Kamis, 30 Maret 2017

Pengantar Alkitab Ibrani (24 Final)

Kuliah 24 - Pandangan Alternatif: Esther & Yunus [Desember 6, 2006]

Bab 1. Kitab Esther.

Sebuah pemikiran tandingan atas literatur apokaliptik dan ketergantungan akan tindakan illahi yang sempurna dan dahsyat dari Yahweh untuk memberi keadilan bagi orang benar dan penghukuman bagi orang fasik, dapat ditemukan dalam kitab Esther. Ia adalah sebuah novel pendek yang disetting pada zaman Persia pada abad ke-5 M, dan kemungkinan ditulis pada abad ke-4 SM, pada masa pemerintahan Xerxes (Aahasyweros) yang bertahta sekitar tahun 486-465 SM.

Ini adalah sebuah fiksi heroik yang menampilkan seorang Yahudi di istana raja kafir, jadi situasinya mirip seperti Daniel. Orang-orang Yahudi sedang terancam dalam proses genosida, dan mereka diselamatkan bukan karena campur tangan illahi, namun seluruhnya melalui usaha mereka sendiri. Yang unik dalam kitab Esther sama sekali tidak menyebut Yahweh.

Kisahnya berpusat pada Mordekhai, seorang Yahudi yang saleh. Yang hidup di kota Susan, ia memiliki seroang keponakan yang cantik, bernama Esther, dan juga menjadi pusat dalam kisah ini. Ada banyak ironi ala komik dan menghibur pembaca dalam kitab ini. Ketika raja Persia menceraikan istrinya, Vashti, karena menolak untuk muncul di hadapan undangan serta pembesar raja disebuah acara. Esther lalu menjadi ratu karena kecantikannya, dan Mordekhai menasehati Esther untuk menyembunyikan identitas ke-Yahudiannya dengan alasan keamanan.

Ester 2:10-11
10. Ester tidak memberitahukan kebangsaan dan asal usulnya, karena dilarang oleh Mordekhai.
11. Tiap-tiap hari berjalan-jalanlah Mordekhai di depan pelataran balai perempuan itu untuk mengetahui bagaimana keadaan Ester dan apa yang akan berlaku atasnya.

Setelah beberapa saat kemudian, raja mengangkat Haman, seorang Agag, menjadi kepala administrator. Dan semua orang di istana berlutut kepada Haman, sebagaimana titah raja, semua orang kecuali Mordechai. Setelah beberapa saat penolakan ini, akhirnya masalah ini terdengar oleh Haman.

Esther 3:4-6
4. Setelah mereka menegor dia berhari-hari dengan tidak didengarkannya juga, maka hal itu diberitahukan merekalah kepada Haman untuk melihat, apakah sikap Mordekhai itu dapat tetap, sebab ia telah menceritakan kepada mereka, bahwa ia orang Yahudi.
5. Ketika Haman melihat, bahwa Mordekhai tidak berlutut dan sujud kepadanya, maka sangat panaslah hati Haman,
6. tetapi ia menganggap dirinya terlalu hina untuk membunuh hanya Mordekhai saja, karena orang telah memberitahukan kepadanya kebangsaan Mordekhai itu. Jadi Haman mencari ikhtiar memunahkan semua orang Yahudi, yakni bangsa Mordekhai itu, di seluruh kerajaan Ahasyweros.
7. Dalam bulan pertama, yakni bulan Nisan, dalam tahun yang kedua belas zaman raja Ahasyweros, orang membuang pur--yakni undi--di depan Haman, hari demi hari dan bulan demi bulan sampai jatuh pada bulan yang kedua belas, yakni bulan Adar.
8. Maka sembah Haman kepada raja Ahasyweros: "Ada suatu bangsa yang hidup tercerai-berai dan terasing di antara bangsa-bangsa di dalam seluruh daerah kerajaan tuanku, dan hukum mereka berlainan dengan hukum segala bangsa, dan hukum raja tidak dilakukan mereka, sehingga tidak patut bagi raja membiarkan mereka leluasa.
9. Jikalau baik pada pemandangan raja, hendaklah dikeluarkan surat titah untuk membinasakan mereka; maka hamba akan menimbang perak sepuluh ribu talenta dan menyerahkannya kepada tangan para pejabat yang bersangkutan, supaya mereka memasukkannya ke dalam perbendaharaan raja."
10. Maka raja mencabut cincin meterainya dari jarinya, lalu diserahkannya kepada Haman bin Hamedata, orang Agag, seteru orang Yahudi itu,
11. kemudian titah raja kepada Haman: "Perak itu terserah kepadamu, juga bangsa itu untuk kauperlakukan seperti yang kaupandang baik."

Pada ayat 7 Haman melempar undian, atau Pur, atau Purim; ini adalah untuk menentukan tanggal pembantaian orang Yahudi, kemudian ia menawarkan raja sejumlah uang sebagai imbalan untuk mengizinkan ia membunuh orang Yahudi dalam kerajaan Persia. Haman memberitahukan penyebab pembantaian ini, bersamaan dengan tawaran uang agar mendapatkan titah ini. Dan keputusan raja keluar untuk membantai dan memusnahkan semua orang Yahudi, muda, tua, anak-anak dan perempuan serta merampas semua harta mereka. Dan hal ini terjadi pada tanggal 13 bulan Adar.

Mendengar titah raja tersebut orang Yahudi di mana-mana mulai berpuasa, menangis dan meratap akan nasib mereka, dengan memakai kain berkabung dan abu. Esther lalu mendapatkan informasi ini dari Mordekhai, karena selama ia tinggal di istana, ia tidak mengetahui akan hal tersebut. Mordekhai meminta Esther agar mendesak raja untuk menarik titah tersebut. Awalnya Eshter ragu-ragu, karena ia takut di hukum mati karena perbuatannya itu, dan respon Mordekhai adalah

Esther 4:13-16
13. maka Mordekhai menyuruh menyampaikan jawab ini kepada Ester: "Jangan kira, karena engkau di dalam istana raja, hanya engkau yang akan terluput dari antara semua orang Yahudi.
14. Sebab sekalipun engkau pada saat ini berdiam diri saja, bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan kelepasan dari pihak lain, dan engkau dengan kaum keluargamu akan binasa. Siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu."
15. Maka Ester menyuruh menyampaikan jawab ini kepada Mordekhai:
16. "Pergilah, kumpulkanlah semua orang Yahudi yang terdapat di Susan dan berpuasalah untuk aku; janganlah makan dan janganlah minum tiga hari lamanya, baik waktu malam, baik waktu siang. Aku serta dayang-dayangkupun akan berpuasa demikian, dan kemudian aku akan masuk menghadap raja, sungguhpun berlawanan dengan undang-undang; kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati."

Mordekhai pun pergi dan melakukan seperti yang dipesan oleh Esther. Esther kemudian meminta raja menghadiri pesta yang ia adakan dan turut pula mengundang Haman. Pada acara tersebut raja menawarkan kepada Esther untuk mengabulkan apa saja permintaannya.

Esther 7:3-6
3. Maka jawab Ester, sang ratu: "Ya raja, jikalau hamba mendapat kasih raja dan jikalau baik pada pemandangan raja, karuniakanlah kiranya kepada hamba nyawa hamba atas permintaan hamba, dan bangsa hamba atas keinginan hamba.
4. Karena kami, hamba serta bangsa hamba, telah terjual untuk dipunahkan, dibunuh dan dibinasakan. Jikalau seandainya kami hanya dijual sebagai budak laki-laki dan perempuan, niscaya hamba akan berdiam diri, tetapi malapetaka ini tiada taranya di antara bencana yang menimpa raja."
5. Maka bertanyalah raja Ahasyweros kepada Ester, sang ratu: "Siapakah orang itu dan di manakah dia yang hatinya mengandung niat akan berbuat demikian?"
6. Lalu jawab Ester: "Penganiaya dan musuh itu, ialah Haman, orang jahat ini!" Maka Haman pun sangatlah ketakutan di hadapan raja dan ratu.

Esther mengungkapkan identitas Yahudi nya dihadapan raja. Raja meninggalkan ruangan dengan marah, lalu Haman berlutut dan bersujud di sofa Esther memohon ampunan. Namun ketika raja kembali memasuki ruangan, ia melihat Haman dan berpikir jika Haman hendak mencabuli Esther. Raja pun menghukum Haman untuk di tusuk pada tiang pancang yang telah di atur oleh Haman sendiri untuk Mordekhai. Posisi Haman lalu digantikan oleh Mordekhai.

Namun posisi orang Yahudi masih dalam bahaya karena titah raja tidak dapat di cabut. Apa yang telah keluar dari raja maka itu adalah hukum. Jadi solusinya adalah titah ke dua di mana raja memerintahkan orang Yahudi untuk mempersenjatai diri dan menumpas semua yang ingin menyerang mereka.

Esther 8:11-13, 17
11. yang isinya: raja mengizinkan orang Yahudi di tiap-tiap kota untuk berkumpul dan mempertahankan nyawanya serta memunahkan, membunuh atau membinasakan segala tentara, bahkan anak-anak dan perempuan-perempuan, dari bangsa dan daerah yang hendak menyerang mereka, dan untuk merampas harta miliknya,
12. pada hari yang sama di segala daerah raja Ahasyweros, pada tanggal tiga belas bulan yang kedua belas, yakni bulan Adar.
13. Salinan pesan tertulis itu harus diundangkan di tiap-tiap daerah, lalu diumumkan kepada segala bangsa, dan orang Yahudi harus bersiap-siap untuk hari itu akan melakukan pembalasan kepada musuhnya.
....
17. Demikian juga di tiap-tiap daerah dan di tiap-tiap kota, di tempat manapun titah dan undang-undang raja telah sampai, ada sukacita dan kegirangan di antara orang Yahudi, dan perjamuan serta hari gembira; dan lagi banyak dari antara rakyat negeri itu masuk Yahudi, karena mereka ditimpa ketakutan kepada orang Yahudi.

Kemudian terjadilah pembalikan hari, dimana seharusnya hari kekalahan dan pembantaian orang Yahudi, menjadi hari kemenangan bagi orang Yahudi. Perayaan kemenangan ini kemudian diperingati sebagai festival Purim oleh orang Yahudi hingga hari ini. Kisah melodrama kehidupan istana Persia yang megah dengan intrik politik dari para pejabatnya.

Perayaan Purim Menurut Talmud disebut sebagai mitzvah yang berarti perintah atau perbuatan baik menurut agama (pahala), dan pada  festival ini seseorang harus minum hingga mabuk hingga tidak dapat dibedakan antara Haman atau Mordekhai (Taldmud tractate Megillah 7b).

Pada kisah diatas terdapat tema penting yang mencolok. Pertama terdapat unsur etnis atau identitas bangsa Yahudi, bukan keagamaan. Gambaran kisah diatas bernuansa sekular, Yahudi digambarkan sebagai orang atau etnis, Esther yang sepenuhnya terasimilasi dengan lingkungan non-Yahudi. Tidak seperti Daniel, yang setiap hari bersembahyang mengarah ke Yerusalem serta mematuhi hukum makanan ketika berada di istana, kita tidak melihat hal tersebut dalam kitab Esther.

Dalam kisah diatas juga terdapat pesan yang sangat manusiawi dan sangat berlawanan dengan tema apokaliptik. Ia mengekpresikan keyakian akan pentingnya solidaritas dan perlawanan heroik dalam menghadapi agresi anti-Yahudi untuk menjamin kelangsungan hidup orang Yahudi. Isi kitab Esther begitu berbeda dengan Daniel, dan ini adalah sesuatu yang penting dipelajari dalam sejarah Israel.

Jika kitab Esther mewakili salah satu literatur eskatologi pada periode setelah pembuangan, di mana musuh Yahweh akan menderita dan akibat kejahatan mereka maka kitab Yunus menawarkan perspektif yang lain.

Bab 2. Kitab Yunus.

Kitab Yunus saat ini diletakkan pada bagian Alkitab yang disebut Neviim atau nabi-nabi, atau pada kitab tema nubuat, hal karena para penyusun Alkitab merasa Yunus pada kitab ini adalah sama dengan Yunus yang ditemukan pada :

2 Raja-Raja 14:25
Ia mengembalikan daerah Israel, dari jalan masuk ke Hamat sampai ke Laut Araba sesuai dengan firman TUHAN, Allah Israel, yang telah diucapkan-Nya dengan perantaraan hamba-Nya, nabi Yunus bin Amitai dari Gat-Hefer.

Namun kitab ini berbeda secara signifikan dengan kitab nabi lainnya. Ia bukan merupakan koleksi nubuat, namun lebih mirip sebuah cerita yang cenderung komikal, mengenai seorang nabi yang penuh ke-enggangan bernama Yunus. Yang menarik dan sangat tidak biasa adalah Yahweh menugaskan Yunus untuk membawa pesan-Nya kepada orang-orang Niniwe/Nineveh, ibu kota kerajaan Ashur, bukan kepada orang Israel.

Konsep Israel mengenai pengampunan illahi diekpresikan dalam kitab Yunus. Pada bab 1, Yunus menerima panggilan Yahweh untuk menuju Niniwe, dimana kejahatan disana sangatlah besar, dan memberitakan mengenai penghakiman Yahweh. Namun Yunus malah melarikan diri ke Tarsis, dan menghindar dari perintah Yahweh - Tarsis adalah wilayah terjauh bagi pelaut Mediterania pada masa itu. Namun tentu saja Yunus tidak dapat menghilang dari hadapan Yahweh, karena Yahweh mengirim badai untuk menghancurkan kapal.

Para pelaut non-Israel yang berada di atas kapal berdoa kepada dewa-dewa mereka dan akhirnya mereka membuang undi untuk mencari tahu siapa pembawa bencana atas kapal mereka. Dan undian mereka jatuh kepada Yunus. Yunus kemudian mengaku sebagai orang Ibrani  yang menyembah Yahweh, yang sekarang ia sadari adalah penguasa darat dan laut.

Hal tersebut adalah fakta yang menakutkan bagi para pelaut ketika mereka mendengar Allah bernama Yahweh. Yunus melanjutkan ceritanya bahwa ia mencoba untuk melarikan diri dari panggilan untuk menjadi pelayan Yahweh, dan implikasinya adalah jelas jika ia sebenarnya adalah biang kerok dari badai yang mengerikan itu.

Yunus kemudian mengusulkan agar ia dibuang ke laut untuk menyelamatkan kapal. Para pelaut akhirnya menyerah menghadapi badai dan mereka berdoa kepada Yahweh untuk mengampuni mereka karena akan melempar Yunus ke laut.

Narator kemudian mengatakan bahwa para pelaut itu kemudian memuja Yahweh, dan menawarkan qurban untuk-Nya. Kemudian, Yahweh memerintahkan seekor ikan besar untuk menelan Yunus, dan tinggallah Yunus dalam perut ikan tersebut 3 hari 3 malam. Disana Yunus berdoa dan bermazmur, namun nampaknya tidak sesuai dengan konteks narasi, ini mungkin sebuah penyisipan dalam cerita oleh penulis kemudian. Ini adalah sisipan yang mungkin untuk merujuk pada konsep "perut" dari "dunia orang mati" dan Yunus dalam perut ikan, resonansi linguistik mungkin mendorong seseorang untuk memasukkan doa disana.

Menanggapi doa Yunus, Yahweh memerintahkan ikan untuk memuntahkan Yunus ke daratan. Dalam bab 3 Yunus kemudian pergi ke Niniwe dan menyampaikan pesan Yahweh: "Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan." Dan elemen mengejutkan terjadi

Yunus 3:5-10
5. Orang Niniwe percaya kepada Allah, lalu mereka mengumumkan puasa dan mereka, baik orang dewasa maupun anak-anak, mengenakan kain kabung.
6. Setelah sampai kabar itu kepada raja kota Niniwe, turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya, diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu.
7. Lalu atas perintah raja dan para pembesarnya orang memaklumkan dan mengatakan di Niniwe demikian: "Manusia dan ternak, lembu sapi dan kambing domba tidak boleh makan apa-apa, tidak boleh makan rumput dan tidak boleh minum air.
8. Haruslah semuanya, manusia dan ternak, berselubung kain kabung dan berseru dengan keras kepada Allah serta haruslah masing-masing berbalik dari tingkah lakunya yang jahat dan dari kekerasan yang dilakukannya.
9. Siapa tahu, mungkin Allah akan berbalik dan menyesal serta berpaling dari murka-Nya yang bernyala-nyala itu, sehingga kita tidak binasa."
10. Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya.

Jadi para penyembah berhala di Niniwe percaya kepada Allah dan merendahkan diri di hadapan Allah, dan mengharapkan belas-kasih-Nya. Dan sentuhan humor lain dapat kita lihat pada hewan yang turut dikenakan kain kabung, dan turut berpuasa, untuk memohon belas kasih. Dan yang mengagumkan adalah semua penduduk Niniwe berbalik dari tingkah laku jahat mereka untuk kemudian memohon ampun kepada Allah.

Orang Ashur terhindar dari malapetaka, namun hal ini membuat Yunus menjadi gusar.

Yunus 4:1-4
1. Tetapi hal itu sangat mengesalkan hati Yunus, lalu marahlah ia.
2. Dan berdoalah ia kepada TUHAN, katanya: "Ya TUHAN, bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya.
3. Jadi sekarang, ya TUHAN, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati dari pada hidup."
4. Tetapi firman TUHAN: "Layakkah engkau marah?"

Ia merajut dan tinggal di dalam kota menunggu apa yang akan terjadi pada kota itu. Ia mengeluh karena jika Allah akan menghukum orang fasik di hukum saja. Karena mereka layak mendapatkannya. Dan jika Allah berencana untuk mengampuni mereka, maka ampuni saja, jangan membuang waktu ku untuk menyampaikan pesan dan nubuat.

Yang dipermasalahkan oleh Yunus adalah tidak dihukumnya para orang fasik. Ia merasa orang Ashur tidak mendapatkan penghukuman yang pantas mereka terima, Allah terlalu pemaaf dan sangat lamban untuk menunjukkan amarah-Nya, belas-kasih menyimpang dari keadilan. Ada beberapa hal yang tidak boleh untuk dimaafkan. Orang-orang harus di hukum berdasarkan kejahatan mereka. Bagaimana mungkin Allah tidak menegakkan keadilan?

Yunus tinggal di sebuah bilik kecil, dan Allah membuat tanaman berdaun lebat, tumbuh untuk menaungi Yunus. Tanaman ini menjadi sumber pelajaran Yunus.

Yunus 4:6-11
6. Lalu atas penentuan TUHAN (Yahweh) Allah tumbuhlah sebatang pohon jarak melampaui kepala Yunus untuk menaunginya, agar ia terhibur dari pada kekesalan hatinya. Yunus sangat bersukacita karena pohon jarak itu.
7. Tetapi keesokan harinya, ketika fajar menyingsing, atas penentuan Allah datanglah seekor ulat, yang menggerek pohon jarak itu, sehingga layu.
8. Segera sesudah matahari terbit, maka atas penentuan Allah bertiuplah angin timur yang panas terik, sehingga sinar matahari menyakiti kepala Yunus, lalu rebahlah ia lesu dan berharap supaya mati, katanya: "Lebih baiklah aku mati dari pada hidup."
9. Tetapi berfirmanlah Allah kepada Yunus: "Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?" Jawabnya: "Selayaknyalah aku marah sampai mati."
10. Lalu Allah berfirman: "Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula.
11. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?"

Bagaimana mungkin Yahweh tidak berbelas-kasih? Bahkan kepada ciptaan-Nya yang paling jahat, ia harus mengasihinya, walau tidak seberharga Israel. Jika mereka berbalik dan memohon ampunan, Ia akan menghapus dosanya, Ia akan menunjukkan belas kasih. Allah merindukan mereka untuk berubah.

Penanggalan kitab Yunus sangat sulit dilakukan, dan dipercaya kisahnya berasal dari legenda kuno. Niniwe digambarkan sama seperti kota Sodom. Kisahnya diselaraskan dengan tradisi Taurat dengan mengasumsikan bahwa Yahweh juga menghukum bangsa non-Israel karena prilaku tidak bermoral, tidak selalu karena masalah penyembahan berhala.

Bahkan para pelaut kafir, yang menyembah berhala, belum tentu akan dihukum, bahkan mereka menghormati Yahweh dan enggan untuk membuang Yunus ke laut. Dalam kitab Yunus, bangsa lain tidak diwajibkan untuk menerima monotheisme. Namun mereka terikat pada hukum dasar moralitas, mungkin Hukum Nuh.

Jadi tema atau perhatian dasar dari kitab singkat ini adalah mengenai masalah keadilan Allah vs belas kasih-Nya. Yunus mengharapkan keadilan illahi, ia percaya bahwa dosa harus dihukum, dan dia menjadi marah pada pengampunan Allah. Namun Yunus akhirnya belajar bahwa dengan perubahan hati atau pertobatan, kita memperoleh pengampunan, dan hal itu adalah tugas dari para nabi untuk menggerakkan orang untuk berubah.

Bagaimana orang-orang pada periode setelah pembuangan, merespon kitab ini? sekali lagi kita tidak mengetahui persis kapan kitab ini ditulis. Gagasan seorang nabi yang diutus ke Ninewe ibu kota Ashur yang sangat di benci oleh orang Ibrani, yang menghancurkan kerajaan utara, Israel, pada tahun 722 SM dan menyerakkan 10 suku untuk selama-lamanya, bangsa ini juga yang mengepung dan menarik upeti dari Yehuda selama bertahun-tahun.

Yang pasti, akhirnya kitab ini mewakili untaian pemikiran di Yehuda pada periode paska-pembuangan yang sangat berbeda dari nuansa eskatologi yang menikmati fantasi kehancuran dari musuh-musuh Israel, seperti yang kita temukan pada kitab Yoel atau Daniel, ataupun pada literatur apokaliptik pada kitab Wahyu milik orang Kristen.

Kitab ini mengingatkan Israel bahwa Yahweh adalah Allah yang universal, dan berkeinginan agar terjadi reformasi dan perubahan pada semua ciptaan-Nya, manusia dan hewan. Dan mempromosikan gagasan bahwa nabi-nabi Israel juga dipanggil untuk membawa pesan pengampunan illahi bagi bangsa-bangsa lain, bukan hanya penghakiman. Bahkan terhadap bangsa yang telah mempermalukan dan menghina bangsa pilihan Yahweh. Kita tidak pernah tahu apakah penulis ini sedang memupuk pemahaman akan, Israel sebagai pembawa terang bagi bangsa-bangsa, yang juga merupakan gagasan dari nabi akhir, bagi masyarakat Yehuda di periode setelah pembuangan.

Bab 3. Penutup: Pesan Dinamis dan Kompleks Dalam Alkitab Ibrani.

Beberapa kata untuk kesimpulan dari kuliah ini. Literatur dari Alkitab Ibrani menceritakan pengembaraan bangsa Israel dari awal, dari kisah-kisah para leluhur mereka yang menyembah dewa Kanaan hingga mencapai kedewasaan sebagai bangsa yang dipaksa oleh perjalanan sejarah untuk melihat melihat segala sesuatu, melampaui batasan pemikiran mereka.

Orang Israel terangkat menjadi sesuatu yang lebih besar dari yang pernah mereka pikirkan. Mereka melihat diri mereka sebagai hamba Allah kepada dunia, pada saat yang sama mereka berjuang dan berdebat dengan Allah mereka dan mengkritik diri mereka sendiri yang sangat lemah dan jatuh dalam kegagalan.

Dari sudut pandang lain, Alkitab bisa juga dilihat sebagai sebuah antologi perjuangan melawan rintangan besar dalam mempertahankan hubungan perjanjian sebuah bangsa dengan Allah mereka.

Kontradiksi antara realitas dan ideal moralitas keagamaan bahwa kebaikan akan mengalahkan kejahatan adalah sesuatu yang membingungkan dan hal ini merasuki para penulis Alkitab. Eksistensi kejahatan, penderitaan orang benar, kekalahan dari bangsa pilihan Allah, semua ini nampak tidak sesuai dengan pemikiran dasar dari monotheisme, bahwa Allah pemegang kekuasaan tertinggi di alam semesta, bahwa Allah pada dasarnya baik dan adil terhadap semua mahluk. Bagaimana keyakinan akan Allah seperti itu, menjelaskan penderitaan dan kejahatan di dunia ini?

Semua kebudayaan kuno - bahkan hingga moderen - berjuang menjelaskan masalah kejahatan, dan ini juga menghantui orang-orang Israel kuno. Dalam literatur kuno di Timur-Tengah, kita menemukan adanya keraguan tentang eksistensi tatanan moral di dunia. Namun di Israel, eksistensi kejahatan bersentuhan dengan esensi Allah dan menjadi dasar iman. Paganisme berpendapat eksistensi kejahatan berasal dari iblis atau dewa yang jahat.

Figur dalam Alkitab tidak memiliki perlindungan dari kejahatan dan penderitaan, ia hanya setia mengimani keadilan Allah. Dan jika keadilan itu nampak lambat untuk terjadi, maka keputusasaan dan keraguan-raguan mungkin akan mengancam iman. Jika seseorang telah kehilangan iman maka secara essensi ia telah kehilangan moral universal, seseorang akan kehilangan Allah. Demikian yang kita lihat pada kitab Ayub.

Para penulis Alkitab tidak memakai pendekatan sebagaimana para filsuf atau theolog. Bagi para filsuf, eksistensi kejahatan adalah masalah logis dan itu kontradiksi. Bagaimana Allah yang baik dan adil mengizinkan kejahatan dan penderitaan di dunia ini? Bagi mereka masalah ini bukan filosofis; hal ini adalah personal, psikologis dan spiritual. Yang paling penting dan utama adalah bagaimana seseorang bisa mempertahankan komitmen dan loyalitas kepada Allah Israel dalam menghadapi bencana nasional dan penderitaan personal? Bagaimana seseorang dapat memiliki kekuatan untuk terus percaya dan loyal serta mencintai Allah, walau ia sering diderita penderitaan setiap saat.

Dan beberapa penulis dari berbagai periode sejarah Israel, menambahkan suara mereka pada perjuangan Israel untuk mendamaikan iman mereka ditengah penderitaan. Tujuan Alkitab adalah bukan untuk memecahkan masalah filosofis teodisi, namun berfokus pada menjaga hubungan dengan Allah dalam menghadapi bencana, untuk membuat hidup mereka tetap dalam perjanjian dengan Allah dan menjalaninya dengan setia.

Terdapat banyak variasi model disajikan, dan tidak semua konsisten satu sama lain, masing-masing bertujuan untuk melayani segment tertentu dari masyarakat dalam menghadapi tantangan dalam masa tertentu. Kesemuanya adalah upaya untuk mempertahankan hubungan Israel dengan Allah.

Penulis Alkitab menceritakan berbagai kisah dan mereka menafsirkan sejarah dengan tujuan untuk menggambarkan dalam berbagai macam kasus di mana berbagai individu dan bangsa secara keseluruhan, telah berhasil mempertahankan hubungan perjanjian dengan Allah. Terdapat ruang yang luas untuk beberapa model, beberapa gambaran Allah dalam hubungannya dengan Israel. Dan sebagai pembaca Alkitab di zaman moderen, kita harus mampu memahami polifonik kuno yang mengagumkan ini.

Seperti para rabbi yang kemudian mengkanonisasi koleksi ini melihat kebenaran dalam kata-kata Qohelet (Pengkhotbah) 3:1 " Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." Dan mereka pun memasukkan kitab-kitab yang memiliki berbagai macam pendekatan terhadap masalah-masalah fundamental yang dihadapi oleh orang Israel kuno sebagaiman manusia pada umumnya.

Setelah tahun 586 SM, Deuteronomist menyelamatkan Yahwenisme dari kepunahan sebagaimana agama-agama nasional lainnya yang musnah setelah bangsa mereka ditaklukkan, dengan menyatakan bahwa Israel menderita bukan karena janji-janji Allah yang tidak benar, namun karena mereka tidak percaya. Dan ini memungkinkan orang Israel untuk tetap setia kepada Allah mereka, meskipun tempat kudus, kota pilihan-Nya dihancurkan.

Para nabi kemudian menekankan aspek moral dan komunal dari perjanjian walau tidak diikuti ibadah qurban. Dan hal ini secara tidak sadar, mereka telah memperisiapkan sebuah bentuk ibadah tanpa adanya qurban bagi Yudaisme kemudian di diaspora.

Mazmur memberikan ekspresi emosi bagi para jemaat yang berjuang atas masalah pribadi atau mengungkapkan suka cita. Ayub memberikan solusi atas  kemarahan kita pada penderitaan yang terasa tidak adil, sementara Pengkhotbah mengajarkan kebahagiaan sebagai penghiburan atas semua kesia-siaan usaha manusia.

Ezra dan Nehemia menghadapi ancaman nyata asimilasi dan ancaman kehilangan identitas Israel, sementara Yunus dan Ruth mengingatkan orang-orang Yahudi akan sifat universal Allah mereka dalam mengasihi semua bangsa. Esther dan Daniel memberikan semacam dorongan bagi berbagai macam tipe orang Yahudi dalam menghadapi penganiayaan dan ancaman pembantaian - satu mengandalkan kemandirian dan solidaritas, dan lainnya dalam pengharapan janji intervensi illahi pada hari kiamat.

Apakah kitab ini saling bertentangan satu sama lain? Tidak! ini seperti halnya saya tidak bertentangan dengan diri saya ketika saya mengatakan jika hari ini saya merasa senang, namun kemarin saya merasa sedih. Hubungan Israel dengan Allah mereka selalu dinamis dan kompleks.

Pada masing-masing kitab tersebut ada waktu dan tujuan di masa lalu, dan para pembaca Alkitab yang jumlahnya tak terhitung, dan berasal dari segala zaman, telah menemukan berbagai pengajaran dan inspirasi dari nya.

Tamat

Kembali ke Index Artikel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apakah Abraham Berasal Dari Ur atau Haran?

Abraham berasal dari kota Haran dan bukan dari kota Ur-Kasdim, ya itulah pendapat beberapa para ahli biblikal moderen, mengapa mereka berpen...