Sabtu, 29 April 2017

Mengenal Kassite-Babylon (Kassite - Old Babylon)

Bangsa Kassite adalah kaum yang mengendalikan Babylonia setelah runtuhnya dinasti bangsa Amorit (dinasti Babylon I), sejak tahun 1531-1155 SM (kronologi singkat). Nama lain dari Kassite  adalah Kassu, Kassi, Kasi, Kashi.

/***

Pada tahun ke-2 masa pemerintahan Firaun Thutmose I (naik takhta sekitar tahun 1506 atau 1526 SM), Mesir melakukan ekspansi militer terluas dalam sepanjang sejarah Mesir, Ekspedisi militer ke utara mencapai kota Karkemis, ke selatan menundukkan bangsa Nubia. Untuk pertama kalinya bangsa Mesir menyebrangi sungai Efrat, dan mereka terkagum-kagum karena aliran sungainya terbalik dari utara ke selatan, tidak seperti sungai nil yang mengalir dari selatan ke utara, dan mereka menyebutnya sebagai "Sungai Terbalik."


Peta kekuasaan terluas Mesir, pada masa firaun Thutmose I


***/

Bangsa Kassite adalah kaum bangsawan yang militeristik dan sangat efisien dalam memerintah Babel (walau tidak termasyur), pemerintahan mereka berlangsung selama 500 tahun (dinasti Babylon III), dan turut meletakkan dasar penting bagi perkembangan budaya Babylon berikutnya.

Hewan kuda adalah binatang yang dipuja oleh bangsa Kassite, dan pertama kali mulai digunakan dalam pertempuran di Mesopotamia pada periode ini.

Bahasa Kassite belum terklarifikasi, namun diketahui berkaitan dengan kelompok bahasa Indo-Eropa, atau bahasa Hurria-Urartu yang terisolasi. Beberapa pemimpin Kassite memiliki nama Indo-Eropa, yang sangat mirip dengan bangsa Mittani yang memimpin bangsa Hurrian-Urartu di Asia Kecil.

Wilayah asal bangsa Kassite tidak diketahui secara pasti, namun dipercaya berasal dari Pegunungan Zagros di Iran (seperti orang-orang Elam, Gutium dan Mannean). Mereka pertama kali muncul dalam sejarah pada abad ke-18 SM ketika menyerang Babylon/Babel pada tahun ke-9 raja Samsu-iluna (1749-1712 SM), putra Hammurabi.

Peta Pegunungan Zagros

Setelah penghancuran kota Babylon oleh bangsa Het pada tahun 1595 SM, bangsa Kassite mulai mengontol wilayah Babylon pada tahun 1570 SM, mereka berhasil merebut wilayah selatan Mesopotamia, yang dikuasai oleh dinasti  Sealand (URUK.KU) (Dinasti babylon II) pada tahun 1460 SM.

Patung dewa Marduk yang dijarah oleh bangsa Het, berhasil dikembalikan oleh penguasa Kassite, dan mereka menyamakan Marduk dengan dewa Shaqamuna (dewa bangsa Kassite).

Periode Kassite sering disebut sebagai periode "Abad Kegelapan" hal ini karena kurangnya dokumentasi secara meluas di wilayah ini, sehingga informasi tentang periode terpanjang dalam sejarah Babylon menjadi tidak diketahui.

Tidak ada prasasti atau dokumen dalam bahasa Kassite yang ditemukan. Kota Babylon diganti namanya menjadi Karanduniash, dan kembali muncul menjadi pusat militer dan politik di Mesopotamia.

Sebuah ibu kota baru dibangun, dan dinamakan Dur-Karigalzu untuk menghormati penguasa Kassite Kurigalzu I.
Kekaisaran Babylon pada masa Kassite dikenal sebagai Karduniash.

Keberhasilan bangsa Kassite menguasai Mesopotamia dalam waktu yang panjang, karena pada periode ini kondisi regional relatif stabil. Mereka memerintah tanpa gangguan berarti selama hampir 400 tahun.

Mereka mengubah Mesopotamia selatan menjadi negara teritorial, bukan jaringan dari negara kota yang kadang saling beraliansi dan berperang satu sama lain. Hal ini menjadikan Babylon sebagai kekuatan utama, meskipun mereka berada dibayangan negeri Ashur, di utara, dan Elam di timur.

Raja-raja Kassite membuat kesepakatan perdangangan dan diplomasi dengan Ashur (raja Ashur, Puzur-Ashur III dan raja Babel Burna-Buriash I menandatangani sebuah perjanjian perbatasan antara kedua negara sekitar abad ke-16 SM), juga dengan Mesir, Elam dan bangsa Het(Hittite).

Keluarga istana Kassite menikah dengan keluarga kerajaan dari negeri lain (pada tablet Amarna, anak dari raja Kassite Babylon menikah dengan firaun Mesir, Akhenaten).

Surat Amarna, dari raja Kassite-Babel, Burna Buriash II kepada Firaun Mesir Akhenaten

Terdapat pedagang dari negeri lain di kota Babel, dan pedagang Babel mengembara hingga ke Mesir, Ashur, Anatolia, tanah Kanaan dan Yerusalem.

Pemberat timbangan dan segel milik bangsa Kassite Babel ditemukan di Thebes Yunani, Armenia, hingga Turki.

Walau terdapat perjanjian damai antara raja Kassite-Babel, Kurigalzu I dan raja Ashur, Ashur-bel-nisheshu. Namun pada tahun 1356 SM masa pemerintahan raja Ashur-uballit I (1365-1330 SM) terjadi penyerangan atas Babel, hal ini dikarena kan raja Kassite-Babel, Burna-buriash II, menikahi putri Ashur-uballit I, dengan demikian raja Babel adalah menantu dari raja Ashur, ketika Burna-buriash II terbunuh, Ashur menyerang Babel, dan mengangkat keturunan Burna-buriash II, yakni Kargalzu II menjadi raja Babel.

Raja Ashur berikut Enlil-nirari (1330-1319 SM) juga menyerang Babel, demikian pula dengan raja Adad-nirari I (1307-1275 SM) &  Tukulti-Ninurta I (1244-1208 SM).

Raja Kassite-Babel mengatur negeri mereka dengan sistem provinsi yang dikelola oleh gubernur. Dan kota utama pada periode ini adalah Babel (istana kerajaan), Dur-Kurigalzu, Larsa, Sippar, Susa dan Nippur.

Sebelumnya Nippur adalah kota terbengkalai, namun pada tahun 1730 SM dibangun kembali, kuil kota dibangun dilokasi yang sama, dari fondasi bangunan sebelumnya. Sistem administrasi ala Kassite ini tetap berlanjut, bahkan setelah keruntuhan mereka.

Dokumentasi dari periode Kassite kebanyakan berada di Nippur, di mana ribuan tablet dan fragmen berhasil digali. Tablet ini kebanyakan berupa naskah administrasi, hukum, segel, dan naskah sastra yang berupa epik sejarah.

Bangsa Elam menaklukkan Kassite-Babel/Babylon pada abad ke-12 SM, raja Kassite terakhir, Enlil-nadin-ahi, dibawa ke kota Susa, dipenjara dan wafat disana. Bangsa Kassite sempat mengendalikan Babel dengan dinasti ke-5 (1025-1004 SM), namun akhirnya digulingkan oleh bangsa Aram, yang juga menjadi penguasa di Babel.

Bangsa Kassite dan orang Kanaan

Burna-Buriash II ( 1359 – 1333 SM) mengirim surat kepada firaun Mesir, Akhenaten, yang mengeluh karena para pedagang Kassite, dirampok dan dibunuh, di wilayah negeri vassal Mesir, di tanah Kanaan. Ia menginginkan terjadinya perhitungan terhadap orang-orang Kanaan, dan ia menyinggung mengenai loyalitas persahabatan bangsa Kassite kepada Mesir.

Pada masa (raja) Kurgalzu, leluhurku, para orang Kanaan menulis surat kepada kami dengan berkata, "Datanglah ke perbatasan negara kami, agar kami dapat memberontak dan bersekutu dengan anda." Leluhur kami mengirim balasan, dengan mengatakan, "Lupakan untuk bersekutu dengan saya. Jika engkau ingin menjadi musuh raja Mesir, dan besekutu dengan orang lain, pastilah saya yang akan menjarah engkau?" ... Demi leluhur mu dan leluhurku ku hiraukan mereka.

- Surata Burna-Buriash, tablet Amarna EA 9.

Dalam sebuah surat dari tanah Kanaan, yang pada saat itu adalah sebuah negeri vassal Mesir, dari penguasa kota Yerusalem, Abdi-Heba menulis kepada firaun Akhenaten jika orang Kassite menyerang Yerusalem dan berusaha membunuhnya:

Berkenaan dengan orang Kassite ... Meskipun rumah ku diperkuat dengan tembok, mereka mencoba melakukan kejahatan serius. Mereka mengambil peralatan mereka, dan aku harus berlindung diatas genteng. Dan jika ia (Firaun) berkenan mengirim tentara ke Yerusalem, biarkan mereka datang dengan garnisun dan berpatroli ... Dan tolong diadakan perhitungan atas kejahatan mereka. Saya hampir terbunuh oleh orang Kassite di rumah saya sendiri. Semoga raja melakukan penyelidikan atas hal ini.

- Abdi-Heba, tablet Amarna EA 287.

Bangsa Kassite Setelah Tersingkir Dari Babel

Setelah tidak berkuasa di Babel, bangsa Kassite kemudian tersebar dalam bentuk suku-suku di pegunungan Lorestan (Iran). Catatan dari Babel menuliskan tentang raja Ashur, Sennacherib (Sanherib), yang melakukan kampanye militer ke wilayah timur pada tahun 702 SM, dan menundukkan bangsa Kassite di peperangan Hulwan, Iran.

Herodotus dan penulis Yunani kuno kadang merujuk ke daerah di sekitar kota Susa sebagai "Cissia", varian dari nama Kassite. Pada masa dinasti Achaemenid, bangsa Kassite sering disebut sebagai "Kossaei", mereka menetap di pegunungan di timur negeri Media, dan merupakan salah satu suku pegunungan yang sering memaksa raja Persia untuk diberi "hadiah", seperti yang dikutip oleh Strabo dari Nearchus.

Menurut Diodorus Siculus, bangsa Kassite (disebut Kossaei) turut bertempur dengan pihak Persia dalam "Pertempuran Gaugamela" pada tahun 331 SM, di mana kekaisaran Persia jatuh ke tangan Alexander Agung. Strabo mengutip Nearchus, Alexander menyerang orang Kassite terpisah "di musim dingin", setelah itu penyerangan mereka untuk upeti menjadi terhenti.

Jumat, 28 April 2017

Mengenal Dinasti Babylon I (Old Babylonia - Amorit)

Nama Babylon berasal dari bahasa Yunani, yang merupakan adaptasi dari bahasa Akkad Babili, yaitu sebutan pada millenium ke-2 SM, yang merupakan adaptasi dari bahasa non-Semit, dan nama aslinya yang tidak diketahui.
Kata "bab-ili" yang berarti "gerbang-para dewa" atau "gerbang-el" dalam bahasa Aramaik/Ibrani.

(Akkad: Babili atau Babilim; Aramaik: Babel; Ibrani: Bavel; Syria: Bawel; Arab: Babil) 

Istilah Babili ini mirip dengan bahasa Ibrani "balal" yang berarti "bingung", dan "bilbel" yang berarti "membingungkan".

Kejadian 11:9
Itulah sebabnya sampai sekarang nama kota itu disebut Babel, karena di situlah dikacaubalaukan TUHAN (Yahweh) bahasa seluruh bumi dan dari situlah mereka diserakkan TUHAN ke seluruh bumi.


Geografi


Reruntuhan kota Babylon dapat disaksikan di kota Hillah, Irak, sekitar 85 KM dari kota Baghdad, yang berupa tumpukan batu bata dan pecahan batu, seluas kurang dari 2 x 1 KM, di tepi sungai Efrat. Awalnya aliran sungai ini membelah kota Babylon, namun alirannya bergeser, sehingga sebagian wilayah kota terendam sungai.

Meskipun situs ini telah di huni oleh manusia sejak millenium ke-3 SM, namun hampir tidak ada sisa dari periode itu, sebagian besar rerutuhan adalah dari periode Neo-Babylon (bangsa Chaldean/Kasdim).

Naiknya ketinggian air di wilayah ini menyebabkan reruntuhan yang berasal dari masa sebelum Neo-Babylon mustahil untuk ditemukan. Selain itu, pada periode Neo-Babel, terjadi proyek besar untuk membangun kembali kota ini, dan mungkin telah menghancurkan sebagian besar peninggalan dari periode sebelumnya.

Kota Babel juga seringkali diserang oleh bangsa-bangsa asing, seperti Hittite/Het, Kassit, Elam, Ashur, Achaemenid-Persia. Selain itu sebagian situs ini dijadikan bahan baku untuk bangunan komersil oleh penduduk setempat.


Peta Wilayah Babylon I pada masa Hammurabi

Sejarah Kuno

Sebuah tablet, yang dikenal sebagai "Weidner Chronicle (ABC 19)" menjelaskan jika Sargon membangun Babel tepat di depan kota Akkad/Agade (berdampingan).

Ahli bahasa I.J. Gelb berpendapat kemungkinan nama Babil merujuk pada sebuah nama kota lain yakni Bawel, dari periode sebelumnya yang berasal di Iran kuno. David Rohl berpendapat jika Babel mungkin merujuk kepada kota Eridu. Joan Oates mengklaim dalam bukunya jika Babel yang berarti Gerbang para dewa tidak lagi diterima oleh para ilmuwan moderen.

Sekitar akhir abad ke-19 SM, sebagian besar Mesopotamia bagian selatan diduduki oleh orang-orang Amorit, suku nomaden yang berasal dari wilayah utara Levant (Syam/Suriah) yang berbahasa Semit Barat, tidak seperti orang Akkad dan Ashur yang berbahasa Semit Timur. Orang Amorit awalnya sangat awam mengenai pertanian, mereka berpola hidup semi-nomaden, penggembala domba.

Peta daerah asal bangsa Amorit

Seiring waktu, orang Amorit lalu menjadi pedagang gandum, dan ketika menjadi kuat mereka mendirikian pemerintahan tersendiri di beberapa kota di Mesopotamia, seperti kota Isin, Larsa, Eshnunna, Lagash, hingga mendirikian sebuah kekaisaran yaitu Babylon.

Mengenal Bangsa Amorit

Penanggalan Babylon Oleh Bangsa Yunani & Romawi (Era Klasik)

Pernyataan Ctesias, dikutip oleh Diodorus Siculus dan dalam George Syncellus, Chronographia mengklaim memiliki akses terhadap naskah dari Babylon, yang menyebut Babylon di dirikan pada tahun 2286 SM, dan raja pertamanya adalah Belus. Gambaran serupa ditemukan dalam tulisan Berossus, yang mengutip Pliny, menyatakan bahwa pengamatan astronomi di Babylon telah dimulai 490 tahun sebelum era Phoroneus di Yunani, dan mengindikasikan pada tahun 2243 SM. Stephanus dari Byzantium menulis jika Babylon di bangun 1002 tahun sebelum pengepungan kota Troy pada tahun 1229 SM (tanggal Troy diberikan oleh Hellanicus dari Lesbos), yang menanggalkan Babel pada tahun 2231 SM.

Semua penanggalan ini menempatkan pembangunan Babel pada abad ke-23 SM; namun naskah-naskah dalam tulisan Akkad belum mengkonfirmasi informasi dari era Klasik ini.


Kronologi Raja-Raja Babylon (Amorit)

Kronologi dari dinasti bertama Babylon terdiri dari 2 daftar, namun yang populer adalah daftar dari kronologi pendek:

1. Sumu-abum atau Su-abu (1830-1817 SM)
2. Sumu-la-El (1817-1781 SM)
3. Sabium atau Sabum (1781-1767 SM)
4. Apil-Sin (1767-1749 SM)
5. Sin-muballit (1748-1729 SM)
6. Hammurabi (1728-1686 SM)
7. Samsu-iluna (1686-1648 SM)
8. Abi-eshuh (1648-1620 SM)
9. Ammi-ditana (1620-1583 SM)
10. Ammi-saduqa (1582-1562 SM)
11. Samsu-Ditana (1562-1531 SM) (penghancuran Babylon)

Periode Babilon (I) Tua

Dinasti pertama Babel di dirikan oleh kepada suku Amorit bernama Sumu-abum pada tahun 1894 SM, yang mendeklarasikan kemerdekaan dari negara-kota tetangga mereka Kazallu. Orang Amorit bukanlah pribumi Mesopotamia, mereka adalah sekelompok pendatang semi-nomaden yang berasal dari utara Kanaan.

[***

Sekitar tahun 1800 SM atau 1720 SM, di Mesir, sebuah kelompok yang diperkirakan juga berasal dari Kanaan memasuki wilayah delta sungai Nil. Mereka akan dikenal sebagai Hyksos (heqa khaseshet, yang berarti penguasa dari negeri asing)

***]

Bangsa Amorit (dari barat) dan Elam (dari timur) sebelumnya telah dicegah untuk mengambil alih kota-kota di Mesopotamia Selatan oleh bangsa Ashur (kekaisaran Ashur Tua) selama abad ke 21 dan 20 SM, ini adalah intervensi dari Mesopotamia Utara. Namun, ketika bangsa Ashur mengalihkan perhatian mereka untuk mengembangkan koloni di Asia kecil, bangsa Amorit mulai mengambil kesempatan dengan menggulingkan penguasa-penguasa di wilayah selatan Mesopotamia.

Awalnya Babylon hanyalah sebuah negara-kota kecil, dan mengontol wilayah sekitarnya yang tidak luas, dan 4 penguasa Amorit tidak mengklaim gelar raja untuk kota-kota ini. Ia berada di belakang negara kuat dan mapan yaitu Ashur, Elam, Isin dan Larsa.

Periode Hammurabi (1792-1750 SM atau 1810-1750 SM)

Hammurabi atau Ammurapi naik tahta dengan wilayah yang sangat kecil, dan situasi geopolitik yang kompleks. Kerajaan kuat Eshnunna mengontrol wilayah bagian atas dari sungai Tigris, sementara Larsa mengendalikan delta sungai. Di timur terdapat kerajaan Elam yang kuat dan sering kali menyerang dan memaksa upeti dari negara kecil di Mesopotamia selatan. Di utara raja Ashur, Shamsi-Adad I, sangat kuat dan mengontol wilayah hingga ke Asia Kecil, Levant (Syam), dan Mesopotamia tengah.

Pada masa awal memerintah, Hammurabi memperkuat & meninggikan tembok kota, memperluas kuil-kuil. Kemudian kerajaan Elam menyerang Mesopotamia, dan menghancurkan kerajaan Eshnunna, serta beberapa kota kecil lainnya, Elam mencoba menimbulkan peperangan antara Babylon dan Larsa, namun sebaliknya mereka bersatu melawan Elam.

Ketika terjadi pertikaian militer, Larsa ternyata tidak berkontribusi. Hammurabi yang murka lalu menyerang Larsa, dan akhirnya ia berhasil mengendalikan seluruh Mesopotamia selatan. Selama berperang melawan Elam, Hammurabi dibantu oleh sekutunya dari wilayah utara yaitu Yamhad dan Mari, namun karena di wilayah utara tersebut kekurangan tentara timbul lah kekacauan di negara sekutu tersebut. Setelah mengalahkan Eshnunna, tentara Hammurabi lalu bergerak ke wilayah utara, dan menaklukkan bekas sekutunya Mari, meskipun sebenarnya Mari menyerah tanpa terjadinya konflik.

Hammurabi lalu terlibat dalam peperangan panjang dengan Ishme-Dagan I, raja Ashur untuk mengontrol Mesopotamia, masing-masing dari kedua raja ini kemudian melakukan aliansi dengan negara-negara kecil untuk mendapatkan kekuatan mayoritas. Namun setelah kematian Ishme-Dagan I, raja Ashur berikut Mut-Ashkur berhasil ditundukkan oleh Hammurabi untuk membayar upeti, namun Babylon tidak memerintah Ashur secara langsung. Babylon berhasil memperluas pengaruh nya ke wilayah Hatti, Hurrian di Asia Kecil

Dalam waktu singkat, Hammurabi berhasil menyatukan Mesopotamia dalam kekuasaannya. Kerajaan Ashur mampu bertahan namun dipaksa untuk tunduk membayar upeti selama hidup Hammurabi.

Hammurabi juga menyerang dan menaklukkan Elam di wilayah timur, dan kerajaan Ebla di wilayah barat. Dari seluruh negara-negara utama di wilayah ini, hanya Aleppo dan Qatna yang berada di wilayah Levant (barat) yang berhasil mempertahankan kemerdekaannya. Terdapat kepercayaan populer saat ini jika Hammurabi/Ammurapi adalah tokoh Amraphel, raja Shinar (Sumeria) dalam kitab Kejadian 14:1.

Para arkeolog telah menemukan sejumlah besar tablet yang berasal dari masa pemerintahan Hammurabi dan penerusnya. Naskah-naskah ini memberi gambaran sekilas mengenai rutinitas kejadian di pengadilan serta di kerajaan, dari menghadapi banjir hingga memperbaiki kalender yang kurang sempurna dan mengurus ternak kerajaan yang besar.

Kode Hukum (Hukum Hammurabi)

Kode Hammurabi adalah sebuah prasasti yang ditempatkan di tempat umum, dan tertulis hukum-hukum di dalamnya agar dapat disaksikan oleh semua orang, namun demikian menurut para ilmuwan hanya sedikit rakyat yang dapat membacanya karena banyak rakyat Babylon yang buta huruf. Prasasti ini kemudian dijarah oleh orang Elam dan dipindahkan ke ibu kota mereka Susa; dan ditemukan kembali pada tahun 1901 di Iran, dan sekarang berada di Museum Louvre, Paris.

Kode Hammurabi berisi 282 hukum, yang ditulis dalam 12 tablet. Tidak seperti hukum sebelumnya, Kode ini ditulis dalam bahasa Akkad, yaitu bahasa sehari-hari orang Babylon, dan dapat dibaca oleh penduduk Babylon yang melek huruf.

Struktur dari kode ini sangat spesifik, dengan menyebut setiap pelanggaran dan hukumannya. Hukuman tersebut cenderung sangat barbar menurut standar modern, karena banyak hukuman nya dapat menyebabkan kematian, atau cacat permanen. Mereka menggunakan filosofi "mata ganti mata, gigi ganti gigi" Lex Talionis atau "Hukum Pembalasan".

Kode ini juga merupakan salah satu contoh paling awal tentang gagasan praduga tak bersalah, terdakwa dan penuduh memiliki kesempatan untuk memberikan bukti. Namun demikian tidak ada ketentuan untuk proses meringankan atau mengubah hukuman yang telah diputuskan.

Pada bagian atas dari prasasti terdapat ukiran yang menggambarkan Hammurabi menerima hukum dari dewa Shamash atau Marduk, dan terdapat kata pengantar yang menyatakan bahwa Hammurabi dipilih oleh para dewa untuk membawa hukum-hukum tersebut kepada bangsanya.

Terdapat paralel dengan narasi dalam Alkitab tentang pemberian hukum oleh Yahweh kepada bangsa Yahudi melalui Musa, dan  kesamaan diantara 2 kode hukum tersebut menunjukkan kesamaan leluhur antara 2 bangsa semit ini.

Hukum serupa terdapat pada kode Ur-Nammu (dari periode sebelumnya yaitu Neo-Sumeria), Hukum Eshnunna, kode Lipit-Ishtar dan kode hukum bangsa Het.

Ukiran Hammurabi (kiri) menerima hukum dari Dewa Marduk/Shamash (kanan)

Prasasti Hukum Hammurabi
Hukum Hammurabi: (Inggris) https://en.wikisource.org/wiki/The_Code_of_Hammurabi_(Harper_translation)

Selama pemerintahan Hammurabi dan sesudah nya, Babylon menggantikan posisi "kota paling suci" di Mesopotamia selatan yaitu kota Eridu dan Nippur (sebelumnya pada masa periode Akkad sempat berpindah ke Babylon, namun kemudian kembali ke Nippur pada masa Neo-Sumeria).

Periode Samsu-iluna (1686-1648 SM)

Samsu-iluna adalah anak dari Hammurabi, dan pada tahun ke-9 pemerintahan nya, seorang bernama Rim-sin dari Larsa memimpin pemberontakan, yang kemudian menyebar hingga membentuk aliansi yang terdiri dari 26 kota, termasuk di dalamnya: Uruk, Ur, Isin, Eshnunna dan Kisurra.

Samsu-iluna berhasil mengatasi koalisi ini. Pada tahun pertama penumpasan ini, sang penguasa Eshnunna, Iluni kemudian diseret ke Babylon lalu dieksekusi dengan hukuman gantung. 4 tahun kemudian, Samsu-iluna menyerang Ur, ia meruntuhkan tembok kota dan menjarahnya, nasib yang sama diterima Uruk dan Isin. Akhirnya Larsa ditaklukkan dan Rim-sin terbunuh.

[***

Di tanah Kanaan, kota Yerikho mencapai masa ke-emasan sekitar tahun 1700 SM, dan berdasarkan data arkeologi, kota ini hancur pada tahun 1573 SM.

DI Mesir: pada tahun 1650 SM, bangsa Hyksos menguasai Mesir, dan mendirikan dinasti mereka di Avaris.

***]

Namun pemberontakan tidak lah berhenti, beberapa tahun kemudian, seorang bernama Ilum-ma-ili mengklaim sebagai keturunan raja terakhir Isin, kembali memicu pemberontakan. Samsu-iluna membawa tentaranya ke Sumeria dan keduanya bertempur namun tidak ada pemenang kali ini; Ilum-ma-ili kemudian mendirikan dinasti pertama URU.KU atau Sealand atau "Lautan Kota" atau dinasti ke-2 Babylon yang terpisah dari dinasti Amorit di wilayah rawa-rawa di ujung tenggara Mesopotamia. Yang mana berhasil mengendalikan sebagian wilayah Sumeria selama 300 thn.

Setelah pertempuran ini Samsu-iluna mengambil posisi defensif; Pada tahun ke-18 pemerintahannya ia membangun 6 benteng di sekitar Nippur untuk menjaga kota tersebut tetap berada dalam kendali Babylon. Namun usaha ini sia-sia, setelah kematian Samsu-iluna, rakyat Nippur mengakui Ilum-ma-ili sebagai raja mereka.

Pada tahun ke-20 pemerintahannya, kota Eshnunna kembali memberontak, Samsu-iluna menumpas mereka lalu mendirikan benteng Dur-samsuiluna untuk mengawasi kota ini. Kekacauan ini diikuti oleh Ashur dan Elam untuk melepaskan diri dari kontrol Babylon.

Raja Katurnahunte I dari Elam, menjarah kota Uruk yang tidak memiliki dinding kota lagi akibat serangan Samsu-iluna sebelumnya, salah satu yang dijarah adalah patung Inana yang kemudian di kembalikan oleh Ashurbanipal 11 abad kemudian.

Di Ashur, penguasa setempat bernama Puzur-Sin mengusir raja Asinum (orang Amorit) yang diangkat oleh raja Hammurabi. Posisi raja lalu direbut oleh Ashur-dugul, dan terjadi perang saudara di Ashur.

Samsu-iluna tidak berdaya untuk mengendalikan situasi di Ashur, hingga kemudian seorang raja bernama Adasi, berhasil merebut kekuasaan di Ashur, dan melepaskan semua pengaruh Babylon (Amorit).

Wilayah kekuasaan Samsu-iluna yang tersisa semakin mengecil, seluas wilayah karir awal Hammurabi selama 50 thn. Status Eshnunna sangat sulit dipastikan, namun ia tetap berada dalam pengaruh Babylon hingga kehilangan pengaruh politiknya.

Pencatatan naskah pada kota Ur, Uruk dan Larsa mulai terhenti ketika memasuki masa 10 thn pemerintahan Samsu-iluna, para imam kota ini sebenarnya terus menulis namun dari kota lain di wilayah utara. Pencatatan naskah di kota Nippur dan Isin juga terhenti pada tahun ke-29 Samsu-iluna. Terputusnya aktivitas pencatatan ini menunjukkan bahwa kota-kota ini mulai ditinggalkan oleh penduduknya selama ratusan tahun, hingga di huni kembali pada periode Kassite.


Periode Samsu-Ditana (1562-1531 SM) - Raja Babylon Amorit Terakhir

Ia adalah raja terakhir yang berkuasa selama 31 tahun, walau kerajaan Babylon telah mengecil terutama di wilayah selatan Mesopotamia, namun pengaruhnya masih terasa di kota Mari dan Terqa.

Masa pemerintahan Samsu-Ditana tidak terlalu banyak diketahui, karena tidak ada prasasti perang atau bangunan monumental yang menulis namanya.

Dalam naskah dinasti Sealand (Uru.ku), pada sebuah epos kerajaan Gulkisar, pada masa raja ke-6 mereka yang menggambarkan permusuhan terhadap Samsu-Ditana.

[***

Di Mesir, firaun Ahmose berhasil mengusir bangsa Hyksos pada tahun 1550 SM, bangsa Hyksos ini kemudian menetap di wilayah Kanaan yang menjadi negeri vassal Mesir.

***]

Dalam "Naskah Tamitu", terdapat sebuah nubuat dari dewa Samas dan Adad, yang menyebut tentang sebuah pemberontakan, namun Samsu-Ditana tidak dapat mencegah mereka, karena negeri Babel sedang terurai, dan para pejabatnya saling bersaing untuk merebut hak pemerintahan, selain itu biaya operasional militer yang membengkak tidak dapat diimbangi dengan pendapatan kerajaan.

Dan akhirnya sebuah kekalahan memalukan datang dari sebuah serangan mendadak oleh bangsa Het (Hittite), raja Mursili I pada tahun 1595 SM (atau kronologi lain 1531 SM), mereka menjarah dan memusnahkan dinasti Babylon (Amorit) secara total.

Pada sebuah catatan sejarah dari periode berikut secara singkat dituliskan: "Pada saat masa pemerintahan Samsu-Ditana, orang-rang Het bergerak melawan Akkad." Mursili I menaklukkan Babel hanya untuk menjarah harta dan tawanan perang, mereka tidak berkeinginan untuk mengendalikan pemerintahan di wilayah ini.

Kisah tentang bangsa Het juga muncul dalam "Dektrit Telepinu" yang menceritakan: "kemudian ia berjalan ke Babel dan menghancurkan Babel, dan mengalahkan tentara bangsa Hurrian, dan mereka membawa tawanan perang dan harta benda Babel ke Hattusa (ibu kota Het)."

Bangsa Het turut menjarah patung dewa Marduk dan istrinya dewi Sarpatinum, dan memindahkan mereka tanah Hani (negeri Het) dan 24 tahun kemudian patung ini kembali ke Babel pada masa pemerintahan dinasti Kassite, raja Agum Kakrime (1507 SM, kronologi pendek).

Setelah penjarahan, Babel ditinggalkan dalam reruntuhan dan tak berpenduduk, hingga kemudian dibangun kembali oleh dinasti Kassite.

Bangsa Kassit dari pegunungan Zagros di bagian utara Iran kemudian merebut seluruh wilayah Babylon, dan mendirikan dinasti yang bertahan selama 435 tahun, berakhir pada tahun 1160 SM.

Kota Babylon berubah nama menjadi Karanduniash selama periode ini. Wilayah utara Kekaisaran Kassit-Babylon kemudian ditundukkan oleh kekaisaran Ashur, dan wilayah timur dikuasai oleh Elam, kedua kekuatan ini bersaing untuk menguasai kota. Namun raja Ashur, Tukulti-Ninuarta I, kemudian menaklukkan Babylon pada tahun 1235 SM.

Pada tahun 1155 SM, setelah mengalami berbagai serangan dan aneksasi dari bangsa Ashur dan Elam, bangsa Kassite kemudian tersingkir dari Babylon. Dan muncul lah dinasti dari bangsa Akkad yang memerintah Babylon untuk pertama kalinya, bamun Babylon tetap lemah dan tunduk pada dominasi Ashur.

Raja pribumi Mesopotamia (Akkad) tidak efektif mencegah gelombang pendatang baru dari wilayah barat yaitu Levant, mereka adalah bangsa Aram, Sutea pada abad ke 11 SM. Bangsa Aram berhasil memerintah Babylon pada akhir abad ke-11 SM. Dan akhirnya datanglah orang Kasdim/Chaldean pada abad ke-9 SM, mereka berhasil mendirikan kekaisaran Neo-Babylon (626–539 SM), bangsa ini berhasil memusnahkan saingan Babylon, yakni Ashur untuk selama-lamanya dalam sejarah Mesopotamia.


Keagamaan

Praktek keagamaan dan mitologi pada periode Babylon sangat dipengaruhi oleh budaya Sumeria. Kebanyakan mitos-mitos ditulis dalam bahasa Sumeria dan Akkad, beberapa naskah diterjemahkan kedalam bahasa Akkad dari Sumeria dan nama-nama para dewa diubah. Bangsa Babel memiliki dewa unik yang bernama Marduk, dan menggantikan Enlil sebagai dewa utama.

Enuma Elis, adalah sebuah epos mitologi penciptaan yang berasal dari bangsa Babylon, yang berbeda dengan dengan versi penciptaan alam semesta bangsa Sumeria (menyatunya dewa An dan KI).

Festival Akitu yang merupakan perayaan tahun baru (bulan 1, Nisannu, dalam bahasa Ibrani Nisan), dijadikan sebagai perayaan penciptaan bumi, dan Marduk adalah tokoh utama dari kisah Enuma Elis.

Marduk (AMAR.UTU) berarti lembu dari dewa matahari (UTU), adalah dewa yang pada masa Hammurabi mulai menjadi dewa utama di Babel, dan berdiam di kuil Esagila. Istri dari marduk adalah dewi Sarpanit, dan Marduk adalah anak dari dewa Ea (Sumeria Enki) dan Damkina, terdapat beberapa kekuatan dari Ea dan Enlil yang dipercaya di serap oleh Marduk. Marduk juga dikenal sebagai pengendali cuaca, dan senjata utamanya adalah badai (Enlil adalah dewa udara).



Dewa Marduk dan Peliharaannya Mushussu (ular naga), dari segel silinder zaman Babylon Tua.

Pada masa Sumeria, terdapat 2 kuil utama di utara adalah Nippur dengan dewa utama Enlil, di selatan adalah Eridu dengan dewa utama Enki (Ea). Dan kini Marduk mewakili kekuatan keduanya, seperti halnya Babel yang kini menguasai wilayah utara dan selatan Mesopotamia. Salah satu saingan dari kultus Marduk pada tahun 1750 SM adalah dewa Assur (Ashur) yang merupakan dewa utama bangsa Ashur/Asyur.

Marduk sering dipanggil dengan sebutan Bel yang berarti Tuan (dalam bahasa Kanaan, Baal juga berarti tuan), sebutan lain adalah Bel rabim "tuan yang maha besar", bel belim "tuan dari para tuan".

Demikianlah dewa Enki/Ea mengakui superioritas dari anaknya untuk mengontrol umat manusia.


Mitologi Enuma-Elis"(e-nu-ma e-liš la na-bu-ú šá-ma-mu)
Ketika di ketinggian, langit tidak bernama,
Dan bumi di bawah juga tidak bernama,
Dan sang purba Apsû, yang memperanakkan mereka,
Dan kekacauan, Tiamat, ibu mereka,
Air-air mereka bercampur bersama,
Dan belum terbentuk ladang, tidak ada rawa yang terlihat;
Ketika belum ada dewa-dewa yang dijadikan."


Epos ini menyebut tentang bersatunya dua dewa perairan purba: Apsû (atau Abzu) yang penguasa air tawar dan Tiamat penguasa air laut, yang melahirkan berbagai dewa muda yang tinggal dalam tubuh raksasa Tiamat. Mereka membuat suara begitu bising, yang sangat mengganggu Tiamat dan Apsû.

Apsû bermaksud membunuh para dewa muda itu, namun Tiamat tidak setuju. Sang perdana menteri, Mummu, menyetujui dengan rencana Apsû.

Tiamat lalu membocorkan rencana Abzu kepada dewa Ea (Enki/Nudimmud), yang paling kuat di antara dewa muda.

Ea lalu menggunakan sihir nya membuat Apsû dalam keadaan koma, kemudian membunuhnya, dan memenjarakan Mummu.

Ea kemudian menjadi pemimpin para dewa. Dengan istrinya, Damkina, Ea mempunyai putra, yang bernama Marduk, yang lebih besar dari Ea.

Marduk diberi kekuatan pengendali angin untuk menjadi mainan nya, dan ia menggunakan angin itu untuk membuat berbagai badai pasir dan angin ribut.

Hal tersebut ternyata mengganggu tubuh raksasa Tiamat dan membuat dewa-dewa yang tinggal di dalam tubuh itu tidak bisa tidur.

Dewa-dewa itu meminta Tiamat untuk membalas dendam kematian suaminya, Apsû. Kekuatannya bertambah, dan sejumlah dewa mengikutinya.

Tiamat menciptakan 11 monster (Bašmu, Ušumgallu, Mušmaḫḫū, Ugallu, Umū dabrūtu, Kulullû, Kusarikku, Scorpion man, dll) untuk membantunya memenangkan perang dan mengangkat Kingu, suami barunya, menjadi "supreme dominion" ("penguasa utama").

Digambarkan bagaimana dewa-dewa tidak mampu melawan ancaman ini. Marduk menawarkan untuk menyelamatkan para dewa jika ia ditunjuk sebagai pemimpin mereka.

Para dewa setuju dengan persyaratan Marduk, ia lalu tampil sendirian mewakili para dewa untuk melawan Tiamat. Marduk ternyata keluar sebagai pemenang.

Kemudian ia mencabik mayat Tiamat menjadi dua bagian, yang menjadi bumi dan langit. Marduk kemudian menciptakan kalender, mengorganisir planet-planet dan bintang-bintang, dan mengatur bulan, matahari, serta cuaca.

Para dewa yang mendukung Tiamat awalnya disuruh bekerja paksa bagi para dewa yang berpihak pada Marduk.

Tetapi kemudian mereka dibebaskan dari pekerjaan tersebut, Marduk kemudian menghancurkan suami Tiamat, Kingu, dan menggunakan darahnya untuk menciptakan manusia agar menjadi budak bagi para dewa.

Yang paling menarik dari kisah diatas  adalah pengangkatan simbolik Marduk di atas Enlil, yang dalam budaya kuno Mesopotamia sebelumnya dipandang sebagai raja para dewa.

Sumber
https://en.wikipedia.org/wiki/First_Babylonian_Dynasty
https://en.wikipedia.org/wiki/Babylon
http://www.ancient.eu/Mesopotamian_Religion/
https://en.wikipedia.org/wiki/Marduk
https://id.wikipedia.org/wiki/Enuma_Elis

Rabu, 26 April 2017

Mengenal Dinasti Ur III (Neo-Sumeria)

Dinasti Ur III juga dikenal sebagai kekaisaran Neo-Sumeria, yang berkuasa dari tahun 2112-2004 SM (108 thn) dan berpusat di kota Ur.

Dinasti ini adalah masa penguasaan bangsa Sumeria yang terakhir atas Mesopotamia, setelah beberapa abad di kuasai oleh bangsa Akkad dan Guti, mereka berhasil menguasai kota Isin, Larsa dan Eshnunna.

Ini adalah periode dari konteks sejarah dari figur Abraham dalam Alkitab.

Map Kekuasan Dinasti Ur III (Neo-Sumeria)


Sejarah

Dinasti Ur III muncul setelah kejatuhan Dinasti kekaisaran Akkad. Periode peralihan antara raja Akkad, Shar-Kali-Sharri, dan raja pertama Ur III, Ur-Nammu, tidak terdokumentasi dengan baik, hal ini dikarenakan Mesopotamia memasuki masa kegelapan dan untungnya berlangsung cukup singkat, kemudian diikuti dengan masa perebutan kekuasaan diantara kota-kota di Sumeria dan Akkad.

Pada mulanya kekaisaran Akkad mengalami kemunduran, dan akhirnya kekuasaan mereka atas Mesopotamia dirampas oleh penyerbu dari pegunungan Zagros, yaitu bangsa Guti. Bangsa ini memerintah Mesopotamia dalam periode yang tidak dapat ditentukan secara tepat, ada yang mengatakan 124 thn, ada juga 25 thn.

Bangsa Guti dipercaya buta huruf dan nomaden, mereka tidak kompeten dalam menjalankan roda pemerintahan mereka tidak memiliki pencatatan administratif, serta tidak mampu mengendalikan bidang pertanian, yang merupakan tumpuan utama kekaisaran.Hal ini membuat wilayah ini menjadi lumpuh karena kelaparan dan mereka pun di usir. Raja terakhir bangsa Guti, Tirigan disingkirkan oleh Utu-Hengal dari Uruk, dan memulai masa baru bangsa Sumeria.

Timeline Penguasa

Berikut adalah kronologi para raja Ur III (terdapat 2 versi kronologi, namun yang kita gunakan adalah kronologi tengah).

- Utu-hengal (2119-2113 SM)
- Ur-Nammu (2112-2095 SM)
- Shulgi (2094-2047 SM)
- Amar-Sin (2046-2038 SM)
- Shu-Sin (2037-2029 SM)
- Ibbi-Sin (2028-2004 SM)

Organisasi Politik

Wilayah kekaisaran Ur III dibagi menjadi beberapa provinsi yang masing-masing diperintah oleh seorang gubernur (disebut ensi). Pada wilayah yang rawan akan keamanan, seorang komandan militer akan mengambil alih pemerintahan sipil.

Setiap provinsi berfungsi untuk menarik pajak, yang disebut "bala", dan kemudian akan dikirim ke ibukota. Pajak yang dibayarkan bisa berupa hasil panen atau  ternak. Pemerintah kemudian membagikan barang tersebut sesuai kebutuhan kepada orang-orang yang membutuhkan, termasuk membiayai operasional kuil-kuil.

Sistem Sosial

Pandangan terbaru tentang kelompok buruh pada masa ini terbagi dalam beberapa kelompok:
- Buruh yang bekerja di bawah paksaan.
- Buruh yang bekerja dan mendapatkan jatah ransum dari negara.
- Buruh migran yang berasal dari orang merdeka.

Hal tersebut berbeda dengan gambaran sebelumnya yang dipercaya bahwa buruh adalah sebuah kelas sosial, yang tidak dapat berubah (seperti kasta).

Budak adalah bagian dari kelompok buruh yang sangat penting bagi negara. Pada sebuah naskah kuno disebutkan bahwa beberapa orang menjadi budak karena memiliki akumulasi hutang, dan dijual oleh anggota keluarga.

Satu ciri yang mengejutkan pada periode ini adalah, para budak nampaknya mampu mengumpulkan beberapa aset dan bahkan properti selama hidup nya, sehingga dapat membeli kebebasan. Dalam dokumen ini juga dirincikan tentang negosiasi akan kesepakatan yang dibuat oleh budak dan majikan untuk mendapakan kebebasan.

Kode Hukum

Salah satu ciri khas periode Ur III adalah diciptakannya sebuah undang-undang yang paling awal yang dikenal sebagai "Kode Ur-Nammu." Ia sangat mirip dengan "Kode Hammurabi" yang terkenal pada periode berikutnya, Babylon Lama, mereka memiliki kemiripan dalam struktur pembuka dan isi. Salinan yang cukup banyak, tertulis pada periode Babel Tua, ditemukan di Nippur, Sippar dan Ur.

Kalimat pembuka dari kode hukum ini, ditulis menggunakan sudut pandang orang pertama, dimana sang raja (Ur-Nammu) ingin menegakkan keadilan di kerajaannya, sebuah peran yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh raja-raja lain.

Ia mengklaim hendak mewujudkan keadilan bagi semua orang, termasuk kelompok-kelompok yang tidak beruntung di kerajaannya, termasuk para janda dan anak yatim.

Perselisihan hukum ditangani oleh para pejabat setempat yang selevel walikota, namun demikian keputusan mereka dapat diajukan banding kepada gubernur, dan dapat dianulir. Terkadang perselisihan hukum dibuka secara umum dengan menyertakan saksi-saksinya di sebuah alun-alun kota atau di depan kuil. Dan  raja digambarkan sebagai hakim agung dari kerajaan.

Industri dan Perdagangan

Pada periode ini dikembangkan sistem irigasi yang sangat kompleks dan sentralisasi pertanian (segala hal dibawah kendali raja). Sejumlah besar tenaga kerja dihimpun untuk bekerja di ladang, saluran irigasi, memanen dan menyemai.

Tekstil adalah sebuah industri penting di Ur III, dan juga dikendalikan oleh kerajaan. Banyak pria, wanita dan anak-anak dipekerjakan untuk menggenjot produksi pakaian wol dan linen.

Seni dan Sastra

Pada periode ini bahasa Akkad telah berkembang luas, dan banyak kota-kota baru, di beri nama dengan nama Akkad. Namun demikian masih banyak naskah-naskah yang diproduksi secara massal, tetap menggunakan bahasa Sumeria, namun terbatas dalam literatur dan dokumen administratif.

Para pejabat pemerintah diharuskan untuk menulis dokumen negara hanya dalam bahasa Sumeria.

Beberapa sejarawan meyakini jika Epos Gilgamesh ditulis pada periode ini dalam bentuk bahasa klasik Sumeria. Dinasti Ur III diyakini sedang berusaha untuk mengklaim sebuah hubungan keluarga dengan raja-raja Uruk di masa lampau. Hal ini terlihat dari klaim para raja Ur III yang sering mengklaim figur  Gilgamesh (memiliki darah illahi), Ninsun, Lugalbanda sebagai leluhur mereka.

Naskah lain dari periode ini, yang dikenal sebagai "The Death of Ur-Nammu (Kematian Ur-Nammu)", berisi adegan di alam baka, dimana Ur-Nammu membawa banyak hadiah kepada saudaranya Gilgamesh.

Perkembangan Kerajaan

Utu-hengal (2119-2113 SM)


Banyak pendapat mengenai latar belakang Utu-hengal (memerintah Sumeria selama 6 thn), ada yang mengatakan ia adalah gubernur Uruk, yang memberontak terhadap penguasa Guti pada tahun 2050 SM. Ia memimpin kota-kota Sumeria melawan raja Guti terakhir, Tirigan.

Setelah peperangan disebuah tempat yang tidak diketahui lokasinya, Utu-Hengal keluar sebagai pemenang, dan Trigan kembali ke daerah asal mereka di Gutium, dalam perjalanan nya ia singgah di sebuah kota bernama Dubrum (lokasinya tidak diketahui), namun ketika penduduk Dubrum mendengar Utu-Hengal menuju kota itu, mereka lalu meringkus Tirigan dan keluarganya sebagai tawanan. Ia di bawa kehadapan Utu-Hengal, dan berjanji untuk meninggalkan tanah Sumeria, dan kembali ke tanah leluhur mereka di Gutium.

Setelah mengalahkan bangsa Guti, Utu-Hengal mengangkat dirinya menjadi raja Sumeria, namun kekuasaan nya tidak berlangsung lama, 7 tahun kemudian ia digantikan oleh Ur-Nammu, seorang gubernur dari kota Ur. Anak perempuan dari Utu-Hengal menikah dengan Ur-Nammu, dan melahirkan Shulgi, raja ke-3 dari Ur III.

/***

Menurut kronologi Alkitab, Terah ayah Abraham lahir pada masa ini yakni sekitar 2126 SM, di kota Ur-Kasdim, kata Kasdim merujuk pada bangsa Chaldean yang menguasai kota ini sekitar 1200 tahun kemudian, sekitar tahun 940 SM (baca: Sejarah Dinasty Bangsa Kasdim), ada yang mengatakan kata Kasdim itu merupakan referensi waktu penulisan kitab kejadian, sekitar tahun 587 SM, yang memang pada masa itu kota Ur didiami oleh bangsa Kasdim, hingga wajar jika disebut Ur-Kasdim

***/

Ur-Nammu (2112-2095 SM)

Selama 18 tahun berkuasa, 17 tahun masa pemerintahannya dikenal luas, namun urutannya tidak dipastikan keakuratannya. Tahun pertama pada masa pemerintahannya mencatat kehancuran bangsa guti, tahun ke-2 mencatat mengenai reformasi hukumnya: "Tahun ketika raja Ur-Nammu, mengatur (orang-orang dikerajaan) dari level terendah hingga tinggi" dan "Tahun ketika Ur-Nammu menegakkan keadilan di negeri ini."

Diantara naskah-naskah tentang Ur-Nammu, tercatat penaklukkannya atas kota Lagash dan merebut tahta atas Sumeria dari tuannya raja Uruk, Utu-Hengal. Ia akhirnya diakui sebagai penguasa regional Ur, Eridu dan Uruk di sebuah upacara penobatan di Nippur.

Ia juga di kenal memulihkan keamanan rute perdagangan darat dan ketertiban umum yang sempat kacau pada masa Gutium. Ur-Nammu dikenal memerintahkan untuk pembangunan sejumlah kuil, yang disebut Ziggurat, termasuk Ziggurat Besar di Ur.

Ia digantikan oleh anaknya Shulgi, karena wafat dalam medan pertempuran melawan orang-orang Guti, setelah ditinggalkan oleh tentaranya, peristiwa ini diperingati dalam puisi-puisi Sumeria.


Shulgi (2094-2047 SM)

Ia memerintah selama 48 tahun. Dan pencapaiannya adalah menyelesaikan pembangunan Ziggurat Besar di Ur. Shulgi terlibat dalam serangkaian perang untuk menuntut balas kepada orang-orang Guti atas kematian ayahnya.

Kota Der, adalah salah satu kota Sumeria yang terpandang dengan kuil dewa ular nya, namun pada tahun ke-20 Shulgi berkuasa, ia mengklaim para dewa memutuskan untuk menghancurkannya sebagai penghukuman.

Pada masa hidupnya banyak diciptakan  puisi yang memuji dirinya, dan pada tahun ke-23 ia berkuasa ia mengklaim sebagai dewa.

Beberapa naskah menyebut Shulgi tidak memiliki ketaatan: "ia tidak melakukan ritual sesuai aturan, ia masih najis dalam ritual pemurnian." ia juga dituduh "memiliki kecenderungan berbuat kriminal, dengan mengambil sebagai barang rampasan perang untuk kepentingan pribadi, yang berasal dari berbagai benda suci di kuil Esagila dan Babel/Babylon (benda-benda milik dewa Marduk)".

Shulgi memperluas wilayah Sumeria dengan menyerang suku-suku di dataran tinggi seperti suku Lullubi, Lulubum, dan Simurum, serta ke wilayah Elam, Anshan. Namun Shulgi tidak pernah mampu untuk memerintah orang-orang di wilayah ini.

Hingga pada tahun ke 37 kekuasaannya, ia memerintahkan pembangunan sebuah tembok besar untuk mencegah berbagai orang asing memasuki Sumeria.

Selain pembangunan tembok pertahanan, penyelesaian Ziggurat Besar di Ur, Shulgi juga menghabiskan banyak sumber daya dan waktunya untuk memperluas, memelihara jalan raya. Dia membangun rumah-rumah penginapan di sepanjang jalan raya, agar para pengguna jalan dapat menemukan tempat beristirahat, atas prestasi ini Samuel Noah Kramer menyebut Shulgi sebagai pembangun rumah penginapan pertama.

Amar-Sin (2046-2038 SM)

Nama ini berarti "dewa bulan yang abadi", ia memerintah selama 47 tahun. Ia dikenal dengan kampanye militernya melawan penguasa Elam, dan dibawah pemerintahannya kekuasan Ur III meluas hingga ke wilayah Lullubi dan Hamazi di pegunungan Zagros, ia berhasil menjadikan wilayah tersebut sebagai provinsi Sumeria. Ia juga mampu meredam pemberontakan di Ashur dimana ia mengangkat seorang gubernur dari orang Akkad, yang bernama Zariqum.

Di bawah pemerintahan Amar-Sin, kota Eridu mulai ditinggalkan penduduknya, karena masalah kandungan kadar garam yang tinggi pada tanah pertaniannya.

Dalam sebuah naskah tertulis
"Amar-Sin ... mengganti qurban persembahan dari lembu dan domba pada festival Akitu di kota Esagila. Ia dinubuatkan akan mati karena ditanduk lembu, namun ia ternyata mati karena gigitan [kalajengking] di sepatunya."

Shu-Sin (2037-2029 SM)

Pada masa ia berkuasa (selama 8 thn) terjadi pemberontakan oleh bangsa Amorit, ia kemudian memerintahkan pembangunan tembok di antara sungai Efrat dan Tigris pada tahun ke-4 ia berkuasa.

Ibbi-Sin (2028-2004 SM)

Selama ia berkuasa (selama 48 thn), kekaisaran Sumeria berulang kali direpotkan oleh bangsa Amorit yang bermigrasi dari barat, beberapa datang sebagai pejuang yang menjarah kota-kota di Mesopotamia, namun sebagian besar datang sebagai immigran dengan hewan gembala mereka, untuk mencari daerah yang lebih hijau.

Ibbi-Sin memerintahkan tembok kota Ur dan Nippur diperkuat, namun usaha ini tidak mampu menghentikan penjarahan atau mempertahankan wilayah kekaisaran Sumeria. Banyak kota-kota mulai jatuh ke tangan bangsa Amorit, mereka lalu menjadi penguasa diberbagai kota.

Seorang bangsa Amorit yang bernama Ishbi-Erra, menjabat sebagai komandan atau jendral dari kota Mari, ia diperintahkan oleh raja Ibbi-Sin untuk membeli gandum dari kota Isin dan Nippur dan dikirim ke kota Ur yang sedang dilanda kelaparan. Ishbi-Erra menjawab ia tidak mampu mengirim gandum karena bangsa Amorit membuat kekacauan di berbagai kota dan memblokade jalan menuju Ur. Ia meminta untuk ditunjuk sebagai pemimpin atau gubernur dari kota Isin dan Nippur. Raja menyetujui permintaan tersebut, dan juga memerintahkan agar ia melipatgandakan (hingga 60x lipat) penawaran gandum untuk segera dikumpulkan dan dikirim ke kota Ur.

Ishbi-Erra berhasil mengantarkan gandum bagi kota Ur. melihat lumpuhnya raja atas kekuasaan diberbagai kota selain kota Ur, ia dikemudian memerdekan diri dan mengklaim sebagai raja Isin dan Nippur pada tahun 2017 SM, Ia adalah dinasti pertama kota Isin pada yang menandai jatuhnya kekuasaan kota-kota Sumeria ketangan bangsa Amorit.

Kekuasaan Ibbi-Sin pun hanya tersisa pada kota Ur, melihat hal tersebut bangsa Elam yang dipimpin oleh Kindattu, bersama koalisi dari suku-suku di Pegunungan Zagros kemudian menaklukkan dan menjarah kota Ur pada tahun 2004 SM, serta membawa Ibbi-Sin ke Elam sebagai tawanan perang dan wafat dinegeri asing.


Para ahli mempercayai jika pada masa Ibbi-Sin, kekaisaran menderita akibat musim kemarau yang panjang - sama halnya dengan kekeringan yang menyebabkan runtuhnya kekaisaran Akkad pada tahun 2193 SM.

Kota Ur dan beberapa kota Sumeria diperintah oleh komandan perang bangsa Elam, namun 8 tahun kemudian (1996 SM) mereka berhasil di usir oleh Ishbi-Erra yang kini berhasil merebut kota-kota Sumeria dari Isin ke hingga Ur.


/***

Secara defacto kota Ur jatuh ketangan bangsa Elam sekitar tahun 2004 SM, dan pada tahun 1996 SM, kota Ur dan bangsa Elam diusir oleh bangsa Amorit.
Abraham lahir sekitar tahun 1996 SM. Beberapa tahun kemudian Abraham beserta ayahnya Terah dan anggota keluarganya meninggalkan kota Ur menuju kota Harran, sebuah kota penting yang merupakan jalur perdaganan dari Karkemis ke kota Ashur. Dan kemudian Abraham berpindah lagi ke tanah Kanaan pada tahun 1921 SM, ketika ia berusia 75 tahun.

Di kota Ur ini lah, kisah perselisihan Abraham dan raja Nimrod tertuang dalam kitab-kitab Apokrip. Yang jika dilihat dari konteks sejarah pada masa itu kemungkinan kota Ur sudah memasuki era dinasti Isin - Larsa (sekitar 2004-1830 SM), pada masa ini kota-kota Mesopotamia mulai dipimpin oleh bangsa Amorit.

Kejadian 11:26-31


26 Setelah Terah hidup tujuh puluh tahun, ia memperanakkan Abram, Nahor dan Haran.

27 Inilah keturunan Terah. Terah memperanakkan Abram, Nahor dan Haran, dan Haran memperanakkan Lot.

28 Ketika Terah, ayahnya, masih hidup, matilah Haran di negeri kelahirannya, di Ur-Kasdim.

29 Abram dan Nahor kedua-duanya kawin; nama isteri Abram ialah Sarai, dan nama isteri Nahor ialah Milka, anak Haran ayah Milka dan Yiska.

30 Sarai itu mandul, tidak mempunyai anak.

31 Lalu Terah membawa Abram, anaknya, serta cucunya, Lot, yaitu anak Haran, dan Sarai, menantunya, isteri Abram, anaknya; ia berangkat bersama-sama dengan mereka dari Ur-Kasdim untuk pergi ke tanah Kanaan, lalu sampailah mereka ke Haran, dan menetap di sana.





***/

Setelah keruntuhan dinasti Ur III (Neo-Sumeria) peta politik di Mesopotamia terbagi ke pada 4 Kekaisaran utama:

1. Kekaisaran Elam (2700–539 SM).
2. Kekaisaran Babylon Tua (Babel I) (1830—1531 SM).
3. Kekaisaran Ashur Tua (2025–1378 SM)
4. Kekaisaran Hittite/Het (1600–1178 SM).
 


Peta Mesopotamia setelah Periode Ur III

Selanjutnya : Dinasti Babylon I (Amorit - Old Babylon)

Sumber :
https://en.wikipedia.org/wiki/Third_Dynasty_of_Ur

Minggu, 23 April 2017

Mengenal Bangsa Akkad

Kekaisaran Akkad adalah pemerintahan bangsa berbahasa Semit pertama di Mesopotamia, dan ibukotanya berpusat di kota Akkad. Kekaisaran ini menyatukan semua orang yang berbahasa Akkad dan Sumeria di bawah satu payung hukum.

Wilayah yang dikontrol oleh Akkad adalah semua wilayah Mesopotamia (moderen Irak, sebagian: Kuwait, Suriah, Turki dan Iran), mereka sempat mengirim ekspedisi militer ke Dilmun dan Magan (moderen Bahrain dan Oman) di Jazirah Arab.

Peta Kekaisaran Akkad.

Sargon Agung, sang pendiri kekaisaran Akkad membawa bangsa ini mencapai puncaknya sekitar tahun 2334-2279 SM. Oleh Sargon dan penerusnya, bahasa Akkad dipaksakan kepada negara-negara taklukan seperti Elam dan Gutium. Akkad dianggap sebagai kekaisaran pertama dalam sejarah manusia.

Setelah keruntuhan kekaisaran Akkad, orang-orang Mesopotamia yang berbahasa Akkad terbagi atas 2 negara utama, Ashur di utara dan Babilon/Babel di selatan.

(Bangsa berbahasa semit terbagi 2 wilayah: semit timur adalah Ashur dan Akkad; semit barat adalah bangsa amorit termasuk Kanaan (Phoenicia, Israel, Aram, Moab, Edom, Amon) dan Arab.

Riset Historis

Akkad (Agade) adalah ibu kota kekaisaran Akkad. Sebelum penemuan naskah dalam tulisan kuneiform, Akkad hanya dikenal melalui Alkitab:

Kejadian 10:9-10
9. ia seorang pemburu yang gagah perkasa di hadapan TUHAN, sebab itu dikatakan orang: "Seperti Nimrod, seorang pemburu yang gagah perkasa di hadapan TUHAN (Yahweh)."
10. Mula-mula kerajaannya terdiri dari Babel, Erekh, dan Akad, semuanya di tanah Sinear (Summeria).


Nimrod adalah nama dalam bahasa Ibrani yang belum di temukan konfirmasinya dalam naskah sejarah. Banyak yang menunjukkan kemiripan kisah Nimrod dengan legenda raja Gilgamesh yang mendirikan kota Uruk.

Saat ini sekitar 7.000 naskah dari periode Akkad telah dapat dibaca, dan mereka tertulis dalam bahasa Sumeria dan Akkad. Banyak pula naskah mengenai Kekaisaran Akkad yang berasal dari periode kemudian yakni Ashur dan Babel.

Pemahaman akan kekaisaran Akkad terbentur akan fakta bahwa kota Akkad hingga kini belum terindetifikasi lokasinya. Dan penanggalan dari situs-situs arkeologi juga mengalami permasalahan, karena tidak ada perbedaan mendasar, antara artefak yang berasal dari periode Sumeria atau dari periode  Akkad, juga dari periode Ur III. (rentetan periodenya adalah: Sumeria->Akkad->Gutium->Ur III/Neo-Sumeria)

Banyak informasi terbaru mengenai kekaisaran Akkad, berasal dari penggalian di wilayah dataran tinggi Khabur (moderen Suriah), wilayah ini setelah periode Akkad kemudian menjadi bagian dari wilayah bangsa Ashur. Misalnya pada penggalian di Tell Mozan (Urkesh kuno) ditemukan sebuah segel atas nama Tar'am-Agade, yang merupakan anak dari Naram-Sin, yang kemungkinan menikah dengan seorang penguasa setempat.

Penanggalan dan Pembagian Periode

Periode Akkad umumnya ditanggalkan pada tahun 2334-2154 SM (kronologi tengah Mesopotamia kuno), ia didahului oleh periode Sumeria, dan dilanjutkan dengan periode Gutium, kemudian Ur III/Neo-Sumeria.

Timeline Raja-Raja Akkad

Urutan raja-raja Akkad termasuk singkat dan jelas, dan berdasarkan daftar raja-raja yang dicatat oleh bangsa Neo-Sumeria, terdapat 5 raja dari bangsa Akkad yaitu:

- Sargon (2334-2279 SM) 55 tahun.
- Rimush (2278-2270 SM) 8 tahun.
- Manishtushu (2269-2255 SM) 14 tahun.
- Naram-Sin (2254-2218 SM) 36 tahun.
- Shar-Kali-Sharri (2217-2193 SM) 24 tahun.
- Interregnum (masa kekacauan) (2192-2190 SM) 2 tahun.
- Dudu (2189-2169 SM) 20 tahun.
- Shu-Turul (2168-2154 SM) 14 tahun.

Patung Tembaga, kepala Sargon/Manistushu/Naram-Sin.

Perkembangan Kerajaan

Akkad sebelum Sargon Agung

Nama kekaisaran Akkad berasal dari nama wilayah dan kota yaitu Akkad yang berada di daerah pertemuan sungai Tigris dan Efrat. Meski lokasi kota ini belum terindentifikasi, namun ia dikenal dari berbagai sumber naskah kuno.

Di antara naskah tersebut terdapat sebuah catatan pada masa sebelum pemerintahan Sargon, dan tertuang fakta bahwa nama Akkad bukan berasal dari bahasa Akkad, disimpulkan bahwa kota Akkad mungkin telah berdiri sebelum masa Sargon.

Sargon Agung (2334-2279 SM)

Sargon dari Akkad, Sargon Agung (Sharru-ukin, Sharru-Ken = "raja yang sah"), memperoleh kekuasaan dalam pertempuran di URUK, setelah mengalahkan Lugal-Zage-si (Summeria) dan menaklukkan kerajaannya.

Berdasarkan naskah yang berasal dari masa Sargon, tertulis mengenai klaim Sargon akan dirinya, bahwa ia adalah anak dari La'ibum atau Itti-Bel, seorang tukang kebun, atau seorang wanita yang dianggap suci, atau imam dewi Ishtar atau Inana.

Legenda lain mengenai Sargon yang berasal dari periode Ashur menuliskan:

"Ibuku bukanlah ibuku, ayahku tidaklah ku tahu. Pamanku pecinta wilayah perbukitan. Kota ku adalah Azurpiranu (padang rumput), yang terletak di tepi sungai Efrat. Ibu kandungku, mengandung diriku dengan diam-diam. Setelah  melahirkanku. Dia meletakkan diriku di dalam keranjang dengan terburu-buru, penutup keranjang dilapisinya dengan aspal. Ia menghanyutkanku ke sungai namun tidak membuatku tenggelam. Aliran sungai membawaku kepada Akki, sang penjaga pintu sungai, yang kemudian membesarkan ku sebagai anaknya. Akki sang penjaga pintu air, menunjukkku menjadi tukang kebunnya. Ketika saya sebagai bekerja sebagai tukang kebun, dewi Ishtar mencurahkan kasihnya kepadaku, dan selama empat dan (lima puluh?).... bertahun-tahun saya menjadi raja."

Klaim berikutnya yang dibuat atas nama Sargon menyebutkan bahwa ibu nya adalah seorang "entu" atau imam besar. Klaim tersebut mungkin dilakukan untuk mengangkat derajatnya sebagai raja, mengingat hanya keluarga terhormat yang bisa menduduki posisi raja.

Peta lokasi Akkad dan kerajaan Kish, dimana Sargon memulai karir nya

Awalnya ia adalah seorang juru minum (Rabshakeh) dari raja Kish yang bernama Ur-Zababa, Sargon kemudian menjadi tukang kebun, dan bertanggung jawab untuk membersihkan saluran irigasi. Hal ini memberinya kesempatan untuk mengenal para penggarap lahan yang mempunyai disiplin tinggi, yang  mungkin menjadi tentara pertamanya.

Setelah menggulingkan Ur-Zababa, Sargon diangkat menjadi raja, dan dia kemudian memulai menaklukkan berbagai negeri asing. 4 kali ia menyerang wilayah Suriah dan Kanaan, dan menghabiskan 3 tahun waktunya untuk menundukkan negara-negara di wilayah barat, dan menyatukan mereka dengan Mesopotamia, menjadi kekaisaran tunggal.

Sargon mampu menaklukkan banyak wilayah :
yang wilayah baratnya mencapai Laut Mediterania, mungkin hingga Cyprus (Kaptara);

di utara hingga ke wilayah pegunungan (naskah bangsa Het/Hittite menulis Sargon berperang dengan raja Nurdaggal dari Burushanda, hingga mencapai Anatolia);

di timur hingga negeri Elam;

Dan ke selatan hingga ke Magan (Oman) dan Dilmun (moderen Bahrain).

Dia menguatkan kekuasaannya atas wilayah-wilayah ini dengan mengganti penguasa setempat dengan para bangsawan dari negeri Akkad, hal ini untuk menjaga loyalitas mereka.

Jaringan perdagangan semakin meluas, dari perak di Anatolia hingga lapis Lazuli di wilayah moderen Afganistan, dari kayu aras di Libanon hingga tembaga di Magan. Konsolidasi negera kota di Sumeria dan Akkad mencerminkan kekuatan ekonomi dan politik Mesopotamia.

Gambar Sargon dipasang di tepi Laut Mediterrania, pada lokasi kemenangannya, ia juga mengembangkan kota-kota dan istana-istana di Akkad dari hasil rampasan perang. Sargon mengklaim sebagai penakluk 4 penjuru - utara Akkad (Ashur/Subartu), Selatan (Sumeria), timur (Elam), Barat (Martu/Amorit).

Sepanjang hidup, Sargon mendedikasikan dirinya bagi dewa-dewi Sumeria, khususnya Inana (Ishtar), pelindungnya, dan Zababa, dewa perang negeri Kish. Ia menyebut dirinya "Imam yang diurapi oleh Anu" dan "Ensi (raja) agung bagi dewa Enlil". Putrinya, Enheduanna diangkat menjadi imam dewi Nanna di kuil kota Ur.

Sebuah naskah dari periode Babilon menuliskan bahwa pada akhir masa pemerintahan Sargon, timbul berbagai macam permasalahan:

"Pada hari tua nya, semua negri memberontak melawan nya, dan mereka mengepung nya di (kota) Akkad [namun] ia menghadapi mereka dalam peperangan dan mengalahkan mereka, ia berhasil meruntuhkan dan menghancurkan tentara mereka yang besar itu."

dan tak lama kemudian terjadi lagi pemberontakan:

"Orang Subartu (suku-suku Ashur) di wilayah pegunungan - kemudian berganti menyerang, walau mereka akhirnya menyerah, dan Sargon membuat perhitungan dengan rakyat Subartu, ia memukul mereka dengan bengis."

Rimush & Manishtushu (2278-2255 SM)

Berbagai pemberontakan yang terjadi pada masa tua Sargon, terwariskan pada keturunannya. Anak Sargon bernama Rimush (2278-2270 SM) kemudian menjadi raja, namun selama berkuasa, ia disibukkan untuk meredam berbagai pemberontakan di berbagai kota Summeria dan Elam. Ia hanya berkuasa selama 8 tahun (ada yang mengatakan 7,9,15 thn) dan kemudian terbunuh di istana.

Kakak Rimush yaitu Manishtushu (2269-2255 SM) kemudian menjadi raja dan memerintah selama 15 tahun. Ia tercatat melakukan peperangan laut melawan 32 raja dan berhasil mengambil alih negeri-negeri mereka di jazirah Arab (moderen Uni Emirat Arab dan Oman). Manishtushu juga memerintahkan pembangunan kuil Ishtar di Nineveh. Walau ia mencapai kesuksesan, namun nasibnya sama dengan adiknya yang  kemudian di bunuh oleh kalangan istana.

Naram-Sin (2254-2218 SM)

Anak Manishtushu, Naram-Sin kemudian menjadi raja, pencapaian militer nya sangat termasyur hingga ia mendapat gelar kerajaan "Lugal Naram-Sin, Sar Kibrat Arabaim" yang berarti raja Naram-Sin, penguasa 4 wilayah, 4 wilayah adalah rujukan atas seluruh dunia. Dia juga adalah orang yang pertama dalam kebudayaan Sumeria yang mengklaim diri sebagai "dewa dari Akkad," hal ini bertentangan dengan kepercayaan relijius umum yang menyebut jika raja hanyalah wakil rakyat di hadapan para dewa.

Naram-Sin juga mencatat penaklukkan Akkad akan kota Ebla dan Armanum. Lokasi Armanum masih dalam perdebatan; seringkali diidentifikasi sebagai Armi (Aramean) seperti yang tertulis pada tablet Ebla. Ada yang mengatakan Armanum sebagai benteng di Bazi (Kompleks Tall Banat) yang berada pinggir sungai Efrat diantara Ebla dan Tell Brak, ada juga yang mempercayai Armanum sebagai Aleppo.

Untuk mengawasi wilayah Suriah, ia membangun sebuah istana di Tell Brak, sebuah persimpangan jalan, di jantung lembah sungai Khabur.

Naram-Sin juga melakukan kampanye militer terhadap Magan yang memberontak, dan berhasil menangkap raja Mandannu, penguasa Magan. Ia turut mendirikan pos-pos militer di sepanjang jalan raya Mesopotamia.

Ancaman utama kekuasaan Naram-Sin berasal dari wilayah utara, di pegunungan Zagros, berdiam suku Lullubi dan Gutium. Kampanye militer melawan Lullubi terukir dalam "Prasasti Kemenangan Naram-Sin," saat ini berada di Louvre, Perancis.

Sumber dari bangsa Het menginformasikan jika Naram-Sin berkelana hingga ke Anatolia melawan orang Het, Hurrian dan Zipani dari Kanesh, beserta 15 suku lain.

Kekayaan bangsa Akkad bersumber dari kondisi iklim yang mendukung, surplus pertanian dan perampasan harta dari bangsa lain.

Perekonomian disusun dengan terencana, butiran gandum dibersihkan, jatah gandum dan miyak di distribusikan melalui bejana yang berukuran standar. Pajak yang di bayar, digunakan untuk membiayai pembangunan dinding kota, kuil, kanal irigasi, dan pintu air agar menghasilkan surplus pertanian yang besar.

Dalam naskah pada periode Ashur dan Babilon, istilah "Akkad dan Sumeria" muncul sebagai sebuah gelar kerajaan.

Dalam bahasa Sumeria: LUGAL KI-EN-GI KI-URI atau dalam bahasa Akkad: Sar mat Sumeri u Akkadi, yang berarti "Raja Sumeria dan Akkad."

Ini adalah gelar untuk raja yang berhasil menguasai Nippur pusat intelektual dan relijius di wilayah selatan Mesopotamia.

Prasasti kemenangan Naram-Sin, memperingati kemenangan atas Lullubi dari gunung Zagros 2260 SM, ia digambarkan menggunakan helem bertanduk yang merupakan lambang dari para dewa, tubuhnya dibuat lebih besar dibanding musuhnya juga melambangkan keillahian.

Selama periode ini, bahasa Akkad menjadi lingua franca di Timur-Tengah, dan secara resmi digunakan untuk administrasi, namun demikian bahasa Sumeria tetap dipakai sebagai bahasa sastra.

Penyebarannya membentang dari Suriah hingga Elam (Iran), bahkan bahasa Elam ditulis menggunakan kuneiform Akkad.

Tulisan Akkad juga ditemukan di tempat yang sangat jauh, yaitu di Mesir (pada periode Amarna), Anatolia dan Persia (Behistun).

Sebuah naskah dari masa Ur III atau (old) Babilon yang menafsirkan jika Naram-Sin adalah penyebab murkanya dewa Enlil, dan hal ini menyebabkan para dewa menyingkir dari kota Akkad, sehingga Akkad kehilangan berkat dari para dewa, dan akhirnya membuat kekaisaran Akkad runtuh (The curse of Agade/Kutukan Akkad).

Shar-Kali(Gani)-Sharri (2217-2193 SM)

Anak dari Naram-Sin, ia menjadi raja pada saat kekaisaran Akkad memasuki masa krisis. Bangsa Guti/Gutium/Quti (Gutian) yang hidup di pegunungan Zagros semakin sering melakukan serangan "hit & run", serta banyak negri-negri vassal yang melakukan pemberontakan akibat pajak yang tinggi untuk membiayai penanggulangan serangan bangsa Guti.

Selain itu banyak kota di Summeria juga mengalami kekeringan dan membuat mereka meninggalkan daerah perkotaan.

Pencapaian utamanya adalah memperbaiki kuil Enlil di Nippur, mungkin karena waktunya yang berdekatan dengan serangan bangsa Gutium dan bencana kekeringan hingga lahirlah naskah The curse of Agade/kutukan Akkad.

Interregnum (Negara Dalam Keadaan Kacau)

Setelah kematian Shar-Kali-Sharri kota-kota Summeria jatuh ke dalam anarkisme. Dan selama waktu 2 tahun, terjadi 4 pergantian raja yaitu: Igigi, Inini, Nanum, Ilulu.

Dudu (2189-2169 SM)

Memerintah selama 20 tahun, namun kekuasaannya hanya berkisar pada kota Akkad, selama berkuasa ia disibukkan dengan pertempuran dengan bangsa Guti, Amorit & Elam.

Shu-Turul (2168-2154 SM)

Anak dari Dudu dan memerintah selama 14/15 tahun, Akkad kemudian ditaklukkan oleh bangsa Guti, dan hegemoni wilayah ini berpusat di kota Uruk.

Kehancuran Akkad

Kekaisaran Akkad akhirnya runtuh sekitar tahun 2154 SM, 180 tahun sejak didirikan. Hal ini membawa wilayah Mesopotamia kepada periode kegelapan, hingga munculnya Dinasti Ur III pada tahun 2112 SM.

Sangat sedikit yang diketahui tentang periode Gutium. Sebuah naskah memberitahukan jika penguasa Gutium tidak memperhatikan masalah pertanian, administrasi, atau keamanan negara; mereka memaksa semua hewan ternak dibebaskan berkeliaran di Mesopotamia, dan hal ini segera membawa bencana kelaparan dan harga gandum yang meroket.

Kemerosotan ini, juga bertepatan dengan musim kemarau yang parah akibat perubahan iklim yang melanda hingga wilayah Mesir.

Raja Sumeria, Ur-Nammu (2112-2095 SM) akhirnya berhasil mengusir orang-orang Gutium dari Mesopotamia.

Bukti dari Tell Leilan, di wilayah utama Mesopotamia mungkin dapat menunjukkan apa yang terjadi pada periode kekeringan itu. Situs ini ditinggalkan segera setelah tembok besar kota, serta kuil-kuilnya selesai dibangun.

Puing-puing, debu dan pasir yang menutupi kota ini menunjukkan jika tidak ada jejak aktivitas manusia. Sampel tanah hanya menunjukkan pasir yang tertiup angin, tanpa ada nya jejak aktivitas cacing tanah, curah hujan secara drastis menurun terlihat dari indikasi kekeringan dan tiupan angin.

Juga terdapat bukti rangka kurus dari ternak domba dan sapi yang menunjukkan kematian akibat kekeringan, sekitar 28.000 penduduk meninggalkan kota ini, untuk mencari sumber air di tempat lain.

Lalu lintas perdangan runtuh, para penggembala nomaden seperti bangsa Amori mulai bergerak menuju sumber air terdekat yang akhirnya membawa konflik dengan penduduk Akkad.

Perubahan iklim ini nampaknya mempengaruhi seluruh Timur-Tengah, dan bertepatan juga dengan runtuhnya (Periode) Kerajaan Lama Mesir.

Runtuhnya wilayah pertanian yang mengandalkan curah hujan di bagian utara berarti runtuhnya Mesopotamia bagian selatan, yang merupakan sumber utama penopang kekaisaran Akkad.

Ketinggian air di sungai Tigris dan Efrat turun hingga 1,5 M dibawah level air pada tahun 2600 SM, dan meskipun menjadi stabil pada Periode Ur III, rivalitas antara para penggembala dan petani semakin meningkat.

Sebuah upaya untuk mencegah penggembala nomaden memasuki wilayah pertanian, adalah dengan membangun tembok sepanjang 180 KM yang dikenal sebagai "Pengusir orang Amorit" di antara Tigris dan Efrat, dikerjakan oleh raja Shu-Sin, pada periode Ur III. Namun kebijakan ini menyebabkan meningkatnya ketidakstabilan politik; dan terjadi kekacauan di wilayah-wilayah yang iklimnya kurang menguntungkan.

Periode diantara tahun 2112-2004 SM dikenal sebagai periode Ur III. Praktek penulisan dokumen kembali dilakukan di Sumeria, namun bahasa Sumeria hanya menjadi bahasa sastra atau liturgi keagamaan, sama seperti bahasa latin.

Pemerintahan

Bangsa Akkad berhasil membentuk "standar Klasik" bagi negara-negara yang akan muncul di wilayah Mesopotamia.

Secara tradisi, seorang ensi adalah pejabat tertinggi di negara kota Sumeria. Dan pada periode berikutnya, seseorang dapat menjadi ensi, dengan cara menikahi imam dewi Inana, hal ini untuk melegitimasi kekuasaan melalui persetujuan illahi.

Lalu sistem monarki berkembang, dan sebuah negara kota di pimpin oleh lugal (lu=orang(lelaki), gal=besar) namun ia tunduk pada seorang imam ensi.

Awalnya Lugal diangkat untuk mengatasi  masa sulit yang tidak mampu diselesaikan oleh seorang ensi, namun pada masa dinasti dikemudian hari, seorang lugal memiliki peranan utama, dan mempunyai sebuah istana atau "e" (=rumah), yang terpisah dari kuil.

Saru hal yang sangat penting pada zaman ini adalah, siapapun yang mengendalikan kota Kish atau menjadi Sar Kissati (raja kish), akan dianggap sebuah keunggulan di Sumeria, hal ini dikarenakan posisi ke-2 sungai (Efrat dan Tigris) berdekatan pada kota ini, hingga siapa yang mengendalikan kota Kish berarti mengendalikan sistem irigasi di kota-kota bagian hilir Mesopotamia.l

Pada periode Sargon posisi Ensi adalah selevel dengan gubernur, dan ia berada di bawah kekuasaan Sar Kissati, "sang penguasa alam semesta." Sargon juga tercatat mengorganisir ekspedisi angkatan laut ke Dilmun (Bahrain) dan Magan.

Ketika Sargon memperluas wilayahnya dari (Laut Bawah) Teluk Persia ke (Laut Atas) Mediterania, ia merasa telah menaklukkan semua wilayah di muka bumi, dari tempat terbit hingga terbenamnya matahari, seperti yang tertulis dalam naskah-naskah

Pada masa Naram-Sin, cucu Sargon, ia melangkah lebih jauh dalam klaim, karena ia mengangkat dirinya ke level "dingir" (=para dewa), ia juga mendirikan kuil untuk dirinya sendiri.

Jika pada periode sebelumnya, seorang penguasa seperti Gilgamesh menjadi dewa setelah kematian, namun para raja setelah Naram-Sin, menganggap diri mereka sebagai dewa yang hidup diantara manusia. Gambar figur mereka selalu lebih besar dari pada manusia lain.

Salah satu strategi yang digunakan oleh Sargon dan Naram-Sin untuk memperkuat kontrol mereka atas negara, adalah dengan mengangkat anak perempuan mereka, Enheduanna dan Emmenanna, menjadi imam besar dewa Sin (sebutan dalam bahasa Akkad untuk dewi bulan Sumeria, Nanna, di kota Ur); anak lelaki mereka sebagai ensi, atau selevel gubernur di lokasi strategis; atau menikahkan anak perempuan mereka dengan penguasa negeri lain. Yang tercatat adalah kisah anak perempuan Naram-Sin, Tar'am-Agade di kota Urkesh (bangsa Hurri)

Ekonomi

Rakyat Akkad sepenuhnya bergantung pada sistem pertanian, di 2 wilayah utama:

1. Lahan pertanian dengan sistem irigasi di wilayah selatan.
2. Lahan pertanian tadah hujan di wilayah utara.

Wilayah selatan pada periode Akkad nampaknya memiliki curah hujan yang mirip dengan zaman moderen ini, yakni kurang dari 20 mm per tahun. Sehingga pertanian sangat bergantung pada sistem irigasi.

Sebelum periode Akkad, tingkat salinitas (kadar garam) tanah telah meningkat, hal ini diakibatkan sistem irigasi yang kurang baik, dan telah mengurangi hasil panen gandum di wilayah selatan ini, hal ini menyebabkan mereka mengubah ke varietas gandum yang berkualitas rendah namun memiliki toleransi yang tinggi terhadap kadar garam.

Populasi perkotaan mencapai puncaknya pada tahun 2600 SM, dan tekanan demografi ini berkontribusi terhadap munculnya gerakan militerisme sebelum periode Akkad (terlihat pada "Stele of Vultures of Eannatum").

Kepadatan penduduk di wilayah ini memberi Akkad, akses untuk merekrut tentara dalam jumlah besar.

Namun demikian cadangan air di Akkad cukup tinggi karena sungainya mendapatkan limpahan air secara teratur dari lelehan salju dan badai musim dingin di wilayah hulu (dataran tinggi). Limpahan air ini cukup stabil sekitar tahun 3000-2600 SM, lalu mulai menurun pada periode Akkad.

Walau demikian, masa banjir di wilayah ini lebih sulit untuk diprediksi dibandingkan sungai Nil; seringnya terjadi banjir besar membuat biaya pemeliharaan sistem irigasi membengkak. Kadang pada masa gagal panen, para petani direkrut untuk menjadi pekerja guna memperbaiki irigasi.

Gwendolyn Leick berpendapat jika pekerjaan ini adalah tugas awal Sargon di kerajaan Kish, dari tugas ini lah, Sargon dapat mengendalikan sekumpulan besar pekerja; sebuah tablet tertulis:

"Sargon, sang raja, kepadanya Enlil berkenan untuk tidak memiliki saingan - 5.400 prajurit mengkonsumsi roti tiap hari di bawah Sargon."

Pada musim panas yang kering, bangsa Amorit yang nomaden dari wilayah barat akan menggembalakan kambing dan domba mereka untuk merumput ke wilayah yang mendapat curahan air dari sungai dan saluran irigasi. Untuk itu mereka diharuskan mempersembahkan  wol, daging, susu dan keju ke kuil-kuil, dan dari sini akan di distribusikan kepada para birokrat dan imam-imam.

Jika cuaca kondusif, semua ini berjalan dengan baik, namun pada tahun-tahun yang buruk, padang rumput tidaklah banyak jumlahnya, dan para penggembala nomaden ini berusaha menggembalakan ternak mereka di lahan gandum, dan konflik dengan petani akan terjadi.

Namun jika kiriman persediaan gandum dari wilayah utara (pertanian tadah hujan) mencukupi, maka masalah dapat dihindari.

Dalam hal produk pertanian wilayah Sumer dan Akkad cukup surplus, namun mereka tidak memiliki sumber daya alam lain seperti: biji besi, kayu dan batu untuk pembangungan istana, semua ini harus di import.

Pelebaran wilayah kekaisaran Akkad hingga ke "pegunungan perak" (Pegunungan Taurus), ke "Kayu Aras" Lebanon, serta Magan dengan cadangan tembaganya, kemungkinan besar untuk mengamankan kontrol atas sumber daya ini. Pada satu tablet tertulis:

"Sargon, raja Kish, menang dalam 34 pertempuran (atas kota-kota) hingga ke tepi laut (dan) menghancurkan dinding mereka. Ia membuat kapal-kapal dari Meluhha, kapal dari Magan (dan) kapal dari Dilmun tertambat di dermaga Agade. Raja Sargon bersujud dihadapan (dewa) Dagan (dan) memanjatkan doa kepadanya; (dan) ia (Dagan) memberinya wilayah dataran tinggi, yaitu Mari, Yarmuti, (dan) Ebla, hingga ke hutan Aras (dan) ke pegunungan perak."

Kebudayaan

Seni

Dalam bidang seni para raja Akkad sangat memberi perhatian khusus, banyak seni dari bangsa Sumeria dilestarikan. Teknik ukiran pada segel-segel, semakin meningkat, namun banyak menggambarkan "suasana konflik yang mengerikan, bahaya dan ketidakpastian.

Banyak pula penggambaran dunia dimana manusia dijatuhkan hukuman yang tidak dapat dipahami alasannya, dari para dewa. Dewa dewi ini terasa jauh dan menakutkan serta menuntut untuk di sembah, namun tidak dapat dicintai." Suasana hati demikian menjadi ciri dari seni Mesopotamia kuno.

Bahasa

Pada periode ini terjadi hubungan simbiosis antara orang Sumeria dan Akkad, mereka menjadi bilingualisme.

Pengaruh bahasa Sumeria terlihat banyak diadopsi dalam tata bahasa Akkad. Bahasa Akkad secara bertahap menggantikan bahasa Sumeria sebagai bahasa lisan, namun bahasa Sumeria terus digunakan sebagai bahasa suci, seremonial, literatur dan ilmiah di Mesopotamia hingga abad ke-1 Masehi.

Teknologi

Sebuat tablet dari periode Akkad tertulis, "(Sejak zaman dahulu) tidak ada yang membuat patung dari timah, (tapi) Rimush raja Kish, memiliki patung dirinya yang terbuat dari timah, berdiri di hadapan Enlil, dan melafalkan (Rimush) kebajikannya kehadapan para dewa."

Patung Bassetki tembaga, menunjukkan bukti akan tingkat keterampilan yang diraih para pengrajin pada periode Akkad.

Patung Bassetki dari tembaga.

Segel dari Periode Akkad.


Kekaisaran Akkad menciptakan sistem pos pertama, dimana sebuah tablet tanah liat ditulisi dengan huruf Kuneiform Akkad, dibungkus dengan amplop tanah liat dan ditulis dengan nama dan alamat dari penerima, serta ditandai dengan segel dari pengirim. Surat ini tidak dapat dibuka kecuali dengan merusak segelnya.

Dinasti Gutium

Dinasti bangsa Guti/Gutium mulai berkuasa di Mesopotamia sekitar tahun 2154-2112 SM, menggantikan bangsa Akkad.

Mereka memerintah sekitar 1 abad (daftar raja-raja Sumeria menyebut bervariasi antara 25 dan 4 tahun). Akhir dari periode Gutium ditandai dengan berkuasanya Ur-Nammu, pendiri dari dinasti Ur III "Neo-Sumeria", pada tahun 2112 SM.

Bangsa ini mungkin berasal dari pegunungan Zagros tengah, meski tidak diketahui secara pasti tentang asal-usulnya.

Pink (Lokasi awal bangsa Guti), Krem (kekuasan Gutium di Mesopotamia), Biru (Lokasi ibu kota Akkad), Hijau (Kekuasaan bangsa Neo-Sumeria)


Sejarah

Bangsa Guti melakukan taktik serangan "hit & run" pada wilayah perbatasan, dan akan memerlukan waktu yang lama bagi tentara kekaisaran untuk mengendalikan situasi di wilayah terkait.

Serangan ini melumpuhkan ekonomi kekaisaran, keamanan di perjalanan menjadi terganggu demikian pula dengan aktifitas petani di ladang-ladang, hal ini menyebabkan timbulnya gagal panen dan kelaparan.

Dalam "Daftar Raja Sumeria" dituliskan bahwa raja Ur-Utu dari Uruk dikalahkan oleh bangsa barbar Guti, sekitar tahun 2150 SM. Mereka menyapu serta mengalahkan tentara Akkad, dan meruntuhkan kekaisaran pada tahun 2115 SM.

Namun orang Guti ini tidak menguasai seluruh kota kekaisaran Akkad, karena beberapa kota tetap merdeka, contohnya Lagash, disana dinasti lokal tetap berkuasa dan meninggalkan catatan arkeologi.

Kehancuran ibu kota Akkad menyebabkan lokasinya hingga kini tidak diketahui. Bangsa Guti adalah penguasa yang buruk, pada periode ini kemakmuran menurun. Mereka sangat awam dengan kerumitan sebuah peradaban dan mengorganisasikan sebuah negara, mereka juga tidak mampu mengatasi pemeliharaan jalur irigasi serta pertanian.

 Dan hal ini menyebabkan timbulnya kelaparan serta membawa Mesopotamia ke dalam masa kegelapan.

Ibu kota Akkad dijadikan pusat kekaisaran oleh bangsa Guti, beberapa kota di Sumeria yakni di wilayah selatan mendapat keuntungan dari jarak ini, mereka membayar upeti untuk mendapatkan kemerdekaan dan mengatur wilayahnya.

Demikianlah Uruk berhasil mengembangkan diri. Bahkan di kota Akkad sendiri, seorang penguasa dari bangsa Sumeria berhasil naik ke puncak kekuasaan, yang terkenal adalah Ensi Gudea dari kota Lagash.

Setelah melalui beberapa raja, penguasa Guti akhirnya mulai berbudaya, dan mereka hanya berkuasa sekitar 1 abad - sekitara tahun 2050 SM, mereka diusir dari Mesopotamia oleh penguasa Uruk dan Ur, ketika Utu-hengal dari Uruk mengalahkan raja Tirigan dari bangsa Guti. Kemenangan ini membangkitkan perekonomian di wilayah selatan.

Sekitar 1.500 tahun kemudian terdapat sebuah naskah (Weidner Chronicle) yang menceritakan tentang periode Gutium:

"Naram-Sin menghancurkan orang-orang Babel, demikianlah 2 kali dewa Marduk membangkitkan kekuatan Gutium untuk melawannya. Marduk memberikan tahta kerajaan kepada bangsa Guti. 

Bangsa Guti adalah orang yang tidak mengenal kebahagiaan, dan tidak mengetahui bagaimana menghormati dan memuja para dewa. 

Utu-hengal, seorang nelayan, menangkap ikan di tepi laut untuk dipersembahkan sebagai qurban kepada para dewa. Ikan itu bahkan tidak boleh dipersembahkan kepada dewa lain sebelum diberikan kepada dewa Marduk, namun orang Guti merampas ikan rebus itu dari nya sebelum di persembahkan, oleh karena hal tersebut, keputusan agung di ambil, Marduk merebut berkah kekuatan dari bangsa Guti untuk memerintah tanahnya dan memberikannya kepada Utu-hengal."
 
Selanjutnya Dinasti Ur III (Neo-Sumeria)

Sumber:
https://en.wikipedia.org/wiki/Akkadian_Empire
http://www.ancient.eu/akkad/
https://en.wikipedia.org/wiki/Gutian_dynasty_of_Sumer

Rabu, 19 April 2017

Mengenal Prasasti Kurkh - Shalmanasser III

Prasasti Kurkh Monolith (batu tunggal) milik Shalmanesser III

Di temukan pada tahun 1861 di desa Kurkh, di pinggir sungai Tigris pada bagian tenggara Turki, prasasti ini mencatat peristiwa yang terjadi pada masa raja Ashurnasirpal II (883-859 SM) dan anaknya Shalmanaasser III dengan 6 kampanye militer terhadap negeri Aram di wilayah Suriah. Kampanye pada tahun ke-6 yakni pada tahun 853 SM, menyebutkan Ahab, raja Israel, sebagai bagian dari koalisi anti-Ashur di Qarqar di pinggir sungai Orontes di wilayah barat Suriah.

Prasasti Kurkh


Batu ini setinggi 2,2 meter, dan menuliskan mengenai sejarah kampanye militer dari tahun ke-1 hingga ke-6 (ke-5 tidak ada), oleh raja Shalmanasser III (859-824 SM). Kampanye militer ini adalah ke wilayah barat mesopotamia yaitu Suriah, dimana ia berperang dengan kerajaan Bit Adini dan Karkemis, pada bagian akhir tercantum riwayat pertempuran Qarqar, di mana terdapat koalisi 12 raja yang berperang melawan Shalmanasser III di kota Qarqar, suria. Pasukan gabungan ini dipimpin oleh Irhuleni raja Hamat dan  Hadadezer raja Aram-Damaskus, dan untuk pertama kali nya bangsa Arab tercatat dalam catatan sejarah dunia, dengan pasukan onta yang dipimpin oleh raja Gindibu. Untuk pertama dan terakhir kali istilah Israel juga tercatat dalam sejarah Ashur, di kemudian hari mereka menggunakan istilah Bit Humri/Omri (dinasti Omri) atau Samaria untuk merujuk pada Israel.

Berdasarkan jumlah prajurit infanteri dan kereta perang yang tertulis, Ahab adalah salah satu mitra utama dalam koalisi. Shalmanesser III mengklaim sebagai pemenang dalam peperangan ini, namun hal tersebut dipertanyakan, karena setelah pulang ke Ashur, beberapa tahun kemudian ia harus kembali ke Suriah untuk menghadapi koalisi yang sama pada tahun ke-10, 11 dan 14 ia berkuasa.

Tulisan pada prasasti ini berada di kedua sisi batu monolith, sebagian besar di tulis di tubuh Shalmanesser III dari bahu hingga kakinya.

Sebenarnya raja Shalmanasser III sedang berada di kota Calhu, dan peperangan di jalankan oleh turtanu (perdana mentri), Dayyan-Assur.

Peta Perang Qarqar


Tahun ke-6 (kolom II)

Pada kampanye militer tahunan Dayyan-Assur, di bulan Airu, hari ke-14, Aku berangkat dari Nineveh, menyeberangi sungai Tigris, menuju kota Giammu di pinggir sungai Balikh. Karena kekuasaan ku yang begitu dasyat, dan teror yang ditimbulkan dari kekuatan senjata ku, mereka menjadi ketakutan; dengan senjata mereka sendiri para bangsawan disana membunuh Giammu.

Ke Kitlala dan Til-Sha-Mar-Ahl, kudatangi. Aku memasang dewa-dewa kita di istana mereka. Di istana mereka aku mengadakan perjamuan. Harta bendanya ku buka. Aku melihat semua kekayaannya. Barang-barangnya, segala kepunyaannya, Ku bawa semuanya ke kota ku Ashur.

Dari Kitlala aku berangkat dan mendekati Kar-Shalmanasser. Dengan menggunakan bantalan kulit kambing aku menyeberangi sungai Efrat, ...

dari Sangara dari Carchemish, dari Kundashpi dari Kuhumu (Commagene), dari Arame anak Guzi, dari Lalli orang Mildean, dar Haiani anak Gahari, dari Kalparoda orang Hattina, dari Kalparuda orang Gurhum, - perak, emas, timah, tembaga, peralatan perunggu, di Ina-Asshur-uttir-asbat, di pinggir sungai Efrat, dan sungai Sagur, yang di sebut oleh orang Hatti sebagai Pitru, aku menerimanya.

Dari Efrat aku berangkat dan mendekat ke Halman (Aleppo). Mereka ketakutan untuk bertempur dengan ku, mereka memeluk kakiku. Mereka memberi upeti dari perak dan emas. Aku mempersembahkan qurban kepada dewa Adad dari Halman.

Dari Halman aku berangkat ke kota Irhuleni, milik orang Hamati, ku datangi kota Adennu, Barga, Argana, kota kerajaannya, ku rebut. Barang jarahannya, segala benda miliknya, perkakas di istanya, ku bawa keluar, ku bakar istananya.

Dari Argana aku berangkat ke Karkar. Karkar kota kerajaan, ku hancurkan, ku ratakan, ku bakar dengan api.

1200 kereta perang, 1200 prajurt kavaleri, 20.000 tentara dari Dadda-Idri(Hadad-Haezer) dari (Aram) Damaskus;
700 kereta perang, 700 kavaleri, 10.000 tentara milik Irhuleni orang Hamath;
2000 kereta perang, 10.000 tentara milik "A-ha-ab-bu Sir-ila-a-a" (Ahab, orang Israel);
500 tentara dari Guaans (Byblos);
1000 tentara dari Musri (Mesir);
10 kereta perang, 10.000 tentara dari Irqanatian;
200 tentara dari Matinuba'il orang Arvad;
200 tentara dari Usanate,
30 kereta, [].000 dari Adunu-ba'il orang Shiane;
1000 unta dari gindibu orang Arab;
[].000 tentara dari Ba'sa bin Ruhubi orang Ammon;

12 raja ini di bawa olehnya untuk bersatu berperang melawan ku. Dengan meyakini berkah kekuatan yang berikan dewa Assur kepada ku, dengan kekuatan berkat sejata serta dampingan dewa Nergal terhadap kami, Aku berperang dengan mereka. Dari Qarqar hingga kota Gilzau, ku gilas mereka, 14.000 tentara mereka ku habisi dengan pedang. Seperti dewa Adad, ku hujani mereka dengan kehancuran. Ku serakkan mayat hingga jauh dan luas, ... tertutup ... wajah muram polos pada tentara mereka. Dengan senjataku ku buat darah mereka mengalir menuruni lembah di tanah itu. Dataran itu terlalu kecil untuk mayat mereka yang tergeletak, untuk mengubur mereka sangat luas tanah didaerah pinggiran yang di pergunakan. Mayat mereka ku bentang di Arantu (sungai Orotes) sebagai jembatan. Dari peperangan itu, ku rebut kereta perang mereka, kavaleri mereka, kuda mereka, kuk mereka yang hancur.

Apakah Abraham Berasal Dari Ur atau Haran?

Abraham berasal dari kota Haran dan bukan dari kota Ur-Kasdim, ya itulah pendapat beberapa para ahli biblikal moderen, mengapa mereka berpen...