Selasa, 01 November 2016

Pengantar Alkitab Ibrani (10)

Kuliah 10 - Hukum Alkitab: Kesatuan 3 Hukum : JE (Keluaran), P (Imamat, Bilangan), D (Ulangan) [Oktober 11, 2006]

Bab 1. Inisiasi dari Hukum Allah di Sinai.

Kita kembali pada narasi Musa di Gunung Sinai, ketika Allah mengumumkan perjanjian dengan Israel, yang merupakan inisiasi dari Hukum Allah, berupa peraturan, tata cara dan perintah yang berlaku bagi kehidupan bangsa Israel.

Demikianlah sang editor memasukkan koleksi hukum dari masa kemudian ke dalam kisah pertemuan Israel dan Allah di Sinai, dan berikutnya di padang gurun. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberi nuansa zaman kuno dan dukungan illahi. Terdapat sejumlah besar hukum yang disematkan dalam kisah 40 tahun Israel mengembara di padang gurun.

Terdapat beberapa set hukum milik kelompok JE yang dijabarkan dalam narasi seperti pada kitab Keluaran. Dan kecenderungan penanggalan berasal dari abad ke-9 atau 10 SM, jika di lihat dari  bentuk penulisan nya. Pada masa yang sama terdapat hukum milik kelompok D, yang tertulis dalam kitab Ulangan. Namun sumber hukum ini berasal dari tradisi yang jauh lebih tua. Mereka memiliki banyak kesamaan dengan tradisi hukum Timur-Tengah kuno dari millenium ke-2.

Hukum pada Keluaran misalnya memiliki beberapa kemiripan dengan hukum Hammurabi yang dipercaya sebagai warisan hukum umum: hukum dan tradisi dari bangsa Kanaan. Dan Alkitab menggambarkan materi tersebut diberikan di Gunung Sinai dan di pengembaraan selama 40 tahun di padang gurun.

Jadi di Sinai kita memiliki Dekalog atau yang dikenal sebagai 10 Perintah Allah, disamping itu terdapat pula ritual Dekalog - hukum bagi kaum imam.

Bab 2. Dekalog (10 Perintah)

Kita sedikit membahas tentang Dekalog, yang diungkapkan oleh ahli biblikal, Albrecht Alt. Seorang ilmuwan Jerman yang meneliti materi hukum dari Alkitab. Dia melihat bahwa ada 2 bentuk hukum: Hukum Bersyarat dan Hukum Apodiktis (Absolut).

Menurutnya, Hukum Bersyarat adalah hukum umum yang diambil dari tradisi Timur-Tengah Kuno, kita dapat melihatnya pada Hukum Hammurabi. Ia memiliki pola, contohnya, jika seseorang melakukan X maka konsekwensinya adalah Y. Namun dapat lebih kompleks seperti, jika seseorang melakukan X dalam kondisi tertentu maka Z adalah konsekwensinya.

Hukum Absolut atau Apodiktis, sebaliknya, merupakan pernyataan tanpa syarat dari sebuah larangan atau perintah. Seperti: Anda tidak boleh membunuh, Anda harus mengasihi Allah mu. Dan hukum ini tidak dikenal dalam kebudayaan di Timur-Tengah kuno, dan nampaknya menjadi karakteristik masyarakat Israel.

QAnda dapat menemukannya lebih banyak di bagian lain Alkitab. Sebenarnya terjemahan 10 Perintah Allah adalah kurang tepat; dalam bahasa Ibrani, ia berarti 10 pernyataan, 10 ucapan, yang kemudian menjadi semacam hukum legal, dan mereka dalam bentuk apodiktis.

Dekalog adalah satu-satunya wahyu Allah yang diungkapkan langsung ke seluruh Israel tanpa perantara. Dan Dekalog adalah perjanjian dasar dan tanpa syarat kepada Allah.

Pembagian menjadi 10 sebenarnya kurang tepat. Ini mungkin harus dilihat sebagai angka ideal, perlu usaha untuk menemukan 10 pernyataan disana. Karena, pada kenyataannya, terdapat 13 pernyataan. (Keluaran 20:1-17 & Ulangan 5:6-21), dan tidak ada kesepakatan antara kelompok Yahudi dan Kristen tentang urutan pernyataan ini.

Pernyataan-pernyataan awal, apakah dari 1-4 atau 1-5, tergantung bagaimana anda menghitungnya, adalah pernyataan tentang hubungan Israel dengan Allah (negeri vassal kepada negara berdaulat). Israel secara eksklusif setia kepada Allah, tidak sujud kepada setiap gambar buatan manusia, tidak menggunakan nama Allah dalam sumpah palsu/dengan sembarangan, menghormati hari Sabat Allah, menghormati otoritas orangtua, yang diterjemahkan sebagai perpanjangan dari otoritas Allah.

Pernyataan berikutnya menyangkut hubungan Israel dengan sesamanya (sesama negri vassal). Pelarangan pembunuhan, perzinahan,  perampokan, kesaksian palsu, keserakahan.

Jika kita meneliti terdapat sedikit variasi minor pada Dekalog. Terutama pada bagian memperingati hari Sabat.

Keluaran 20:8-11
8. Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat:
9. enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu,
10. tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu.
11. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.

Ulangan 5:12-15
12. Tetaplah ingat dan kuduskanlah hari Sabat, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu.
13. Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu,
14. tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau lembumu, atau keledaimu, atau hewanmu yang manapun, atau orang asing yang di tempat kediamanmu, supaya hambamu laki-laki dan hambamu perempuan berhenti seperti engkau juga.
15. Sebab haruslah kauingat, bahwa engkau pun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat.

Menurut Marc Brettler, dari variasi tersebut kita dapat mempelajari bahwa, terdapat modifikasi dalam proses transmisinya, mereka tidak menuntut sebuah tradisi lisan/penghafalan yang harus sama persis.

Dalam Keluaran 34 dikisahkan bahwa setelah penghancuran loh batu yang berisi Dekalog (loh batu pada Keluaran 20) pada peristiwa lembu emas - Musa kemudian di beri set batu loh kedua. Dan penulis Alkitab menekankan bahwa Allah menulis di loh batu kata-kata yang sama seperti pada loh batu yang rusak.

Dekalog berikutnya yang dikenal sebagai Dekalog Ritual pada Keluaran 34, melarang perkawinan dengan orang Kanaan, serta perintah untuk merayakan berbagai festival yang didedikasikan untuk Allah, hal ini tidak terdapat pada Keluaran 20.

Ada yang melihat perbedaan tradisi dan isi Ritual Dekalog, melalui kisah Musa yang memecahkan set loh batu ini pada peristiwa anak lembu emas adalah strategi yang cemerlang untuk memperkenalkan tradisi baru sebagai dekalog ke-2. Pada

Keluaran 20:5-6
5. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku,
6. tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku.

Lalu perubahan nampak pada

Ulangan 7:4
4. sebab mereka akan membuat anakmu laki-laki menyimpang dari pada-Ku, sehingga mereka beribadah kepada allah lain. Maka murka TUHAN akan bangkit terhadap kamu dan Ia akan memunahkan engkau dengan segera.

Dan dikemudian, konsep pembalasan pada keturunan ini ditolak pada masa kitab Yehezkiel, pada :

Yehezkiel 18:20
20. Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya.

Dalam hal ini, Marc Brettler menyimpulkan bahwa Dekalog pada awalnya tidaklah memiliki otoritas absolut seperti yang diklaim pada masa sekarang. Karena tradisi keagamaan berikut memiliki konsep yang berbeda.

Bab 3. Membandingkan Hukum Alkitab dengan Koleksi Hukum di Timur-Tengah Kuno.

Hukum kuno yang sering dijadikan perbandingan adalah Hukum Ur-Nammu, Hukum Lipit-Ishtar, Hukum Eshnunna, Hukum Hammurabi, Hukum bangsa Het/Hittite, dan yang termuda adalah Hukum bangsa Ashur, hal ini memberi gambaran penanggalan.

Saya ingin menekankan bahwa untuk memahami materi ini kita harus menganggapnya sebagai sebuah koleksi dari hukum-hukum, naskah mereka tidak secara sistematis dan lengkap. Contohnya, Hukum Hammurabi, kita hanya mempunyai kasus pembunuhan yang tidak disengaja. Dan  tidak terdapat kasus pembunuhan berencana, jadi kita tidak mengetahui hukum apa yang diterapkan atas kasus tersebut, hingga kita tidak dapat membandingkan secara langsung dengan hukum Alkitab.

Setengah abad yang lalu seorang ahli biblikal bernama Moshe Greenberg memberi gambaran awal tentang perbedaan hukum Alkitab dan Koleksi Hukum di Timur-Tengah Kuno. Ia mengatakan perbedaan penting antar koleksi tersebut adalah tentang bagaimana mereka disajikan oleh narator Alkitab, yakni perbedaan asal hukum/pencipta hukum.

Contohnya, pada pembuka hukum Ur-Nammu: Dewa An dan Enlil mengangkat Ur-Nammu sebagai raja, dan Ur-Nammu dikatakan yang menciptakan kesetaraan dan hukum-hukum.

Jika kita melihat Hukum Lipit-Ishtar, termasuk pada prolog dan epilog: An dan Enlil, serta para dewa mengangkat Lipit-Ishtar menjadi raja, dan raja lah yang menegakkan keadilan. Ia menyebut undang-undang sebagai "hasil karya ku."

Atau prolog pada hukum Hammurabi, sekali lagi Anum dan Enlil mendirikan baginya sebuah kerajaan. Mereka mengangkatnya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya... menciptakan keadilan... Ketika Marduk menugaskan saya...untuk mengelola tanah, Saya menegakkan hukum dan keadilan dengan bahasa di negeri ini...Pada waktu itu (saya menetapkan) hukum keadian, saya menulis perintahku pada sebuah tugu... Jangan menambah hukum yang telah saya ciptakan.

Sebaliknya dalam Alkitab, otoritas tidak berada pada Musa, namun pada Allah, hal ini terdapat pada

Keluaran 24:3-4
3. Lalu datanglah Musa dan memberitahukan kepada bangsa itu segala firman TUHAN dan segala peraturan itu, maka seluruh bangsa itu menjawab serentak: "Segala firman yang telah diucapkan TUHAN itu, akan kami lakukan."
4. Lalu Musa menuliskan segala firman TUHAN itu. Keesokan harinya pagi-pagi didirikannyalah mezbah di kaki gunung itu, dengan dua belas tugu sesuai dengan kedua belas suku Israel.

Keluaran 31:18
18. Dan TUHAN memberikan kepada Musa, setelah Ia selesai berbicara dengan dia di gunung Sinai, kedua loh hukum Allah, loh batu, yang ditulisi oleh jari Allah.

Para ahli biblikal berpendapat bahwa prinsip otoritas illahi memiliki implikasi yang sangat penting. Ia memiliki efek yang signifikan terhadap ruang lingkup hukum dibandingkan dengan hukum pada masa lampau di Timur-Tengah, hukum Israel lebih dari sekedar sekumpulan peraturan yang harus ditegakkan oleh negara atau pengadilan, ia lebih holistik. Ia terdiri dari petunjuk hidup bersosial, etika dan moral serta agama, ia memiliki cakupan untuk hal-hal yang tidak berlaku di pengadilan hukum. Ia memerintahkan hal-hal untuk dilakukan dan diawasi langsung oleh Allah, bukan pengadilan manusia.

koleksi ekstra dari hukum Alkitab menangani hal-hal yang berkaitan dengan nurani atau kejujuran moral. Kita akan menemukan hal-hal seperti :

Keluran 23:4-5
4. Apabila engkau melihat lembu musuhmu atau keledainya yang sesat, maka segeralah kaukembalikan binatang itu.
5. Apabila engkau melihat rebah keledai musuhmu karena berat bebannya, maka janganlah engkau enggan menolongnya. Haruslah engkau rela menolong dia dengan membongkar muatan keledainya.

Imamat 19:17-18
17. Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia.
18. Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.

Dapatkah anda membayangkan kongres (DPR) mengeluarkan hukum seperti itu? Implikasi ke-2 hukum Alkitab, pelanggaran atas peraturannya berkaitan dengan pelanggaran dengan kehendak Allah. Setiap tindakan melawan hukum juga adalah dosa, dan beberapa jenis dosa diluar jangkauan manusia untuk memafkannya. Contoh dosa zinah

Ulangan 22:22
22. Apabila seseorang kedapatan tidur dengan seorang perempuan yang bersuami, maka haruslah keduanya dibunuh mati: laki-laki yang telah tidur dengan perempuan itu dan perempuan itu juga. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel.

Dan tentang pembunuhan pada kitab Bilangan 35, kedua hukuman untuk pelanggaran itu adalah dihukum mati. Jadi suami tidak bisa mengatakan, "Oh, tidak mengapa, saya tidak ingin menghukum istri saya; ini bukan masalah besar;" Dan keluarga korban pembunuhan tidak bisa berkata "Anda tahu ia adalah beban bagi kami, senang engkau membantu kami, cukup bayarkan saja biaya pemakamannya." Anda tidak bisa melakukan hal tersebut. Perbuatan itu adalah pelanggaran kehendak Allah, dan menurut hukum Allah mereka tetap salah, hal tersebut diluar kemampuan manusia untuk mengampuni perbuatan ini.

Hal tersebut berbeda dengan Hukum Hammurabi, nomor 129, perzinahan dianggap sebagai urusan pribadi. Jika istri seseorang warga tertangkap basah tidur dengan pria lain, mereka harus mengikat keduanya dan melemparkan nya ke sungai. Namun jika sang suami dari si wanita, hendak mengampuni istrinya, maka raja dapat mengampuni mereka.

Hukum bangsa Ashur pada Table A, nomor 14-16. Jika seorang dari kalangan bangsawan, bersetubuh dengan istri milik bangsawan lain, entah itu di dalam kuil (tempat bersetubuh para pelacur kuil) atau dimana saja, maka istri dari pelaku harus diperlakukan serupa oleh suami korban. Namun jika sang pelaku tidak bersalah karena tidak mengetahui si wanita adalah istri dari sesamanya, maka sang suami pelaku lah yang akan menentukan hukuman untuk istrinya. Dan ada banyak jika dalam kasus ini, jika sang suami dari pelaku zinah menginginkan istrinya dihukum mati, maka si pelaku pria harus pula dihukum mati, namun jika ia memutuskan untuk memotong hidung dari istrinya, maka si pelaku pria harus si kebiri dan memutilasi seluruh muka pelaku pria. Namun jika sang suami melepaskan istrinya dari hukuman maka si pelaku pria juga harus dilepaskan.

Hukum bangsa Het/Hittite dalam Tablet 2, 197-198, sang suami dapat memutuskan untuk memaafkan istrinya, jika ia membawa mereka ke gerbang istana dan mengumumkan bahwa : "Istri saya tidak boleh dibunuh" maka istrinya tidak akan dikenakan hukuman, maka ia harus pula membebaskan si pelaku pria dari hukuman tapi ia harus menandai kepala si pelaku pria. Namun jika ia berkata "Biarkan mereka beruda mati!" ... maka raja bisa saja menghukum mati mereka, namun bisa juga raja memaafkan keduanya.

Menurut Greenberg, implikasi ke-3 dari otoritas hukum dalam masyarakat Israel berasal dari Allah, masyarakat Israel juga akan menjadi berbeda dengan masyarakat lainnya. Tujuan dari hukum dalam masyarakan non-Israel adalah untuk mencapai manfaat sosial politik. Seperti halnya dengan pembukaan UUD Amerika yang berbunyi hampir sama dengan prolog pada koleksi hukum kuno, yakni tujuan hukum adalah untuk: "menegakkan keadilan, menjamin ketenangan negara, menyediakan perlindungan umum, memajukan kesejahteraan umum, dan menjamin kebebasan."

Bandingkan dengan prolog dari hukum Ur-Nammu: "membangun kesetaraan, melindungi rakyat jelata, memajukan kesejahteraan umum." Prolog dari hukum Lipit-Ishtar: "menegakkan keadilan... menyingkirkan keluhan, membawa kesejahteraan,.." Demikian halnya dengan prolog Hukum Hammurabi: "Memajukan kesejahteraan rakyat, pemerintahan yang baik dan benar, kemakmuran."

Namun hukum Israel, walau telah mencakup hal seperti diatas, juga bertujuan untuk menguduskan. Konsep yang akan kita bahas secara komprehensif pada kuliah terakhir. Menguduskan, menyucikan, menjadi seperti Allah, seperti yang tercantum dalam

Imamat 19:2
Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus.

Corak kekudusan direpresentasikan sejak awal perjanjian, ketika Israel berkumpul di Gunung Sinai, yang merupakan pernyataan Allah pada

Keluaran 19:5-6
5. Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi.
6. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel.

Bab 4. Konsep Radikal Sebagai Fitur Utama Hukum Israel.

Salah satu fitur yang membedakan hukum Israel adalah penambahan rasionalitas atau corak sebab-akibat dalam hukumnya. Kita menemukan  hukum kemanusiaan, dan rasionalitas nya akan kita temukan dalam peristiwa Penciptaan atau Keluaran.

Berikut beberapa hukum yang mengekspresikan gagasan bahwa pengalaman perbudakan dan pembebasan harus menjadi sumber bagi tindakan moral.

Keluaran 22:21
Janganlah kautindas atau kautekan seorang orang asing, sebab kamu pun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir.

Keluaran 23:9
Orang asing janganlah kamu tekan, karena kamu sendiri telah mengenal keadaan jiwa orang asing, sebab kamu pun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir.

Imamat 19:33-34
33. Apabila seorang asing tinggal padamu di negerimu, janganlah kamu menindas dia.
34. Orang asing yang tinggal padamu harus sama bagimu seperti orang Israel asli dari antaramu, kasihilah dia seperti dirimu sendiri, karena kamu juga orang asing dahulu di tanah Mesir; Akulah TUHAN, Allahmu.

Ulangan 5:14-15
14. tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau lembumu, atau keledaimu, atau hewanmu yang manapun, atau orang asing yang di tempat kediamanmu, supaya hambamu laki-laki dan hambamu perempuan berhenti seperti engkau juga.
15. Sebab haruslah kauingat, bahwa engkau pun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat.

Ulangan 10:17-19
17. Sebab TUHAN, Allahmulah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap;
18. yang membela hak anak yatim dan janda dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang asing dengan memberikan kepadanya makanan dan pakaian.
19. Sebab itu haruslah kamu menunjukkan kasihmu kepada orang asing, sebab kamu pun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir.

Jika dibanding dengan hukum kuno di Timur-Tengah dan Alkitab, terdapat kepedulian yang lebih dari hukum Israel terhadap mereka yang kurang beruntung, penghapusan perbedaan kelas sosial, dan kecenderungan pada sisi kemanusiaan. Namun demikian banyak hukum yang jelas dirancang untuk melayani kepentingan kelas atas.

Hukum Israel tidak memiliki struktur kelas sosial terhadap orang-orang merdeka seperti hukum kontemporernya - Hukum Eshnunna, Hammurabi.

Hukum kuno di Timur-Tengah membedakan hukuman atas kejahatan yang dilakukan oleh kelas atas, kelas bawah, dan  kelas budak. Jadi jika kita melihat pada hukum Hammurabi, jika seseorang dari kelas atas menyebabkan kebutaan mata pada seseorang dari kelas atas, maka mata orang tersebut harus pula dibutakan. Jika ia mematahkan tulang, maka tulangnya akan dipatahkan. Namun jika ia membutakan mata orang kelas bawah atau mematahkan tulang mereka, ia hanya di denda 1 mina perak. Dan jika orang itu adalah seorang budak, ia membayar separuh dari harga budak tersebut.

Jika ia menanggalkan gigi sesamanya, giginya harus ditanggalkan pula, jika gigi orang kelas bawah maka ia akan di denda 1/3 mina perak, dan seterusnya. Hukum bangsa Het/Hittite juga membedakan penerapannya berdasarkan kelas, demikian juga dengan Bangsa Ashur yang membedakan kelas awilum (bangsawan), mushkenum (kelas bawah), dan budak.

Perbandingan pada Hukum Israel.

Imamat 24:17-22
17. Juga apabila seseorang membunuh seorang manusia, pastilah ia dihukum mati.
18. Tetapi siapa yang memukul mati seekor ternak, harus membayar gantinya, seekor ganti seekor.
19. Apabila seseorang membuat orang sesamanya bercacat, maka seperti yang telah dilakukannya, begitulah harus dilakukan kepadanya:
20. patah ganti patah, mata ganti mata, gigi ganti gigi; seperti dibuatnya orang lain bercacat, begitulah harus dibuat kepadanya.
21. Siapa yang memukul mati seekor ternak, ia harus membayar gantinya, tetapi siapa yang membunuh seorang manusia, ia harus dihukum mati.
22. Satu hukum berlaku bagi kamu, baik bagi orang asing maupun bagi orang Israel asli, sebab Akulah TUHAN, Allahmu."

Ini adalah konsep yang radikal pada zamannya. Hukuman harus disesuaikan dengan kejahatan, tidak lebih dan tidak kurang untuk semua orang bebas, tanpa membedakan kelas sosial - namun tidak termasuk kaum budak. Kesamaan di depan hukum. Prinsip talion, yang merupakan ensensi atas prinsip bahwa seseorang harus dihukum berdasarkan akibat yang ia ciptakan, saat ini hal tersebut secara umum dianggap sebagai primitif dan dikecam, ini adalah gagasan kuno, "mata ganti mata" biasanya dikutip dan diangkat sebagai khas dari standar kekejaman dan dendam dari Allah Perjanjian Lama. Namun kita dapat melihat perbedaannya dibanding dengan Hukum kontemporernya.

Jadi gagasan tentang penghukuman tidak terlalu ringan juga tidak terlalu berat, namun sesuai dengan kejahatan, serta semua orang sama di hadapan hukum, tanpa memandang status sosial pelaku atau korban. Selain itu hukum Israel juga menegaskan kepedulian untuk kaum yang terpinggirkan, yang mirip dengan sistem jaringan kesejahteraan sosial seperti yang nampak pada

Imamat 19:9-10
9. Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu.
10. Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu.

Ulangan 24:20-22
20. Apabila engkau memetik hasil pohon zaitunmu dengan memukul-mukulnya, janganlah engkau memeriksa dahan-dahannya sekali lagi; itulah bagian orang asing, anak yatim dan janda.
21. Apabila engkau mengumpulkan hasil kebun anggurmu, janganlah engkau mengadakan pemetikan sekali lagi; itulah bagian orang asing, anak yatim dan janda.
22. Haruslah kauingat, bahwa engkau pun dahulu budak di tanah Mesir; itulah sebabnya aku memerintahkan engkau melakukan hal ini.

Terdapat pula sistem untuk membantu orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan, yaitu dengan memberi bantuan keuangan walau hal itu dapat berarti menimbulkan potensi untuk kehilangan, karena pada tahun ke 7 yakni tahun Sabath, segala hutang piutang harus di hapuskan.

Namun hal ini menyebabkan pada tahun ke-6, orang akan cenderung untuk tidak meminjamkan uang mereka, karena hutang ini akan digugurkan pada tahun depan, oleh karena hal ini masalah kemiskinan semakin buruk dan menjadi masalah yang berkelanjutan.

Ulangan 15:7-11
7. Jika sekiranya ada di antaramu seorang miskin, salah seorang saudaramu di dalam salah satu tempatmu, di negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau menegarkan hati ataupun menggenggam tangan terhadap saudaramu yang miskin itu,
8. tetapi engkau harus membuka tangan lebar-lebar baginya dan memberi pinjaman kepadanya dengan limpahnya, cukup untuk keperluannya, seberapa ia perlukan.
9. Hati-hatilah, supaya jangan timbul di dalam hatimu pikiran dursila, demikian: Sudah dekat tahun ketujuh, tahun penghapusan hutang, dan engkau menjadi kesal terhadap saudaramu yang miskin itu dan engkau tidak memberikan apa-apa kepadanya, maka ia berseru kepada TUHAN tentang engkau, dan hal itu menjadi dosa bagimu.
10. Engkau harus memberi kepadanya dengan limpahnya dan janganlah hatimu berdukacita, apabila engkau memberi kepadanya, sebab oleh karena hal itulah TUHAN, Allahmu, akan memberkati engkau dalam segala pekerjaanmu dan dalam segala usahamu.
11. Sebab orang-orang miskin tidak hentinya akan ada di dalam negeri itu; itulah sebabnya aku memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu, yang tertindas dan yang miskin di negerimu."

Bab 5. Titik balik: Kesucian Kehidupan Manusia.

Setelah membahas kecenderungan Alkitab terhadap nilai-nilai kemanusian, sekarang kita membahas sudut pandangnya yang menyinggung perasaan kemanusiaan moderen. Seperti halnya bangsa lain pada dunia kuno, terjadi pula praktek perbudakan pula di tanah Israel. Alkitab ikut melegalkan institusi demikian, dan menganggap budak adalah harta benda, milik sang tuan.

Namun demikian terdapat peningkatan dalam hak-hak budak dibanding hukum pada bangsa Ashur, dimana seorang tuan dapat membunuh seorang budak dan bebas dari hukum, dan pada Alkitab jika seorang tuan melukai budaknya, misalnya jika sang tuan menganiaya budak hingga menanggalkan gigi saja, maka budak tersebut harus di merdeka kan.

Keluaran 21:26-27
26. Apabila seseorang memukul mata budaknya laki-laki atau mata budaknya perempuan dan merusakkannya, maka ia harus melepaskan budak itu sebagai orang merdeka pengganti kerusakan matanya itu.
27. Dan jika ia menumbuk sampai tanggal gigi budaknya laki-laki atau gigi budaknya perempuan, maka ia harus melepaskan budak itu sebagai orang merdeka pengganti kehilangan giginya itu.

Dan budak memperoleh masa istirahat pada hari Sabat. Dan budak yang melarikan diri harus dilindungi seperti pada :

Ulangan 23:15-16
15. "Janganlah kauserahkan kepada tuannya seorang budak yang melarikan diri dari tuannya kepadamu.
16. Bersama-sama engkau ia boleh tinggal, di tengah-tengahmu, di tempat yang dipilihnya di salah satu tempatmu, yang dirasanya baik; janganlah engkau menindas dia."

Namun hal ini tidak berlaku bagi budak buronan. Pada hukum Hammurabi, kode 15-19: "Jika seseorang memberi perlindungan di kediaman nya seorang budak buronan baik lelaki atau wanita milik negara atau warga lain dan tidak menyerahkannya kepada pihak berwajib, orang tersebut akan dihukum mati."

Pada masyarakat Israel, sesama Israel bisa saja terjadi kasus perbudakan hal ini kebanyakan diakibatkan karena masalah hutang - hal yang sama terjadi pula di bangsa lain pada masa lalu - dan mereka diharuskan menghamba selama 6 tahun. Namun dalam hukum kaum Imam seorang Israel tidak diperbolehkan memperbudak sesama Israel.

Kecenderungan terhadap kemanusiaan nampak dalam Alkitab dibandingkan dengan hukum bangsa Ashur. Hukuman untuk seorang istri yang meninggalkan suaminya adalah sang suami boleh untuk memotong telinganya; kekerasan disahkan dalam kasus pelanggaran, seseorang dapat dipekerjakan di dalam rumah kita karena ia berhutang. Seseorang dapat melakukan apa saja kepada orang yang pelanggaran. Ia dapat mencabut rambutnya, melubangi telinga, dan lain-lain.

Moshe Greenberg mengungkapkan sesuatu yang menarik tentang bagaimana Alkitab berbeda dalam hal penggajaran hukuman terhadap seseorang. Untuk sebuah kasus pembunuhan atau penganiayaan hingga seseorang menjadi cacat :

Dalam sistem hukum bangsa Het, seseorang dapat mengkompensasi dengan sejumlah uang.

Dalam sistem hukum bangsa Ashur, keputusan diberikan kepada keluarga korban, mereka dapat menentukan proses hukumannya atau menerima uang kompensasi.

Dalam istem hukum Hammurabi, dari bangsa Amorit, tidak memiliki kasus tentang pembunuhan berencana, namun ia memiliki prinsip gigi ganti gigi.

Menurut Greenberg, Alkitab membalikkan sudut pandang dari Hukum lain, karena pada sistem hukum tersebut, kehidupan tidak dihargai namun properti atau harta benda (properti) sangat dihargai.

Hukuman mati dapat diterapkan pada kejahatan :

Dalam hukum bangsa Ashur, karena seorang istri yang mencuri harta benda suaminya, jika ia menjual barang tersebut si pembeli juga dikenakan hukuman mati.

Dalam hukum Hammurabi, pencurian properti, membantu pelarian seorang budak, berbuat curang terhadap harga sebuah minuman.

Alkitab tidak pernah memberi hukuman mati untuk pelanggaran hak kekayaan. Ia hanya untuk pembunuhan yang disengaja, dan pelanggaran agama atau seksual tertentu - bangsa Het menjatuhkan hukuman mati karena melakukan hubungan sex dengan binatang - hukuman mati hanya untuk pelanggaran langsung kepada Allah.

Alkitab melarang kompensasi uang untuk sebuah pembunuhan, seperti pada :

Bilangan 35:31-32
31. Janganlah kamu menerima uang tebusan karena nyawa seorang pembunuh yang kesalahannya setimpal dengan hukuman mati, tetapi pastilah ia dibunuh.
32. Juga janganlah kamu menerima uang tebusan karena seseorang yang telah melarikan diri ke kota perlindungannya, supaya ia boleh kembali untuk diam di tanahnya sebelum matinya imam besar.

Alkitab juga tidak memiliki hukuman literal, misalnya dalam hukum Hammurabi, jika sapi milik seseorang mengakibatkan seorang anak terbunuh, maka anak dari pemilik sapi juga harus dibunuh. Alkitab menentang konsep ini seperti pada :

Keluarang 21:28-32
28. Apabila seekor lembu menanduk seorang laki-laki atau perempuan, sehingga mati, maka pastilah lembu itu dilempari mati dengan batu dan dagingnya tidak boleh dimakan, tetapi pemilik lembu itu bebas dari hukuman.
29. Tetapi jika lembu itu sejak dahulu telah sering menanduk dan pemiliknya telah diperingatkan, tetapi tidak mau menjaganya, kemudian lembu itu menanduk mati seorang laki-laki atau perempuan, maka lembu itu harus dilempari mati dengan batu, tetapi pemiliknyapun harus dihukum mati.
30. Jika dibebankan kepadanya uang pendamaian, maka haruslah dibayarnya segala yang dibebankan kepadanya itu sebagai tebusan nyawanya.
31. Kalau ditanduknya seorang anak laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus diperlakukan menurut peraturan itu juga.
32. Tetapi jika lembu itu menanduk seorang budak laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus membayar tiga puluh syikal perak kepada tuan budak itu, dan lembu itu harus dilempari mati dengan batu.

Ulangan 24:16
Janganlah ayah dihukum mati karena anaknya, janganlah juga anak dihukum mati karena ayahnya; setiap orang harus dihukum mati karena dosanya sendiri.

Nilai yang sama dari kehidupan manusia dan anggota tubuh juga dilindungi oleh prinsip talion (pembalasan yang setimpal). Dalam hukum Hammurabi, seorang aristokrat cukup membayar sejumlah uang akibat cedera yang ditimbulkannya kepada kaum inferior.

Prinsip talion hanya berlaku pada sesama kelas dalam hukum Hammurabi. Dalam Alkitab, prinsip talion berlaku untuk semua orang merdeka, tanpa memandang kelas (aristokrat atau bukan). Dalam kasus pemerkosaan istri dari pemerkosa tidak turut diperkosa, seperti yang terjadi pada hukum bangsa Ashur, yang merupakan hukum lateral.

Nilai-nilai lain dari Alkitab tercermin dalam penekanan pada hukum yang berhubungan dengan penderitaan orang miskin, budak, orang asing, serta hak dan martabat mereka. Walau Greenberg mengutarakan pendapatnya seperti yang kita bahas, namun Alkitab tidak berbicara dalam satu suara, kita akan melihatnya pada dokumen D, yang akan memperbaharui hukum versi awal.

Kitab Imamat yang banyak membahas tentang institusi perbudakan di Israel akan mendapat penolakan pada kelompok D (Deutronomist), yang berpandangan bahwa seluruh rakyat Israel adalah hamba Allah; tidak ada dari mereka yang dapat menghamba kepada sesamanya.

Kembali ke Index Artikel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apakah Abraham Berasal Dari Ur atau Haran?

Abraham berasal dari kota Haran dan bukan dari kota Ur-Kasdim, ya itulah pendapat beberapa para ahli biblikal moderen, mengapa mereka berpen...