Senin, 23 Januari 2017

Pengantar Alkitab Ibrani (21)

Kuliah 21 - Syair Dalam Alkitab: Mazmur & Kidung Agung [November 27, 2006]

Bab 1. Panduan Penafsiran.

Setelah mempelajari kitab Ayub, kita melihat bahwa Alkitab ternyata tidak memiliki gaya dan pesan yang seragam. Hal ini dikarenakan ia adalah sebuah karya antologi yang memiliki perbedaan sudut pandang.

Dalam ketekunan relijius dari kitab Amsal, terdapat keyakinan yang teguh akan adanya sistem illahi akan ganjaran dan penghukuman, yang juga sangat penting dalam mazhab Deuteronomis, namun prinsip ini di tentang dalam kitab Ayub.

Ayub menyimpulkan bahwa tidak ada keadilan dalam dunia ini, atau dunia lain. Namun demikian Ayub tidak menentang pola hidup yang saleh dan benar. Dan ini adalah sebuah fakta yang indah karena para orang bijak Yahudi memilih untuk memasukkan semua suara-suara yang tidak seragam ini dalam kanon Alkitab Ibrani, dan sebagian besarnya, tidak berupaya untuk mendamaikan konflik ini.

Kita juga telah mempelajari bahwa Alkitab bukan lah, sekumpulan set cerita tentang orang-orang kudus yang selalu berkata dan berlaku benar serta menjadi suri teladan. Tokoh dalam Alkitab hanyalan manusia biasa mereka bukan manusia super. Prilaku mereka dapat membingungkan, kadang tak bermoral; dan jika kita mencoba untuk membenarkan seorang tokoh hanya karena ia terdapat dalam Alkitab. Mencoba membuat mereka berlaku seperti keinginan kita, maka kita akan melewati dilema moral yang telah diletakkan oleh sang penulis. Kita akan kehilangan kompleksitas psikologis dari kisah ini.

Kedua, kita harus menyadari bahwa Alkitab bukan buku manual agama. Ia tidak mengandung sistimatis theologi, tidak mengandung dogma tertentu tentang Allah, dan kita harus berhati-hati dalam menetapkan sebuah konsep dalam Alkitab, gagasan theologi dan kepercayaan yang baru muncul beberapa ratus tahun kemudian, setelah sebagian besar Alkitab telah tersirkulasi - misalnya, kepercayaan  akan surga dan neraka sebagai balasan dari perbuatan manusia, atau kepercayaan bahwa Allah tidak berubah pikiran.

Karakter Yahweh dalam Alkitab itu pikirannya berubah-ubah; ini adalah fakta dalam naskah.

Jika kita ingin memahami Alkitab dalam dunianya dan konteksnya sendiri, maka kita harus siap untuk menemukan ide-ide di dalamnya yang mungkin bertentangan dengan gagasan theologis moderen.

Dalam menafsirkan Alkitab, kita perlu memahami beberapa hal berikut: Tidak semua pernyataan dalam Alkitab adalah bernilai sama.

Ketika sebuah kisah dinarasikan, informasi yang disampaikan oleh narator adalah dapat diandalkan.

Pernyataan yang diatributkan kepada Allah dapat diandalkan.

Pernyataan yang disampaikan oleh karakter individu tidak selalu dapat diandalkan.

Karakter bisa keliru. Namun suara dari narator sangat otoratif dan itu adalah bagian yang menarik ketika kita membaca sebuah karya sastra; kita menerima fakta-fakta yang dibentuk oleh narator sebagai fakta yang memandu penafsiran kita.

Contoh dalam kisah Ayub. Narator membentuk sebuah fakta bahwa karakter Ayub memiliki moral yang nyaris sempurna. Itu adalah suara narator dalam pembuka, dan dinyatakan secara eksplisit; ia mengulang pernyataan semula sebagai ucapan Yahweh.

Narator juga membentuk fakta bahwa Ayub mengalami penderitaan yang ia tidak pantas menerimanya. Hal itu bukan karena hukuman atas dosa. Dan ia membuat karakter Ayub berjuang dengan hal tersebut.

Teman-teman Ayub berpendapat bahwa Allah mempunyai sistem ganjaran dan penghukuman dan yang berdosa akan menderita. Kita sebagai pembaca mengetahui bahwa mereka salah, berdasarkan fakta dalam narasi yang dibentuk pada awal cerita.

Ayub yang mengetahui, seperti kita sebagai pembaca, bahwa ia tidak berdosa, dan ia tidak sedang dihukum karena dosa, dan ia menyimpulkan bahwa Allah sama sekali tidak menetapkan penghukuman dan penghargaan - dan ini adalah ide radikal.

Bahwa Allah tidak menghukum orang fasik dan memberi ganjaran pada orang benar dalam hidup ini, bahkan ada pula penghukuman yang tertunda, yang merupakan gagasan dasar dalam banyak kitab yang telah kita pelajari sejauh ini. Dan hal itu akan semakin lemah dalam kitab-kitab yang kita pelajari nanti.

Namun Ayub menolak gagasan ini, dan ia sampai pada kesimpulan yang sangat radikal secara moral. Orang benar adalah benar untuk dirinya sendiri, bahkan ia bisa saja mendapatkan penderitaan dalam kehidupan ini. Ingat bahwa pada akhir kitab, narator membuat Yahweh berkata, bahwa Ayub lah yang berbicara dengan benar, bukan teman-temannya.

Bab 2. Masalah Penanggalan: Kritik Kanonik.

Terdapat perbedaan diantara para ahli biblikal mengenai penanggalan kitab Ayub, juga pada kitab-kitab Ketuvim. Ketuvim dalam bahasa Ibrani berarti tulisan, dan itu adalah nama untuk bagian ke-3 Alkitab. Setelah Torah, Neviim atau nabi-nabi.

Kebanyakan para ahli bersepakat bahwa banyak materi kuno dalam kitab Ketuvim, dan mereka mencapai bentuk akhir nya, pada periode setelah pembuangan (post-exilic). Kita akan mempelajari kitab ini dengan tema utama mereka, yaitu sebagai respon terhadap bencana nasional, terutama kekalahan, kehancuran dan pembuangan sekitar tahun 587-586 SM.

Kita akan menggunakan pendekatan yang relatif baru pada bagian ini, yang dikenal sebagai kritik kanonik. Kritik Kanonik ini memusatkan perhatian pada makna dari naskah Alkitab sebagai bentuk akhir yang digunakan dalam komunitas pada masa dan tempat yang berbeda.

Hal ini berbeda dengan kritik Alkitab yang memusatkan perhatian pada asal muasal, struktur dan sejarah dari naskah Alkitab. Dan pada titik mana kisah-kisah dan naskah ini menjadi otoratif dalam komunitas? Dan bagaimana mereka membaca, memahami dan menafsirkannya?

Jadi konteks sejarah, adalah metode utama dalam kiritk ini, dalam memahami tulisan dari para kontributor original dari Alkitab. Kritik Kanonik mengasumsikan jika naskah Alkitab dihasilkan, ditransmisikan, dan dikerjakan-ulang, serta dilestarikan dalam berbagai komunitas oleh orang-orang yang dianggap berwibawa/otoratif. Dan kritik ini mencakup studi mengenai bagaimana kitab-kitab ini berfungsi dalam komunitas yang mempercayai dan menjunjungnya.

Jadi seorang kritikus kanonik mungkin bertanya: "apa arti, otoritas, dan nilai yang dicari oleh penulis Alkitab dalam tradisi-tradisi kuno, yang kemudian dituliskan dalam karya mereka?", "Apa arti, otoritas, dan nilai yang akan didapatkan oleh komunitasnya, atau komunitas berikutnya?", "Mengapa dan bagaimana kelompok keagamaan menerima sesuatu sebagai kanonik?"

Kita akan menggunakan metode ini pada pembahasan bagian ke-3 dari Alkitab. Kita akan melihat Alkitab melalui mata komunitas setelah pembuangan, yang mana mereka menganggapnya sebagai kononik - setidaknya sebagian kitab. Dengan cara ini kita akan memahami bagaimana kitab-kitab ini adalah sebagai respon terhadap sejarah bangsa.

Yang menarik adalah, banyak bagian dalam Ketuvim, mengeksplorasi pertanyaan mengenai penderitaan dan kejahatan, yang menentang beberapa gagasan mendasar dalam Torah dan Neviim.

Bab 4. Pengantar Kitab Mazmur.

Berikutnya kita membahas kitab Mazmur secara garis besar. Kitab ini terdiri dari kumpulan 150 syair relijius yang kebanyakan ditujukan kepada Allah.

Terdapat dialog pendek mengenai Mazmur dalam novel berjudul "Jane Eyre". Di mana seorang gadis berusia 10 tahun bernama Jane - seorang gadis yang polos, namun mengalami penganiayaan, dan ia di wawancara oleh Brocklehurst, seorang kepala sekolah yang galak.

B : Apakah engkau membaca Alkitab?
J : Kadang-kadang.
B : Anda menikmatinya? menyukainya?
J : Saya menyukai kitab Wahyu, Daniel, Kejadian, Samuel, dan sedikit pada Keluaran, dan beberapa bagian pada Raja-Raja, Tawarikh, Ayub dan Yunus.
B : Bagaimana dengan Mazmur? Ku harap engkau menyukainya?
J : Tidak, pak.
B : Tidak? Oh, mengejutkan! Saya memiliki anak kecil, lebih muda dari engkau, ia menghafal 6 ayat Mazmur; dan ketika engkau bertanya padanya, yang mana lebih engkau sukai, mendapatkan gula-gula untuk dimakan, atau ayat Mazmur untuk dibaca, ia akan berkata: 'Oh! ayat Mazmur, para malaikat menyanyikan Mazmur, saya ingin menjadi malaikat kecil didunia ini'; ia akan mendapat 2 gula-gula karena kesalehan itu.
J : Mazmur tidak menarik.
B : Itu pertanda engkau memiliki hati yang jahat.

Menurutku, penulis novel menunjukkan beberapa aspek yang menarik pada dialog itu. Ia telah menunjukkan pengaruh sastra dan selera individu yang nampak pada Jane. Jane menyukai kitab Neviim, Daniel, Wahyu dengan gambaran apokaliptik yang dramatis, juga menyukai karya yang mengandung narasi dan sejarah - Kejadian, Samuel, Keluaran, Raja-Raja, Tawarikh, ia menyukai cerita mengenai orang-orang yang selamat dari cobaan dan kesusahan, seperti nasibnya - Ayub dan Yunus.

Pak Brocklehurst sedang mencari bukti kepolosan dan kesalehan pada Jane, namun yang ia temukan adalah gadis itu tidak menyukai kisah drama cinta, dan menyukai gambaran mengenai penderitaan, dan hal ini mengagetkannya. Anak yang saleh secara alami akan menyukai Mazmur yang dalam pikiran Brocklehurst adalah berisi lagu-lagu para malaikat; mereka mengajarkan kerendahan hati dan rasa hormat, dan anaknya yang saleh menyukai Mazmur.

Jane kurang berminat akan Mazmur, dan preferensinya dalam pikiran penulis novel adalah sebuah kebiadaban dan kenyataan hidup, dan ini adalah pertanda dari sifat jahat/kejam. Namun persepsi Brocklehurst tentang Mazmur, menurutku juga dalam pikiran banyak orang, bukanlah sesuatu yang akurat. Jika Jane melihat lebih telit kedalam kitab Mazmur, ia akan menemukan banyak emosi dan drama penderitaan.

Dalam bahasa Yunani kitab Mazmur disebut Psalmoi. Ini mengandung arti sebuah lagu relijius yang dinyanyikan dengan iringan alat musik yang bernama psalterion (harpa); Jadi mereka membayangkan kitab ini dinyanyikan dengan iringan musik. Psalmoi dalam Septuaginta adalah terjemahan dari bahasa Ibrani, Tehillim, yang berarti "pujian."

Mazmur adalah antologi besar dari syair-syair yang dikumpulkan pada periode pasca-pembuangan, kira-kira pada abad ke-5 atau ke-4 SM. Namun banyak dari syair tersebut dikaitkan dengan pemusik profesional pada Bait Allah, dan syair itu digunakan dalam liturgi. Sebagian besar isi Mazmur ditanggalkan pada periode sebelum pembuangan ke Babel.

Kitab Mazmur hanya memberi kita sedikit informasi, mengenai waktu dan situasi pada saat pengkomposisian. Beberapa, nampaknya digunakan pada saat penobatan raja, yang mungkin saja berarti mereka ditulis ketika raja Daud masih memerintah di Yerusalem.

Mazmur 45 adalah contoh dari sebuah lagu cinta yang ditulis dalam perayaan pernikahan raja dengan penganting asing, dan ini juga menunjukkan penanggalan pada periode sebelum pembuangan, yaitu pada periode monarki. Berikut adalah contoh Mazmur mengenai perkawinan raja:

Mazmur 45:10-17
10. (45-11) Dengarlah, hai puteri, lihatlah, dan sendengkanlah telingamu, lupakanlah bangsamu dan seisi rumah ayahmu!
11. (45-12) Biarlah raja menjadi gairah karena keelokanmu, sebab dialah tuanmu! Sujudlah kepadanya!
12. (45-13) Puteri Tirus datang dengan pemberian-pemberian; orang-orang kaya di antara rakyat akan mengambil muka kepadamu.
13. (45-14) Keindahan belaka puteri raja itu di dalam, pakaiannya berpakankan emas.
14. (45-15) Dengan pakaian bersulam berwarna-warna ia dibawa kepada raja; anak-anak dara mengikutinya, yakni teman-temannya, yang didatangkan untuk dia.
15. (45-16) Dengan sukacita dan sorak-sorai mereka dibawa, mereka masuk ke dalam istana raja.
16. (45-17) Para bapa leluhurmu hendaknya diganti oleh anak-anakmu nanti; engkau akan mengangkat mereka menjadi pembesar di seluruh bumi.
17. (45-18) Aku mau memasyhurkan namamu turun-temurun; sebab itu bangsa-bangsa akan bersyukur kepadamu untuk seterusnya dan selamanya.

Para ahli biblikal membagi kitab Mazmur dalam 5 koleksi utama. Masing-masing dari syair ini ditutup dengan suatu pujian kecil yang menunjukkan bahwa ini adalah akhir dari sebuah bagian:

1: Himne pujian & syukur.
8, 19, 23, 24, 46, 103, 104, 114, 115, 118, 131, 136, 139, 150.

2. Penobatan, Istana atau Syair Mesianik.
2, 21, 45, 72, 93, 96, 97, 98, 99, 110.

3. Syair Ratapan, Petisi dan Hutang.
22, 44, 55, 74, 78, 79, 80, 105, 106.

4. Syair Berkat dan Kutuk.
1, 109, 137.

5. Syair Kebijaksanaan, Meditasi dan Instruksi.
32, 37, 49, 52, 73, 90, 112, 119, 128.

Yang terbaru adalah berdasarkan urutan kronologi. Diperkirakan nomor 5, mungkin adalah yang paling akhir, karena pada naskah Qumran (Dead Sea Scrolls) terdapat variasi yang besar, dan menunjukkan bahwa mereka masih fleksibel selama beberapa waktu sebelum akhirnya dibuat menjadi bentuk final.

nomor 2, atau buku ke-2, pada Mazmur 72:2 terdapat akhiran "Sekianlah doa-doa Daud bin Isai." Jadi pada suatu masa, Mazmur dari Daud dianggap telah berakhir. Hampir semua Mazmur pada buku ke-1 diawali dengan kata kepada atau dari, Daud.

Berdasarkan tradisi, kitab Mazmur diatributkan kepada raja Daud, dan ini bermuara pada fakta, 72 bab dari 150 bab Mazmur secara eksplisit disebutkan Mazmur Daud. Dan dalam kitab sejarah Daud dikisahkan sangat pandai bermain musik. Dan hal ini di pandang sebagai penambahan pada masa akhir, jadi mungkin kitab Mazmur dikatakan disusun oleh Daud atau para dinasti Daud, dengan kata lain syair-syair tersebut adalah hasil patronase dinasti Daud.

Didalam naskah Alkitab itu sendiri terdapat informasi mengenai penulis lain untuk beberapa Mazmur, di percaya 72 bab berasal dari Salomon. Dan bab 90 di anggap berasal dari Musa, yang lainnya berasal dari Assaf dan anak-anak Korah.

Korah adalah nenek moyang dari keluarga imam. Beberapa dari mereka dengan jelas nampak berasal dari periode setelah pembuangan. Bab 74 berisi ratapan kehancuran Bait Allah.

Mazmur 137:1-6
1. Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion.
2. Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kita menggantungkan kecapi kita.
3. Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kita meminta kepada kita memperdengarkan nyanyian, dan orang-orang yang menyiksa kita meminta nyanyian sukacita: "Nyanyikanlah bagi kami nyanyian dari Sion!"
4. Bagaimanakah kita menyanyikan nyanyian TUHAN di negeri asing?
5. Jika aku melupakan engkau, hai Yerusalem, biarlah menjadi kering tangan kananku!
6. Biarlah lidahku melekat pada langit-langitku, jika aku tidak mengingat engkau, jika aku tidak jadikan Yerusalem puncak sukacitaku!

Ayat diatas adalah jelas dari perspektif orang di pembuangan. Jadi apa yang kita miliki adalah sebuah antologi, antologi dari ekspresi keagamaan yang berasal dari berabad-abad sejarah Israel. Jadi meskipun klaim dari tradisi agama bahwa Mazmur ditulis oleh Daud, adalah nampak jelas bahwa tidak semua seperti itu.

Beberapa Mazmur berorientasi pada ibadah komunitas, beberapa bersifat ibadah individu. Di masa lampau, orang-orang Israel kuno berdoa kepada Allah di kuil sebagai anggota komunitas yang terikat oleh perjanjian.

Kembali ke Index Artikel

Selasa, 17 Januari 2017

Siapa Penulis Kitab Ayub?

Kitab Ayub, mungkin buku yang paling aneh dalam Alkitab, ia berdasarkan legenda dari ribuan tahun silam, serta tertulis dalam bahasa Ibrani yang tidak lazim. Kitab ini sangat sulit untuk diperkirakan masa penulisannya.

Namun yang jelas inti kitab ini adalah sebuah essay mengenai "the problem of evil," masalah kejahatan. Kitab ini dimulai dengan Allah dan Satan yang sedang berbincang tentang tokoh yang bernama Ayub, yang digambarkan sebagai seorang yang saleh dan jujur; takut akan Allah dan menjauhi kejahatan (1:1).

Satan berkata kepada Allah bahwa, Ayub hanya saleh karena ia kaya raya; jika menderita, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu (1:11). Allah lalu menerima tantangan Satan untuk menghancurkan kehidupan Ayub.

Satan membunuh anak-anaknya, melenyapkan kekayaannya dan menimpakan penyakit kulit yang mengerikan. Istri Ayub yang tidak disebutkan namanya, berseru: "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!" (2:9), namun Ayub tetap teguh.

Kisah ini kemudian berubah dari sebuah narasi, menjadi percakapan filosofis antara Ayub dan temannya, yakni: Elifas, Bildad, Zofar, yang masing-masing berpendapat bahwa setiap ganjaran dan penghukuman adalah berasal dari Allah. Allah itu adil, dan Ayub sedang menerima penghukuman, dari sebuah dosa besar.

Seorang Karakter muncul secara tiba-tiba dalam kisah ini - Elihu, yang turut menuduh Ayub (bab 32-37). Para ahli kitab menduga tokoh ini adalah tambahan yang diselipkan dalam kitab Ayub, yang berasal dari masa berikutnya, karena setting awal yang disebut cuma 3 teman Ayub.

Di kisahkan Ayub membantah jika ia telah berbuat dosa, dan berseru kepada langit untuk menjadi saksi atas namanya. Setelah itu  (38:1) Allah muncul dalam bentuk angin puyuh yang secara implisit menjawab pertanyaan Ayub, tentang Ia yang tidak adil.

Banyak para ahli kitab yang percaya jika bagian ini tidak ada dalam kisah aslinya, namun ditambahkan oleh editor kemudian, hal ini karena terdapat pelencengan. Allah menjelaskan bahwa Ayub hanyalah  manusia biasa, dan tidak akan mampu memahami tindakan Allah.

Ia bertanya kepada Ayub secara retorika - Apakah Ayub pernah membunuh Behemoth dan naga, seperti yang telah dilakukan-Nya? dan dalam puisi yang panjang, tergambar mengenai 2 mahluk mitologi ini hingga berakhir pada bab 41.

Kitab ini kemudian berakhir dengan bahagia - kekayaan Ayub dikembalikan dan ia diberi anak-anak baru.

Logat Bahasa Ibrani Yang Aneh.

Dikarenakan kisah ini tidak memiliki konteks sejarah, serta tidak menyebut figur bersejarah lainnya, maka sangat sulit untuk ditentukan masa penulisannya.

Talmud (yang diredaksikan sekitar tahun 500 M) memiliki beberapa versi penjelasan. Talmud- Bava Barta 14b, mengatakan kitab ini ditulis oleh Musa, akan tetapi pada halaman berikutnya (15a), rabbi Jonathan dan Eliezer mengatakan Ayub adalah salah seorang dari rombongan yang kembali dari pembuangan Babel pada tahun 538 SM, yang berarti sekitar 700 tahun setelah Musa seharusnya wafat.

Halaman yang sama dari Talmud menyatakan bahwa Ayub bukanlah figur nyata dan keseluruhan kitab hanyalah sebuah alegori; juga ada yang mengatakan Ayub hidup sezaman dengan Yakub atau Abraham.

Para ahli kitab moderen berpikir mereka memiliki petunjuk, walau tidak ada titak referensi sejarah, namun mereka dapat menganalisis dari bahasa dan konsep theologi, kemudian membandingkannya dengan naskah-naskah Ibrani lainnya yang asal-usul nya diketahui.

Namun demikian terdapat beberapa rintangan. Bahasa dalam kitab Ayub tidak seperti kitab lain dalam Alkitab, ia sangat asing. Walau kitab ini tertulis dalam bahasa Ibrani, namun dalam gaya bahasa yang aneh. Ia memiliki kata-kata yang unik dan sangat kuno, yang mungkin merujuk bahwa ia berasal dari masa sangat kuno, namun demikian ia juga sangat dipengaruhi oleh bahasa Aramaik, yang membuatnya menjadi relatif baru.

Berbagai hipotesa diajukan untuk menjelaskan tentang keanehan bahasa ini, dari ditulis oleh orang-orang Yahudi yang hidup ditanah Arab, hingga proses penterjemahan yang buruk dari bahasa Aramaik.

Namun hipotesis yang paling populer saat ini adalah sang penulis memiliki  bahasa utama Aramaik, dan Ibrani adalah bahasa literatur, dan penggunaan istilah kuno adalah kesengajaan. Hal ini menunjukkan bahwa kita sedang berbicara tentang seorang penulis yang kemungkinan besar, hidup pada awal periode Bait Allah ke-2.

Satan sebagai tangan kanan Allah.

Selain itu terdapat kepercayaan keagamaan tersaji dalam kitab ini, yang menampilkan Satan sebagai anggota dari dewan Allah (dewan surgawi). Figur Satan tidak pernah disebutkan dalam kitab-kitab sebelum masa pembuangan. Yang mana menunjukkan bahwa kitab ini ditulis setelah masa pembuangan di Babel.

Selain itu, Satan tidak disajikan sebagai kekuatan jahat yang dasyat, seperti dalam kitab Tawarikh, yang diyakini ditulis pada abad ke-4 SM, maka kitab Ayub kemungkinan ditulis sebelum itu. Satan dalam kitab Ayub mirip dengan satan dalam kitab Zakharia, yang ditulis pada awal periode Bait Allah ke-2, yang menunjukkan bahwa kedua kitab ini ditulis pada periode yang sama - akhir abad ke-6 atau awal abad ke-5 SM.

Kitab Ayub juga tidak menyebut mengenai ganjaran pahala dan penghukuman di akhirat. Jika penulis menyadari kepercayaan ini, sangat mungkin dinarasikan jika Ayub akan menerima ganjaran pahala setelah kematian.

Hal tersebut juga mendukung penanggalan kitab ini pada awal periode Bait Allah ke-2, karena kepercayaan akan ganjaran dan penghukuman di akhirat baru muncul pada kitab Daniel - yang diyakini ditulis pada abad ke-2 SM. Dan juga tidak mungkin kitab Ayub ditulis pada abad ke-2 SM, karena versi terjemahan kedalam bahasa Aramaik dari kitab Ayub ditemukan diantara Dead Sea Scrolls.

Tanda arkeologi dari zaman kuno.

Bahkan jika kisah Ayub ditulis pada awal periode Bait Allah ke-2 (akhir abad ke-6 sampai abad ke-4 SM), hal ini tidak menunjukkan jika kisah ini adalah baru, bahkan kita mengetahui jika ia sangat kuno.

Yehezkiel (hidup sekitar 622-570 SM) menyebutkan Ayub bersama-sama dengan figur Nuh dan Daniel sebagai orang-orang terkenal dimasa lampau (Yehezkiel 14:14). Hal ini berarti bagi Yehezkiel, Ayub adalah salah satu figur mitologis yang populer diceritakan diseluruh wilayah Timur-Tengah, dan tidak eksklusif pada bangsa Yehuda, seperti halnya karakter Nuh - yang sepertinya muncul dalam Epos Gilgamesh, dan karakter Daniel terkenal dalam mitos di kota kuno Ugarit.

Para arkeolog juga telah menemukan beberapa kisah yang tertulis dari masa  kuno tentang dewa yang menghukum seorang pria yang hidup dengan lurus: yang setara dengan kisah Ayub, atau bahkan bisa jadi adalah asal mula dari kisah Ayub itu sendiri. Kisah serupa juga terdapat di Mesir kuno sekitar 4500 tahun silam, Akkad atau Sumeria (5000 tahun silam).

Sangat mungkin pada dunia kosmolitan periode Persia - sekitar tahun 550 - 350 SM - seorang Yahudi, yang hidup di Mesir - Palestina - Babel, yang berbahasa ibu Aramaik, mengambil leganda lisan ini dan kemudian menuliskannya ke dalam bahasa Ibrani. Siapa identitas sebenarnya, tidak akan kita ketahui, namun mengingat caranya menulis buku, ia mungkin seorang juru tulis.

Oleh Elon Gilad, 14-11-2016
http://www.haaretz.com/jewish/features/1.741973

Tambahan :

Juru tulis dimasa lampau, biasanya tidak memberi informasi tentang identitas dari penulis pada karya mereka. Tidak seperti di masa moderen, orang dimasa lampau ketika mendengar sebuah cerita, tidak berpikir: "kira-kira siapa penulisnya?" Mereka tidak peduli siapa penulisnya, karena semua kisah-kisah yang diceritakan turun-temurun lintas generasi, adalah cerita yang bagus.

Dalam kitab Yehezkiel terdapat cerita pendek mengenai Ayub, dimana Ayub menyelamatkan anak-anaknya melalui kebenarannya.

Yehezkiel 14:20
Dan biarpun Nuh, Daniel dan Ayub berada di tengah-tengahnya, demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, mereka tidak akan menyelamatkan baik anak laki-laki maupun anak perempuan, melainkan mereka akan menyelamatkan hanya nyawanya sendiri karena kebenaran mereka.

Yang nampaknya tidak berhubungan dengan Ayub dalam Alkitab. Kita juga menyaksikan tradisi kuno mengenai Ayub yang sangat sabar dan tidak pernah terletup kemarahannya kepada Allah, pada kitab apokrip "Perjanjian Ayub - Testament of Job" dibandingkan dengan Ayub 9.

Hal ini menunjukkan bahwa ada banyak cerita tentang Ayub di dunia kuno, dan apa yang terdapat dalam kitab Ayub hanya lah salah satunya.

Sekarang kita telah mengetahui tentang bagaimana kitab-kitab dalam Alkitab itu tertulis. Para ahli cukup yakin bahwa banyak penulis yang terlibat dalam penyusunan kitab Ayub. Perbedaan mencolok pada tema dan sikap diantara prolog dan epilog, menunjukkan bahwa kisah ini adalah sebuah cerita rakyat yang diperluas dengan dialog-dialog, serta fitur karakter Elihu adalah tambahan kemudian. Dan penulis pada masa Yunani menulis kitab Ayub, lebih pendek dari kitab Ayub sekarang, mereka memotong beberapa dialog.

Jadi, kapan dimulainya proses penyusunan kitab ini? Beberapa ahli berpendapat untuk waktu terlama pada abad ke-10 SM, karena ia nampak memiliki istilah dan mata uang kuno (Ayub 42:11 - Kesitah/Qesitah). Namun beberapa ahli biblikal seperti Edward Greenstein, menerangkan bahwa bahasa yang digunakan sebenarnya bukan lah bahasa kuno - ia hanya dibuat nampak demikian dalam rangka memberikan nuansa kuno. Demikian pula dalam kitab Ayub terdapat istilah-istilah yang sepertinya berasal dari wilayah Trans-Jordan (Edom, Moab, Ammon) seakan dari sebuah negeri yang kuno pada masa lampau.

Berdasarkan resonansi ayat pada:

kitab Yesaya ke-2:

Yesaya 44:24
Beginilah firman TUHAN, Penebusmu, yang membentuk engkau sejak dari kandungan; "Akulah TUHAN, yang menjadikan segala sesuatu, yang seorang diri membentangkan langit, yang menghamparkan bumi--siapakah yang mendampingi Aku?

Ayub 9:8
yang seorang diri membentangkan langit, dan melangkah di atas gelombang-gelombang laut;

kitab Ratapan

Ratapan 3:7-9
7. Ia menutup segala jalan ke luar bagiku, Ia mengikat aku dengan rantai yang berat.
8. Walaupun aku memanggil-manggil dan berteriak minta tolong, tak didengarkan-Nya doaku.
9. Ia merintangi jalan-jalanku dengan batu pahat, dan menjadikannya tidak terlalui.

Ayub 19:7-8
7. Sesungguhnya, aku berteriak: Kelaliman!, tetapi tidak ada yang menjawab. Aku berseru minta tolong, tetapi tidak ada keadilan.
8. Jalanku ditutup-Nya dengan tembok, sehingga aku tidak dapat melewatinya, dan jalan-jalanku itu dibuat-Nya gelap.

Kitab Yeremia

Yeremia 20:14-18
14. Terkutuklah hari ketika aku dilahirkan! Biarlah jangan diberkati hari ketika ibuku melahirkan aku!
15. Terkutuklah orang yang membawa kabar kepada bapaku dengan mengatakan: "Seorang anak laki-laki telah dilahirkan bagimu!" yang membuat dia bersukacita dengan sangat.
16. Terjadilah kepada hari itu seperti kepada kota-kota yang ditunggangbalikkan TUHAN tanpa belas kasihan! Didengarnyalah kiranya teriakan pada waktu pagi dan hiruk-pikuk pada waktu tengah hari!
17. Karena hari itu tidak membunuh aku selagi di kandungan, sehingga ibuku menjadi kuburanku, dan ia mengandung untuk selamanya!
18. Mengapa gerangan aku keluar dari kandungan, melihat kesusahan dan kedukaan, sehingga hari-hariku habis berlalu dalam malu?

Ayub 3:3
Biarlah hilang lenyap hari kelahiranku dan malam yang mengatakan: Seorang anak laki-laki telah ada dalam kandungan.

Ayub 3:10-11
10. karena tidak ditutupnya pintu kandungan ibuku, dan tidak disembunyikannya kesusahan dari mataku.
11. Mengapa aku tidak mati waktu aku lahir, atau binasa waktu aku keluar dari kandungan?

Yang mana kesemuanya adalah naskah periode pembuangan, maka kita dapat melihat bahwa naskah kitab Ayub ini dikembangkan pada masa yang sama. Hal ini secara kontekstual sangat masuk akal, jika melihat tema kitab Ayub dan nuansa kepahitan dalam dialog puitis mereka.

Selain itu, referensi tentang penjarahan kaum Kasdim (Chaldean) di wilayah Transjordan, juga menunjukkan jika kisah ini masih relatif baru pada zaman itu, yakni pada masa kekaisaran Neo-Babylon (Babel).

Ayub 1:17
Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Orang-orang Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."

Hal ini menempatkan dialog puitis ini disusun pada abad ke-6 atau ke-5 SM, dan ditulis oleh juru tulis yang mencoba untuk mengeksplorasi sisi theologi dan etis dari pengalaman di pembuangan dan penghancuran Bait Allah di Yerusalem.

Dialog Elihu kemungkinan adalah penambahan sekitar abad ke-3 atau ke-4 SM. Kitab ini sudah muncul dalam kumpulan Dead Sea Scrolls, hingga disimpulkan komposisi dari proto-Masoret dari kitab ini adalah tahun 200 SM.

Kamis, 05 Januari 2017

Pengantar Alkitab Ibrani (20)

Kuliah 20 - Respon Terhadap Penderitaan dan Kejahatan: Kitab Ratapan & Kebijaksanaan [November 15, 2006]

Bab 1. Kitab Ratapan.

Ketika bangsa Babel membakar Bait Allah dan menghancurkan Yerusalem, reaksi awal dari orang Israel adalah kesedihan yang luar biasa dan ini dituangkan dalam kitab Ratapan.

Kitab ini sangat singkat, dan berisi syair berkabung serta penyesalan akan hilangnya Yerusalem, yang di tangisi seperti kematian seseorang yang sangat dicintai.

Secara tradisional kitab ini dikaitkan dengan Yeremia, walau kitab ini sendiri tidak mengklaim hal tersebut. Hal ini mungkin dikarenakan dari semua nabi, Yeremia satu-satunya yang menunjukkan kesedihan dan duka yang mendalam, serta ia adalah saksi mata dari kehancuran ini.

Ada 5 bab dalam kitab ini, dan 4 bab nya adalah puisi akrostik, yang berarti setiap ayat (kebanyakan ayatnya), dimulai dengan huruf abjad secara berurutan.

Ratapan atas Yerusalem, sangat mirip dengan ratapan Daud atas Saul. Yang membandingkan secara kontras kemegahannya yang terdahulu dengan kondisi sekarang. Kita menemukan banyak prototipe berbagai jenis ratapan mengenai kehancuran kota-kota dalam kebudayaan Timur-Tengah Kuno, yang dipahami sebagai keputusan dewa patron untuk meninggalkan kota tersebut.

Dalam kitab Ratapan, kita mendapatkan gambaran yang sangat rinci mengenai penderitaan dan kesedihan besar pada saat keruntuhan Yerusalem.

Ratapan 1:1
Ah, betapa terpencilnya kota itu, yang dahulu ramai! Laksana seorang jandalah ia, yang dahulu agung di antara bangsa-bangsa. Yang dahulu ratu di antara kota-kota, sekarang menjadi jajahan.

Ratapan 4
1. Ah, sungguh pudar emas itu, emas murni itu berubah; batu-batu suci itu terbuang di pojok tiap jalan.
2. Anak-anak Sion yang berharga, yang setimbang dengan emas tua, sungguh mereka dianggap belanga-belanga tanah buatan tangan tukang periuk.
3. Serigalapun memberikan teteknya dan menyusui anak-anaknya, tetapi puteri bangsaku telah menjadi kejam seperti burung unta di padang pasir.
4. Lidah bayi melekat pada langit-langit karena haus; kanak-kanak meminta roti, tetapi tak seorangpun yang memberi.
5. Yang biasa makan yang sedap-sedap mati bulur di jalan-jalan; yang biasa duduk di atas bantal kirmizi terbaring di timbunan sampah.
6. Kedurjanaan puteri bangsaku melebihi dosa Sodom, yang sekejap mata dibongkar-bangkir tanpa ada tangan yang memukulnya.
7. Pemimpin-pemimpin lebih bersih dari salju dan lebih putih dari susu, tubuh mereka lebih merah dari pada merjan, seperti batu nilam rupa mereka.
8. Sekarang rupa mereka lebih hitam dari pada jelaga, mereka tidak dikenal di jalan-jalan, kulit mereka berkerut pada tulang-tulangnya, mengering seperti kayu.
9. Lebih bahagia mereka yang gugur karena pedang dari pada mereka yang tewas karena lapar, yang merana dan mati sebab tak ada hasil ladang.
10. Dengan tangan sendiri wanita yang lemah lembut memasak kanak-kanak mereka, untuk makanan mereka tatkala runtuh puteri bangsaku.

Penulis nampak mengadopsi penafsiran standar dari mazhab Deuteronomi, mengenai kenajisan Yerusalem mengakibatkan musibah ini terjadi. Kesalahan dan dosa mereka, bahkan melebihi kejahatan Sodom. Ini adalah sebuah strategi untuk melegitimasi keputusan Yahweh.

Ia juga menyalahkan para imam dan nabi yang korup, termasuk menggugat ideologi populer mengenai keteguhan Zion. Akibat begitu besar dosa Israel, Yahweh lalu menjadi murka dan menghancurkan Yerusalem.

Deskripsi mengenai murka Yahweh adalah salah satu yang paling kuat dan kejam dalam Alkitab Ibrani. Ia cenderung memusatkan perhatian kepada jeritan penderitaan. Anak-anak yang menangis untuk roti, dan mati dalam kelaparan, para wanita yang diperkosa, dan para lelaki yang mengalami penyiksaan.

Pada bab 3, syair berubah menjadi sudut pandang orang pertama, dan Yerusalem sedang berbicara mengenai penyiksaan dan penganiyaan dari tuannya yang murka.

Ratapan 3:1-11
1. Akulah orang yang melihat sengsara disebabkan cambuk murka-Nya.
2. Ia menghalau dan membawa aku ke dalam kegelapan yang tidak ada terangnya.
3. Sesungguhnya, aku dipukul-Nya berulang-ulang dengan tangan-Nya sepanjang hari.
4. Ia menyusutkan dagingku dan kulitku, tulang-tulangku dipatahkan-Nya.
5. Ia mendirikan tembok sekelilingku, mengelilingi aku dengan kesedihan dan kesusahan.
6. Ia menempatkan aku di dalam gelap seperti orang yang sudah lama mati.
7. Ia menutup segala jalan ke luar bagiku, Ia mengikat aku dengan rantai yang berat.
8. Walaupun aku memanggil-manggil dan berteriak minta tolong, tak didengarkan-Nya doaku.
9. Ia merintangi jalan-jalanku dengan batu pahat, dan menjadikannya tidak terlalui.
10. Laksana beruang Ia menghadang aku, laksana singa dalam tempat persembunyian.
11. Ia membelokkan jalan-jalanku, merobek-robek aku dan membuat aku tertegun.

Dan bagian yang sangat kejam, penulis menggambarkan Yahweh menolak untuk mendengar doa Israel, Ia tidak memaafkan mereka, hanya ada penghukuman dari-Nya.

Ratapan 3:42-45
42. Kami telah mendurhaka dan memberontak, Engkau tidak mengampuni.
43. Engkau menyelubungi diri-Mu dengan murka, mengejar kami dan membunuh kami tanpa belas kasihan.
44. Engkau menyelubungi diri-Mu dengan awan, sehingga doa tak dapat menembus.
45. Kami Kaujadikan kotor dan keji di antara bangsa-bangsa.

Yahweh menolak untuk mendengar doa Israel, ini adalah penekanan atas penderitaan Israel yang luar biasa, dan Yahweh mengeraskan hatinya. Puisi ini diakhiri dengan permohonan perdamaian.

Ratapan 5:19-22
19. Engkau, ya TUHAN, bertakhta selama-lamanya, takhta-Mu tetap dari masa ke masa!
20. Mengapa Engkau melupakan kami selama-lamanya, meninggalkan kami demikian lama?
21. Bawalah kami kembali kepada-Mu, ya TUHAN, maka kami akan kembali, baharuilah hari-hari kami seperti dahulu kala!
22. Atau, apa Engkau sudah membuang kami sama sekali? Sangat murkakah Engkau terhadap kami?

Ratapan adalah salah satu respon atas kejatuhan Yerusalem. Ini adalah perasaan kehilangan yang luar biasa, selain kesedihan juga rasa kaget pada perlakuan Yahweh terhadap mereka. Kemudian  timbul rasa kerinduan untuk rekonsiliasi.

Pada periode transisi, yaitu 200 tahun setelah peristiwa penghancuran, literatur bangsa Israel kebanyakan bertema tantangan untuk menjawab secara filosis dan relijius atas kehancuran Israel.

Bagaimana penjelasan tentang peristiwa ini? kita telah melihat penjelasan dari mazhab Deuteronomis, mengenai hukuman kolektif akibat penyembahan berhala.

Serta penjelasan Yehezkiel (sang Imam) yang memperkenalkan gagasan tentang hubungan yang tak teputus dengan Yahweh dipembuangan, serta menunggu pemulihan secara fantastis, dan desain ulang dari sifat dasar manusia.

Kita juga melihat penjelasan Yesaya ke-2 yang menekankan makna atas sebuah misi universal dari penderitaan Israel, ia perlu dimurnikan dan proses penebusan akan terjadi, dan ia akan memainkan peran utama dalam sejarah dunia.

Ada penjelasan atau respon lain yang dapat kita lihat pada bagian lain dari Alkitab, yaitu Ketuvim, yang berarti tulisan.

Ketuvim adalah bagian ke-3 setelah Torah, dan Neviim. Ketuvim memiliki status otoratif pada komunitas setelah periode pembuangan (post-exilic), dan mereka digunakan untuk melihat dan memahami sejarah Israel.

Bab 2. Pengantar Kitab Kebijaksanaan Dalam Ketuvim.

Terdapat 3 Kitab Kebijaksanaan yang kita sebut sebagai literatur sastra dan tradisi kebijaksanaan Israel kuno, mereka adalah Amsal, Ayub, Pengkhotbah.

Kitab ini juga merupakan salah satu bagian dari warisan tradisi yang lebih luas di Timur-Tengah kuno, dan memiliki banyak paralel dengan  sastra Mesir dan Mesopotamia (terlepas dari pandangan monotheisme Israel).

Sastra kuno tersebut banyak bertema pujian terhadap kecerdasan manusia dalam usahanya memahami bagaimana dunia dan hubungan sosial berjalan. Ia mengandung petuah-petuah tradisional, yang telah dilakukan berualangkali dan terbukti benar.

Sesuai dengan gaya sastra tersebut, literatur kebijaksanaan Israel tidak menyinggung mengenai kondisi historis dari Israel.

Ia cenderung berbicara mengenai kondisi manusia secara umum, juga tidak mengklaim merupakan wahyu illahi yang disampaikan oleh figur nabi. Ia merupakan penghayatan akan kebijaksanaan; saran dan nasihat yang telah diuji dan dikonfirmasi melalui pengalaman.

Jika kita membuka kitab Amsal dan membacanya sambil melompati kata Yahweh, anda akan menemukan nya serupa dengan literatur kebijaksanaan  di Mesir dan Mesopotamia.

Kata Ibrani untuk kebijaksanaan (hikmat) adalah Hokhmah, yang secara harfiah berarti keterampilan, yang merujuk pada keterampilan untuk hidup secara baik dan benar.

Para ahli biblikal membagi 3 klasifikasi atas literatur Kebijaksanaan:

1. Kebijaksanaan keluarga atau Klan. Ia cenderung berisi pribahasa dan pengamatan yang logikal, dan ini umum pada setiap budaya. Mereka tersebar dalam Alkitab, namun kebanyakan terkonsentrasi dalam kitab Amsal. Berikut contohnya :

Amsal 15:17
Lebih baik sepiring sayur dengan kasih dari pada lembu tambun dengan kebencian.

Amsal 25:25
Seperti air sejuk bagi jiwa yang dahaga, demikianlah kabar baik dari negeri yang jauh.

Amsal 26:14
Seperti pintu berputar pada engselnya, demikianlah si pemalas di tempat tidurnya.

2. Kebijaksanaan pemerintahan. Kita dapat menemukan kemiripannya dengan literatur Mesir, yang berisi saran birokrasi, administrasi, karir, instruksi sopan santun, bagaimana cara berdiplomasi, bagaimana hidup dengan baik dan makmur, atau kebijaksanaan praktis. Contohnya :

Amsal 11:14
Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada.

Amsal 12:1
Siapa mencintai didikan, mencintai pengetahuan; tetapi siapa membenci teguran, adalah dungu.

Amsal 21:23
Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada kesukaran

Amsal 24:27
Selesaikanlah pekerjaanmu di luar, siapkanlah itu di ladang; baru kemudian dirikanlah rumahmu.

3. Kebijaksanaan refleksi. Ia bersifat refleksi dan penggalian dari sebuah masalah kritis dalam eksistensi manusia, secara detail ini berada pada kitab Ayub.

Semua literatur kebijaksanaan cenderung universal, humanistis, dan ahistoris. Tidak ada yang khusus mengenai orang Israel didalamnya. Ia tidak akan menyinggung peristiwa keluaran, Sinai, atau menyinggung Musa dan masalah Perjanjian dengan Yahweh, atau narasi sejarah bangsa.

Kadang-kala terdapat upaya untuk menghubungkan kebijaksanaan dengan kepercayaan Yahweisme. Namun secara umum ia lebih menekankan moralitas dan menimbulkan perasaan "takut akan Allah" ketimbang perjanjian bersejarah dengan Yahweh.

Bab 3. Kitab Amsal.

Amsal termasuk kitab klasik kebijaksanaan. Ia memiliki beberapa materi yang sangat kuno, meski ia baru mencapai bentuk akhirnya setelah periode pasca-pembuangan (post-exilic).

Dikarenakan terdapat banyak persamaan antara Amsal dan literatur Mesir dan Kanaan, hal itu dianggap sebagai petunjuk bahwa orang Israel telah mengasimilasi kitab ini dari beberapa literatur kebijaksanaan yang lebih luas.

Tujuan utama kitab Amsal adalah untuk menanamkan pengetahuan kebijaksanaan agar dicapai ketenangan sosial dan kebahagiaan hidup.

Orang-orang muda harus belajar menguasai impuls mereka, dan menjalani kehidupan yang produktif dan logis.

Banyak dari pepatah yang dikandungnya dimaksudkan untuk mendidik anak lelaki, tidak disebutkan tentang anak perempuan.

Dan bab 1-9 sering disebut sebagai pedagogical (berhubungan dengan pendidikan), serta memiliki banyak persamaan dengan literatur Mesir yang berasal dari millenium ke-3 SM - Ajaran Amenemopet dari Mesir atau Nasehat Kebijaksanaan dari Mesopotamia; mereka memiliki kesamaan yang luar biasa.

Dalam 9 bab pertama ini terdapat peringatan terhadap godaan dari perempuan asing yang merujuk pada kebodohan, dan menasehati kaum muda untuk lebih mengejar wanita saleh yang merujuk pada kebijaksanaan (Hikmat).

Namun pada bab 8 sang wanita saleh atau Hikmat ini mulai berbicara dengan sudut pandang orang ke-1, dan berbicara bahwa ia lah yang pertama kali diciptakan sebelum penciptaan. Dan ia membantu Yahweh dalam penciptaan. Dan ia bersama-sama dengan Yahweh pada suatu waktu.

Amsal 8:22-31
22. TUHAN telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebagai perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala.
23. Sudah pada zaman purbakala aku dibentuk, pada mula pertama, sebelum bumi ada.
24. Sebelum air samudera raya ada, aku telah lahir, sebelum ada sumber-sumber yang sarat dengan air.
25. Sebelum gunung-gunung tertanam dan lebih dahulu dari pada bukit-bukit aku telah lahir;
26. sebelum Ia membuat bumi dengan padang-padangnya atau debu dataran yang pertama.
27. Ketika Ia mempersiapkan langit, aku di sana, ketika Ia menggaris kaki langit pada permukaan air samudera raya,
28. ketika Ia menetapkan awan-awan di atas, dan mata air samudera raya meluap dengan deras,
29. ketika Ia menentukan batas kepada laut, supaya air jangan melanggar titah-Nya, dan ketika Ia menetapkan dasar-dasar bumi,
30. aku ada serta-Nya sebagai anak kesayangan, setiap hari aku menjadi kesenangan-Nya, dan senantiasa bermain-main di hadapan-Nya;
31. aku bermain-main di atas muka bumi-Nya dan anak-anak manusia menjadi kesenanganku.

Amsal menghargai kerja keras dan ketekunan, dan memperingatkan akan bahaya tidur dan hubungan seksual yang berlebihan, serta anggur. Ia menyarankan kejujuran dalam urusan perdagangan, juga sikap murah hati dan lain-lain. Kekayaan adalah hal yang baik, namun untuk mencapainya tidak dengan harus mengorbankan ketenangan dan kedamaian.

Ucapan kebijaksanaan yang muncul dalam kitab Amsal biasanya terdiri dari 2 baris kalimat pendek, dan baris kedua adalah paralel dari baris pertama, hal seperti ini dalam ilmu literatur dikenal sebagai paralelisme.

Fitur lain dari Amsal adalah himkat itu sendiri dilekatkan kedalam konsep agama, ia mencoba untuk menghubungkan hikmat dengan ketaatan kepada Yahweh, hal ini nampak jelas pada:

Amsal 1:7
Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.

Amsal 3:5-8
5. Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.
6. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.
7. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;

Hal yang terpenting dalam kitab Amsal adalah orang fasik dan orang benar akan menerima apa yang layak bagi mereka dalam dunia ini.

Terdapat optimisme akan pemeliharaan Yahweh dan tatanan moral dunia. Perbuatan orang benar adalah baik dan akan membawanya kepada kebahagiaan dan kesuksesan.

Perbuatan orang fasik akan menyebabkan kegagalan dan kehancuran. Terdapat hukum yang jelas dari "reward & punishment" dalam dunia ini.

Amsal 26:27
Siapa menggali lobang akan jatuh ke dalamnya, dan siapa menggelindingkan batu, batu itu akan kembali menimpa dia.

Amsal 13:6
Kebenaran menjaga orang yang saleh jalannya, tetapi kefasikan mencelakakan orang berdosa.

Jika orang benar jatuh dalam penderitaan maka ia sedang mendapat teguran dari Yahweh seperti seorang anak yang sedang disiplinkan oleh ayahnya, dia harus menerima teguran ini dengan lapang dada.

Amsal 3:12
Karena TUHAN memberi ajaran (Yakach = menegur, menghajar, mendisiplinkan) kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi.

Konsep ini tertuang dalam pemikirian orang Israel kuno, terlihat pada respon atau penjelasan tentang bencana yang menimpa Israel, dimana kelompok Deuteronomis menganggap bahwa penderitaan dan musibah yang terjadi atas bangsa adalah sebuah pendisiplinan.

Namun terdapat konsep lain yaitu, sebuah ketaatan dan loyalitas penuh terhadap Yahweh, yang terdapat pada kitab yang luar biasa yaitu Ayub dan Pengkhobah.

Dalam Ayub kita menemukan gagasan, bahwa penderitaan tidak selalu merupakan hukuman. Tidak selalu merupakan tanda bahwa telah terjadi kejahatan. Ia tidak selalu dapat dijelaskan.

Dan ini adalah beberapa subversi dari prinsip dasar Alkitab yang akan kita lihat dalam kitab Ayub.

Bab 4. Strutur Dan Komponen Sastra Kitab Ayub.

Kita tidak memiliki petunjuk untuk menanggalkan kitab Ayub. Kemungkinan sebelum abad ke 6 SM, namun tidak terdapat kesepakatan karena ada beberapa bagian yang tampaknya merupakan tradisi yang sangat kuno.

Kitab ini juga salah satu yang tersulit untuk dipahami, mungkin karena kesimpulannya yang sulit untuk disesuaikan dengan keyakinan dasar agama.

Kita harus membuka pikiran dan membiarkan diri kita untuk terkejut, berusaha memahami alasan Ayub untuk membuat keluhan  terhadap Yahweh. Dan penulis juga menggambarkan bahwa Yahweh mendengar keluhan Ayub, serta Yahweh juga membenarkan keluhan Ayub.

Kitab ini akan menyerang paradigma konvensional yang optimis dalam kitab Amsal. Ia menantang asumsi bahwa terdapat tatanan moral atas dunia ini, ia menjelaskan mengapa Yahweh mengijinkan ketidak-adilan dan penderitaan yang tidak layak, dan kejahatan timbul di dunia ini, serta mengapa orang benar mengalami penderitaan.

Secara literal, kitab ini berisi 2 elemen utama. Pertama, ia memiliki kisah yang menyediakan kerangka utama kitab, pada bab 1-3, yang kemudian bersambung pada akhir kitab yaitu bab 42. Pada kerangka utama yang berupa puisi ini, terselipkan dialog dan pernyataan.

Kerangka utama dari kitab ini, berfokus pada seorang lelaki saleh yang bernama Ayub, ia mendapatkan berbagai bencana yang mengerikan, yang mungkin adalah standar cerita rakyat di Timur-Tengah Kuno.

Cerita ini tidak berlatar-belakang di Israel, dan bukan tentang orang Israel. Ia berada di Edom. Ia adalah seorang pengusaha sukses di wilayah timur, di negeri Uz. Tapi penulis Israel menggunakan legenda kuno Timur-Tengah ini, dengan karakter Ayub untuk tujuan tertentu.

Nama Ayub dalam bahasa Ibrani adalah Iyyov, ia memiliki banyak arti. Ia bisa berarti "musuh" dalam bahasa Ibrani, dengan mengubah beberapa vokalnya (oyyev), atau jika dalam bahasa Aramaik/Aram, ia bisa berarti "orang yang bertobat." Dan kisah ini membuat namanya baik dalam bahasa Ibrani dan Aram berkesesuaian.

Secara garis besar, pada bab 1-2 terdapat pengenalan karakter Ayub yang saleh dan makmur, serta kehancurannya, yang murupakan sebuah tantangan Satan kepada Yahweh.

Pada akhir bab 2, kita menemukan 3 teman Ayub datang untuk duduk bersamanya dalam keheningan selama 7 hari. Pada bab 3-42:7 kita melihat sejumlah besar puisi.

Jika kita melihat bagian puisi: Pertama, kita menemukan dialog antar Ayub dan 3 temannya yang terdapat pada bab 3-31:40.

Dan ini dapat dibagi dalam 3 siklus pernyataan. Pernyataan Ayub adalah pembuka pada siklus ini, kemudian temannya menjawab dalam pola yang teratur. Diantara teman Ayub, yang pertama bersuara adalah Elifas, lalu ditanggapi oleh Ayub, kemudian Bildad, lalu ditanggapi, kemudian Zofar.

Pada awalnya, teman-teman tersebut berusaha untuk menghibur Ayub dan menjelaskan penyebab penderitaannya, namun pernyataan mereka semakin lama semakin kasar, akhirnya menjadi penghinaan terhadap kondisi Ayub.

Dan bagian ini ditutup dengan pernyataan panjang Ayub pada bab 29-31. Dia meratapi kehilangan pada masa lalunya, kehidupan yang menyenangkan dan memprotes bahwa ia tidak bersalah dan meminta Yahweh untuk menjawabnya.

Dan kemudian Elihu, muncul untuk memberi tanggapan pada bab 32-37. Dia menasehati Ayub; ia membela keadilan Allah, dan kemudian diikuti dengan wacana puitis antara Yahweh (Elihu memakai sudut pandang Allah) dan Ayub.

Pada akhirnya Yahweh membenarkan Ayub dan mengecam teman Ayub, dan akhir dari kisah ini, secara tak terduga Ayub dikembalikan ke nasibnya semula dan wafat dalam damai.

Bab 5. Prosa Pembuka Kitab Ayub

Cerita di buka dengan memperkenalkan karakter Ayub. Dia adalah orang yang saleh dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan pada Ayub 1:1. Keutamaan moral Ayub ditegaskan pada kalimat pembuka sebagai fakta narasi.

Namun Ayub menjadi korban tantangan yang dikeluarkan oleh satan dalam sebuah percakapan surgawi. Kata "satan" muncul 4 kali dalam Alkitab, pada Bilangan 22 dan Zakharia 3.

Satan adalah salah satu pelayan Yahweh yang fungsinya adalah untuk menyelidiki urasan di bumi dan bertindak seperti jaksa. Dia harus membawa para pelaku kejahatan ke pengadilan.

Istilah Satan dalam pemikiran Yahudi kemudian dan Kristen berubah menjadi musuh atau lawan Yahweh. Istilah itu berkembang sebagai sarana untuk menjelaskan kejahatan tanpa harus menghubungkan nya dengan Yahweh.

Namun Satan dalam konteks kita adalah, ia bekerja untuk Yahweh. Dan ketika Yahweh membanggakan hamba-Nya Ayub, satan ingin membuktikan ketulusan kesalehan Ayub.

Ayub diberkati dengan nasib yang baik dengan kemakmuran yang melimpah, namun apakah kesalehan itu dapat dipertahankan jika ia mengalami penderitaan? Apakah ketika hartanya diambil, ia akan mengutuk Yahweh?

Dalam naskah asli 'mengutuk' di tulis dalam bentuk eufimistis, yaitu "mendoakan Yahweh", barakh = mendoakan, memberkati. Para penulis kuno menghindari menulis "mengutuk Allah" sehingga diganti dengan "mendoakan Allah."

Yahweh cukup yakin akan kesalehan dan ketulusan Ayub, dan ia menginjinkan satan untuk menguji Ayub. Anak-anak Ayub di bunuh satu persatu, demikian pula dengan ternak-ternak dan hartanya musnah, namun respon Ayub dalam :

Ayub 1:21
katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!"

Narator kemudian menambahkan pada ayat

22 "Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut."

Dan Yahweh lagi-lagi memuji Ayub dihadapan satan, seperti pada

Ayub 2:3
Firman TUHAN kepada Iblis:"Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan."

Hal ini membuat satan meminta izin untuk menambah penderitaan Ayub, dan Yahweh menyetujuinya asal nyawa Ayub tidak dicabut. Dan satan membuat tubuh Ayub penuh dengan luka nanah yang busuk dan menyakitkan. Hal ini membuat istri Ayub menjadi marah dan berkata:

Ayub 2:9
9. Maka berkatalah isterinya kepadanya: "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!" 
10. Tetapi jawab Ayub kepadanya: "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.

Setelah melalui berbagai macam musibah, narator menceritakan bahwa Ayub tidak sekalipun berbuat dosa dengan bibirnya, atau menyalahkan nasib buruk kepada Yahweh. Namun apakah hatinya menyalahkan Yahweh? Jika kita melihat pada kesimpulan dari kisah ini, Ayub mendapat berkah yang berlimpah atas segala kesabaran dan loyalitasnya, baik keturunan atau pun harta bendanya menjadi berlipat dibanding sebelumnya.

Kisah rakyat ini mengenai orang benar yang sedang mendapat ujian, serta menerima nasibnya, mempertahankan imannya, dan ia akhirnya mendapatkan penghargaan. Kitab ini memiliki nilai-nilai kesalehan yang khas dari literatur mazhab Deuteronomis.

Bab 6. Siklus Puisi Dalam Kitab Ayub.

Berikut kita akan menyimak tuduhan-tuduhan Ayub terhadap Yahweh. Ia mengatakan bahwa Yahweh telah salah urus atas dunia ini, dan menyangkal adanya tatanan moral dunia.

Kawan-kawan Ayub mengatakan bahwa Ayub menderita karena ada dosa tersembunyi, dan  Ayub membela diri bahwa ia tidak pantas menerima penderitaan. Dan kita akan melihat beberapa analisis dari Edwin Good akan kitab ini.

Walau Ayub tidak sampai mengutuk Yahweh dalam pernyataan pertamanya, namun ia mengutuk hari kelahirannya, serta menyinggung pula tentang proses penciptaan, pada dasarnya Ayub mengecam segala hal yang telah diciptakan oleh Yahweh sebagai sang pencipta kosmos.

Dan ia mengharapkan kematian, walau ia tidak mempertanyakan mengapa bencana ini terjadi padanya, namun ia mempertanyakan mengapa ia harus hidup ketika ia lebih suka untuk mati.

Jawaban Elifas sangat panjang dan rumit, ia menawarkan penghiburan, namun menyelipkan unsur keadilan:

Ayub 4:7-8
7. Camkanlah ini: siapa binasa dengan tidak bersalah dan di manakah orang yang jujur dipunahkan?
8. Yang telah kulihat ialah bahwa orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan, ia menuainya juga.

Elifas membawa sudut pandang literatur Hikmat seperti dalam kitab Amsal, kepercayaan akan adanya keadilan illahi, bahwa tidak ada penderitaan yang tidak patut, implikasinya Ayub pantas menerima penderitaan itu. Pertanyaan "penderitaan yang tidak layak" sekarang akan mendominasi sisa diskusi.

Pernyataan ke-2 Ayub sangat kacau dan penuh dengan gambar liar yang bertentangan dan mungkin mencerminkan rasa kaget dan sakit serta kemarahan yang membanjiri dirinya. Ia mengakui tidak sempurna, namun ia keberatan karena merasa tidak layak mendapatkan penderitaan tersebut.

Pada bab 8 Bildad berbicara dan mengatakan bahwa perkataan Ayub tidak bijaksana, dan mengatakan:

Ayub 8:3-4
3. Masakan Allah membengkokkan keadilan? Masakan Yang Mahakuasa membengkokkan kebenaran?
4. Jikalau anak-anakmu telah berbuat dosa terhadap Dia, maka Ia telah membiarkan mereka dikuasai oleh pelanggaran mereka.

Dengan kata lain Yahweh adalah sempurna dan adil dan pada akhirnya semua akan mendapatkan apa yang layak sebagai balasannya. Kematian anak-anak Ayub pasti karena dosa mereka, jadi carilah belas-kasihan Yahweh.

Perkataan teman-teman Ayub ini, membuat Ayub berkesimpulan bahwa Yahweh pasti lah mengabaikan faktor moralitas. Ia sebenarnya tidak memperhitungkan nilai  moralitas pada manusia.

Ayub 9:17,22
17. Dialah yang meremukkan aku dalam angin ribut, yang memperbanyak lukaku dengan tidak semena-mena,
...
22. Semuanya itu sama saja, itulah sebabnya aku berkata: yang tidak bersalah dan yang bersalah kedua-duanya dibinasakan-Nya.

Ia menggemakan kembali kata-kata Yahweh kepada Satan pada prolog, yang membenarkan perkataan Ayub.

Ayub 2:3
Firman TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan."

Istilah-istilah hukum sangat mendominasi dalam kitab ini, Ayub mengemukakan sebuah dakwaan terhadap dirinya, yang kemudian ia alihkan menjadi gugatan kepada Yahweh. Sebuah tuduhan terhadap tindakan semena-mena pada Ayub yang tidak bersalah, dan pembiaran terhadap orang fasik.

Ayub juga menegaskan bahwa Yahweh adalah Allah, dan bukan tandingan manusia, tidak ada penengah antara manusia dan Allah. Manusia tidak akan memenangkan gugatan terhadap Allah, mengenai ketidakadilan.

Ayub 9:2-4
2. "Sungguh, aku tahu, bahwa demikianlah halnya, masakan manusia benar di hadapan Allah?
3. Jikalau ia ingin beperkara dengan Allah satu dari seribu kali ia tidak dapat membantah-Nya.
4. Allah itu bijak dan kuat, siapakah dapat berkeras melawan Dia, dan tetap selamat?

Ayub 10:1-7
1. "Aku telah bosan hidup, aku hendak melampiaskan keluhanku, aku hendak berbicara dalam kepahitan jiwaku.
2. Aku akan berkata kepada Allah: Jangan mempersalahkan aku; beritahukanlah aku, mengapa Engkau beperkara dengan aku.
3. Apakah untungnya bagi-Mu mengadakan penindasan, membuang hasil jerih payah tangan-Mu, sedangkan Engkau mendukung rancangan orang fasik?
4. Apakah Engkau mempunyai mata badani? Samakah penglihatan-Mu dengan penglihatan manusia?
5. Apakah hari-hari-Mu seperti hari-hari manusia, tahun-tahun-Mu seperti hari-hari orang laki-laki,
6. sehingga Engkau mencari-cari kesalahanku, dan mengusut dosaku,
7. padahal Engkau tahu, bahwa aku tidak bersalah, dan bahwa tiada seorangpun dapat memberi kelepasan dari tangan-Mu?

Ayub mengulangi keinginannya untuk mati, kali ini bukan karena begitu berat penderitaannya, namun karena pandangannya terhadap keadilan di dunia ini telah runtuh.

Ia melihat bahwa tidak ada campur tangan kekuatan illahi terhadap ketidak-adilan. Ini adalah subversi dari asumsi umum alkitabiah.

Namun perkataan Ayub nampak tak berarti bagi lawan bicaranya.
Elifa menyiratkan bahwa Ayub orang berdosa.
Bildad menegaskan bahwa anak-anak Ayub mati untuk dosa mereka.
Zofar mengklaim bahwa penderitaan Ayub masih kurang dari yang seharusnya ia terima.
Ayub meyakini bahwa jika ia berdosa, maka penderitaan yang diterimanya tidaklah sepadan. Yahweh sangat tidak adil. Ia marah dan mengeluh atas ketidakadilan itu.

Dalam pernyataan ke-4 Ayub - yang merupakan pembuka siklus kedua - ia menyinggung tentang penciptaan alam semesta. Yahweh adalah penciptanya dan memiliki kekuatan absolut, namun ia tidak mengatur tatanan alam semesta dan manusia, dan ini adalah subversi dari kitab Kejadian yang menggambarkan penciptaan alam semesta sebagai proses yang tujuannya untuk memuliakan manusia.

Ayub 13:15
Lihatlah, Ia hendak membunuh aku, tak ada harapan bagiku, namun aku hendak membela peri lakuku di hadapan-Nya.

Pada ayat di atas Ayub menyatakan ketidak berdayaannya, namun ia menginginkan sebuah pengadilan, bahwa Yahweh telah berlaku tidak adil kepadanya, walau ia mengetahui bahwa hal itu adalah sia-sia.

3 Pernyataan Ayub dalam siklus ke-2 ini semakin emosional, karena pernyataan teman-temannya semakin kejam. Mereka bersikeras bahwa penderitaan pasti bertanda akan adanya dosa, dan ini adalah penghinaan dan sikap permusuhan bagi Ayub.

Komenter Ke-3 teman Ayub seperti kecenderungan umum manusia yang berprasangka yang menyalahkan korban, untuk kenyamanan pribadi bahwa terdapat gambaran aturan moral dalam alam semesta dimana orang benar tidak menderita, dan tidak akan bernasib seperti Ayub.

Pada siklus ke-3, Ayub membuka dengan pernyataan untuk mengajak teman-temannya melihat situas yang dialami oleh Ayub, dan mereka akan terkejut karenanya, karena Yahweh telah menimpakan penderitaan kepadanya tanpa alasan, dan dunia ini adalah kebohongan.

Ayub menegaskan bahwa tidak ada keadilan distributif, tidak ada sistem atau tata tertib moral dalam dunia ini. Sebenarnya adalah fakta bahwa tidak ada prinsip akhirat dalam Alkitab.

Ayub 21:7-26
7. Mengapa orang fasik tetap hidup, menjadi tua, bahkan menjadi bertambah-tambah kuat?
8. Keturunan mereka tetap bersama mereka, dan anak cucu diperhatikan mereka.
9. Rumah-rumah mereka aman, tak ada ketakutan, pentung Allah tidak menimpa mereka.
10. Lembu jantan mereka memacek dan tidak gagal, lembu betina mereka beranak dan tidak keguguran.
11. Kanak-kanak mereka dibiarkan keluar seperti kambing domba, anak-anak mereka melompat-lompat.
12. Mereka bernyanyi-nyanyi dengan iringan rebana dan kecapi, dan bersukaria menurut lagu seruling.
13. Mereka menghabiskan hari-hari mereka dalam kemujuran, dan dengan tenang mereka turun ke dalam dunia orang mati.
14. Tetapi kata mereka kepada Allah: Pergilah dari kami! Kami tidak suka mengetahui jalan-jalan-Mu.
15. Yang Mahakuasa itu apa, sehingga kami harus beribadah kepada-Nya, dan apa manfaatnya bagi kami, kalau kami memohon kepada-Nya?
16. Memang, kemujuran mereka tidak terletak dalam kuasa mereka sendiri! Rancangan orang fasik adalah jauh dari padaku.
17. Betapa sering pelita orang fasik dipadamkan, kebinasaan menimpa mereka, dan kesakitan dibagikan Allah kepada mereka dalam murka-Nya!
18. Mereka menjadi seperti jerami di depan angin, seperti sekam yang diterbangkan badai.
19. Bencana untuk dia disimpan Allah bagi anak-anaknya. Sebaiknya, orang itu sendiri diganjar Allah, supaya sadar;
20. sebaiknya matanya sendiri melihat kebinasaannya, dan ia sendiri minum dari murka Yang Mahakuasa!
21. Karena peduli apa ia dengan keluarganya sesudah ia mati, bila telah habis jumlah bulannya?
22. Masakan kepada Allah diajarkan orang pengetahuan, kepada Dia yang mengadili mereka yang di tempat tinggi?
23. Yang seorang mati dengan masih penuh tenaga, dengan sangat tenang dan sentosa;
24. pinggangnya gemuk oleh lemak, dan sumsum tulang-tulangnya masih segar.
25. Yang lain mati dengan sakit hati, dengan tidak pernah merasakan kenikmatan.
26. Tetapi sama-sama mereka terbaring di dalam debu, dan berenga-berenga berkeriapan di atas mereka.

Pada akhir dari siklus ke-3, Ayub terlihat bersemangat untuk diadili, namun ia tidak dapat menemui Yahweh. Pernyataannya kali ini berfokus mengenai keheningan illahi, dan hal tersebut mengakibatkan timbulnya kejahatan manusia.

Jadi Ayub secara implisit telah menuduh Yahweh bertanggung-jawab terhadap kejahatan. Ia yang mengizinkan dan penyebab kejahatan, Ia gagal memerintah secara benar. Ia buruk dan menyebabkan keburukan bagi yang lain.

Walaupun dalam penderitaan dan meyakini bahwa Yahweh tidak menegakkan tatanan moral di alam semesta, Ayub berpegang pada satu nilai: perbuatan baik adalah sesuatu yang baik bagi diri kita sendiri, dan tidak ada ganjaran untuk perbuatan itu.

Walau mengalami kenyataan yang mengejutkan bahwa kebaikan dan kejahatan tidak ada bedanya dihadapan Yahweh, dan perbuatan baik tidak akan mendapat penghargaan serta perbuatan jahat tidak membawa penghukuman, namun Ayub menolak untuk menyerah pada nihilisme moral.

Ayub 27:2-6
2. "Demi Allah yang hidup, yang tidak memberi keadilan kepadaku, dan demi Yang Mahakuasa, yang memedihkan hatiku,
3. selama nafasku masih ada padaku, dan roh Allah masih di dalam lubang hidungku,
4. maka bibirku sungguh-sungguh tidak akan mengucapkan kecurangan, dan lidahku tidak akan melahirkan tipu daya.
5. Aku sama sekali tidak membenarkan kamu! Sampai binasa aku tetap mempertahankan bahwa aku tidak bersalah.
6. Kebenaranku kupegang teguh dan tidak kulepaskan; hatiku tidak mencela seharipun dari pada umurku.

Pada akhir pernyataannya, Ayub menggugat Yahweh. Ia memanggil-Nya dan menuntut Yahweh mengungkapkan kepadanya alasan dari segala penderitaan yang dialaminya.

Ayub juga melontarkan serangkaian kecaman untuk membela dirinya dari tuduhan-tuduhan. Kita mengharapkan Yahweh mendengar keluhan tersebut, namun yang kita dengar adalah dari pernyataan Elihu yang muncul secara tiba-tiba.

Ia mengulang kembali pernyataan teman-teman Ayub dan satu-satunya yang menyatakan bahwa tidak semua penderitaan adalah hukuman, dan akhirnya muncul jawaban Yahweh melalui badai.

Bab 7. Respon Yahweh Terhadap Ayub.

Dan tibalah jawaban Yahweh melalui theofani dalam bab 38, Yahweh berbicara dalam badai, "Siapakah dia yang menggelapkan keputusan dengan perkataan-perkataan yang tidak berpengetahuan?" Apakah Yahweh merujuk dia kepada Ayub, Elihu, atau ke-3 temannya, atau kesemuanya?

Yahweh telah mendengar semua pembicaraan mereka, dan kini giliran-Nya untuk mengajukan pertanyaan, jawabannya akan terlihat jelas, karena ini adalah sebuah pertanyaan retorika.

Ayub 38
4. Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!
5. Siapakah yang telah menetapkan ukurannya? Bukankah engkau mengetahuinya? --Atau siapakah yang telah merentangkan tali pengukur padanya?
...
12. Pernahkah dalam hidupmu engkau menyuruh datang dinihari atau fajar kautunjukkan tempatnya
..
16. Engkaukah yang turun sampai ke sumber laut, atau berjalan-jalan melalui dasar samudera raya?

Tidak, tidak ada manusia yang mampu. Dan Yahweh terus menanyakan pertanyaan retoris yang tidak mampu dilakukan manusia, dan  nuansa pertanyaan ini tidaklah relevan.

Ayub telah mengajukan pertanyaan khusus kepada Yahweh, "mengapa aku menderita?" Apakah ini cara Yahweh untuk menolak menjawab pertanyaan Ayub? Atau itu adalah cara Yahweh untuk mengatakan bahwa keadilan adalah di luar pemahaman manusia? Ataukah theofani Yahweh ini dan fokus pertanyaan retorikanya pada penciptaan alam semesta adalah sebuah penegasan akan fundamental keagamaan Israel, bahwa Yahweh dikenal dan dinyatakan melalui interaksi dengan manusia, melalui ganjaran dan penghukuman dalam perjalanan sejarah.

Allah dalam Alkitab tidak seperti illah lain di Timur-Tengah kuno, ia adalah kekuatan yang sepenuhnya transenden. Yang dikenal melalui kehendak dan tindakan-Nya dalam perjalanan sejarah. Sebuah pandangan bahwa Allah berkuasan dalam sistem keadilan illahi yang universal.

Hanya Allah yang baik dan transenden yang berkuasa atas kekuatan alam yang dapat mendirikan sebuah sistem keadilan, berkuasa dalam memberi ganjaran dan penghukuman sebagai respon dan tindakan manusia.

Apakah penulis Ayub ingin menunjukkan kepada kita bahwa dalam perjalanan hidup, sebuah peristiwa yang menimpa orang benar atau fasik, hal itu tidak mengandung sebuah pesan illahi? Apakah Yahweh hanya dewa alam saja, hanya sebuah siklus berulang dari alam? Jika demikian, maka ini adalah asumsi ke-3 mengenai subversi dari Alktiab.

Sekarang kita akan melihat pernyataan langsung dari Yahweh kepada Ayub pada

Ayub 40:8
Apakah engkau hendak meniadakan pengadilan-Ku, mempersalahkan Aku supaya engkau dapat membenarkan dirimu?

Yahweh mengatakan bahwa teman-teman Ayub telah keliru, karena mengecam Ayub sebagai pendosa yang sedang menerima pembalasan, namun Ayub juga keliru karena mengecam Yahweh, menghubungkan penderitaan kepada Yahweh untuk membenarkan dirinya.

Kekeliruan teman Ayub adalan mereka menganggap terdapat sistem retribusi keadilan yang bekerja di dunia ini, dan asumsi tersebut membuat mereka menyimpulkan bahwa semua yang mendapatkan penderitaan adalah karena telah berdosa, dan ini pandangan yang salah.

Namun Ayub juga keliru; jika menganggap bahwa tidak ada sistem retribusi keadilan, karena hal itu harus ada. Asumsi yang mengacu pada kesimpulan bahwa penderitaan yang diterima karena Allah acuh tak acuh atau jahat, dan itu juga adalah pandangan yang salah. Ayub harus mampu berpikir keluar melampaui antroposentrisme yang menjadi karakterisktik dari keseluruhan kitab suci terutama pada kisah di Kejadian 1, yang menurut umat manusia, mereka adalah tujuan dari seluruh proses penciptaan.

Penciptaan oleh Yahweh, dalam kitab Ayub nampaknya menunjukkan bahwa ia menentang konsep teleologis, yaitu mencoba membuktikan adanya perencanaan dan tujuan di alam maupun perjalanan sejarah. Singkatnya, Yahweh menolak untuk dilihat sebagai "penghitung" moralitas.

Gagasan bahwa Yahweh adalah sang penghitung moral, bertanggung jawab terhadap 2 kekeliruan besar; menafsirkan bahwa penderitaan adalah indikasi adanya dosa, atau penderitaan dan ketidakadilan disebabkan oleh Yahweh. Dalam pernyataan terakhirnya, Ayub mengakui bahwa ia tidak memiliki pengetahuan mengenai rencana Yahweh, dan setelah mengetahui hal tersebut ia bertobat.

Ayub 42:6
Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.

Di sini kita menyaksikan makna lain dari nama Ayub, "orang yang bertobat." Apa yang ditobatkan olehnya? tentu saja bukan dosa; Yahweh tidak menuntut pertanggungjawaban dari Ayub, malah ia menyatakan bahwa teman-teman Ayub telah berbuat dosa.

Dengan pemahaman baru mengenai Yahweh, Ayub terbebaskan dari harapan palsu yang di gagas oleh mazhab Deuteronomis, mengenai hubungan perjanjian antara Yahweh dan manusia, yang berlandaskan pada sistem keadilan illahi.

Diakhir cerita, Ayub mendapatkan kembali semua kekayaannya. Yahweh menegaskan bahwa Ayub tidak bersalah, padangan Deuteronomistik dari ke-3 teman Ayub dikecam oleh Yahweh.

Ayub 42:7
Setelah TUHAN mengucapkan firman itu kepada Ayub, maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Teman: "Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.

Bagi beberapa orang, happy ending nampak merupakan sebuah anti klimaks, hal ini seperti melawan arah dari alur kitab, namun hal ini cukup sesuai, mengingat penderitaan datang secara tidak terduga, demikian juga dengan pemulihan. Yahweh tidak berusaha untuk menjelaskan penderitaan Ayub, dan hal itu sudah memuaskan Ayub, bukan pembaca.

Mungkin Ayub berpikir bahwa jika tanpa sistem ganjaran dan penghukuman, manusia akan enggan untuk berbuat baik. Dan kesalehan akan dipandang sebagai tidak masuk akal, sia-sia dan tak bermakna.

Ketidak-adilan dan penderitaan telah menjadi ciri khas kehidupan manusia dan telah membingungkan manusia selama ribuan tahun. Dan kitab Ayub sebenarnya tidak memberikan jawaban atau penjelasan, tetapi yang diajarkan adalah peringatan agar kita tidak menghujat sang korban dan berasumsi bahwa mereka telah membuat kejahatan, dan menghindari penghujatan terhadap Yahweh dengan berpikir ini adalah perbuatan-Nya.

Juga menghindari nihilisme moral, seperti figur Ayub, yang tetap berteguh pada moralitas dan integritas walau hal itu tidak membawanya keluar dari penderitaan.

Kembali ke Index Artikel

Apakah Abraham Berasal Dari Ur atau Haran?

Abraham berasal dari kota Haran dan bukan dari kota Ur-Kasdim, ya itulah pendapat beberapa para ahli biblikal moderen, mengapa mereka berpen...