanggal 23 Oktober 4004 SM.

Bagaimana Ussher mendapatkan angka 4004 SM?
Ussher menggunakan kronologi dari kitab Kejadian, serta kronologi raja-raja Israel dan Yehuda hingga masa pengasingan bangsa Yahudi pada tahun 584 SM. Dan ia pun mencapai pada angka 4004 tahun.

Bagaimana Ussher berkesimpulan hari pertama adalah 23 Oktober?
Tidak ada satu ayat pun di Alkitab yang menyatakan dunia diciptakan pada tanggal tersebut. Tetapi karena bangsa Yahudi serta banyak bangsa-bangsa lain pada zaman purba memulai tahun pada musim gugur, Ussher pun berasumsi pasti ada alasan "baik" untuk itu. Dan dia pun berkesimpulan bahwa Tuhan menciptakan dunia pada musim gugur.



Timeline Umur Bumi Sejak Hari Pertama
Timeline versi James Ussher

Berapa lama bangsa Israel menetap di Mesir?
Ada beberapa ayat dalam alkitab yang mengatakan tentang lama waktu bangsa Israel di Mesir, ada ayat mengatakan 215 tahun dan ada yang mengatakan 400 tahun. Berikut ini penjelasan 430 tahun yang dipakai oleh Ussher.

Timeline 430 tahun Bangsa Israel di Mesir

James Ussher

Sumber

Umur Bumi menurut James Ussher : https://answersingenesis.org/bible-timeline/the-world-born-in-4004-bc/
Berapa lama bangsa Israel menetap di Mesir : https://answersingenesis.org/bible-questions/how-long-were-the-israelites-in-egypt/

Apakah Abraham Berasal Dari Ur atau Haran?

Abraham berasal dari kota Haran dan bukan dari kota Ur-Kasdim, ya itulah pendapat beberapa para ahli biblikal moderen, mengapa mereka berpen...