Rabu, 23 November 2016

Pengantar Alkitab Ibrani (14)

Kuliah 14 - Kelompok Sejarawan Deutronomis : Reaksi Terhadap Bencana (I & II Raja-Raja) [Oktober 25, 2006]

Bab 1. Kejujuran Tanpa Kompromi Dari Kisah Daud.

Terakhir kita membahas tentang kisah pembentukan kerajaan di Israel, dan saya ingin bercerita sedikit tentang beberapa fitur dari kerajaan ini. Salah satu hal yang paling penting tentang kerajaan itu, adalah sang raja tidak memiliki fitur illahi, atau bahkan berstatus semi-illahi, tidak seperti raja di Mesir.

Sesekali, ia mempersembahkan qurban tapi ia tidak memainkan peran reguler dalam ritual kultus. Ideologi kerajaan Israel meminjam ideologi kerajaan di Kanaan. Raja dikatakan ditunjuk oleh dewa untuk mengakhiri kejahatan dan membawa pengharapan, ia adalah saluran kemakmuran dan sebuah berkat illahi bagi bangsa.

Mengenai konsep anak Allah, ia tidak berarti memiliki unsur ketuhanan, hal tersebut hanyalah sebuah adalah metafora. Hal ini seringkali digunakan kepada dewa-dewa Kanaan pula, untuk mengungkapkan hubungan khusus antara raja dan dewa. Sama seperti hubungan perjanjian antar negara berdaulat dan negeri vassal nya. Metafora ini seperti anak yang melayani bapa nya, secara setia, namun ia juga rentan mendapatkan hukuman dari bapa. Dan ini lah yang kita lihat pada pernyataan nubuat nabi Nathan kepada Daud.

2 Samuel 7:14
Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia.

Michael Coogan menunjukkan bahwa gagasan dari konsep raja sebagai putera Yahweh adalah revolusioner. Ia adalah upaya yang disengaja untuk menggantikan pemahaman sebelumnya yang mana seluruh bangsa Israel adalah anak Yahweh. Anda mengingat pada peristiwa 7 tulah di Mesir, Yahweh berkata Firaun telah menindas anak sulung-Nya, Israel. Dan sekarang raja sebagai anak Yahweh berdiri diantara Yahweh dan seluruh bangsa secara keseluruhan.

Sekarang kita membahas tentang karakter Daud dan Salomon. Daud merupakan tokoh penting setelah Musa; Dalam Alkitab pembahasan tentang Daud adalah ke-2 terpanjang setelah Musa.

Terdapat 3 karakteristik Daud yang mencolok, yaitu ia sangat menonjol dalam bidang musik dan puisi; militer; Ia juga seorang politis yang handal. Kita akan melihat bahwa pada tradisi kemudian, kitab Mazmur diattributkan kepada Daud.

Daud dikatakan menjadikan simbol pemilihan Yahweh atas dirinya serta keturunannya untuk memerintah Israel untuk selama-lamanya. Serta Daud lah yang menciptakan gagasan ibukota kerajaan. Dia merebut kota Yerusalem dari orang Yebus - ia adalah sebuah kota perbatasan yang bebas dari asosiasi kesukuan Israel.

Ia menaklukkan dan menamainya sebagai kota Daud, dan dipahami sebagai kota pilihan, dimana Yahweh membuat namanya berdiam, ia menjadi simbol dari kerajaan Israel dan Dinasti Daud.

Tabut Perjanjian dipindahkan Daud ke Yerusalem, ia merencanakan sebuah kuil untuk menjadi tempat permanen bagi Tabernakel, namun kuil ini akan dibangun oleh Salomon. Jadi Daud lah yang memulai tradisi Yerusalem sebagai kota suci.

Hingga bagian ini penilaian Alkitab terhadap Daud relatif masih positif, namun perubahan akan terjadi setelah ia naik tahta yakni di sekitar 2 Samuel 9-20 dan pada bab awal dari kitab 1 Raja-Raja, ini adalah narasi yang dikenal sebagai Sejarah Istana.

Dalam kisah itu tersiratkan tentang peristiwa suksesi raja Israel setelah Daud. Ia mempunyai banyak anak, namun satu per satu anaknya terbunuh dalam berbagai peristiwa, hingga yang tersisa adalah Salomon.

Terdapat banyak karakter utama dan minor dalam drama ini, ia adalah drama yang sangat kompleks, terdapat banyak intrik dan konflik, dan disana terdapat juga potret lain dari karakter Daud. Ia adalah orang yang lemah, penuh keragu-raguan, dia seperti sesuatu yang anti-hero.

Daud sekarang tinggal di istana, dan bukan dia yang memimpin peperangan. Dia juga terlibat dalam hubungan terlarang dengan istri bawahannya, yakni Betsyeba istri Uria yang merupakan salah satu dari 37 pahlawan Daud.

Daud mengatur rencana agar Uria mati terbunuh dalam pertempuran untuk menutupi perselingkuhannya. Ini adalah tindakan perzinahan dan pembunuhan yang menyebabkan ia ditegur oleh nabi Nathan. Dan Yahweh menghukum Daud dengan kematian anak-anaknya. Dan ini adalah titik dalam cerita di mana Daud kehilangan kendali, dan akhirnya menuju kepada konflik dan pemberontakan.

Terdapat sebuah pemberontakan yang di pimpin oleh Absalom, anak Daud. Menurut sejarawan Deuteronomis pemberontakan ini adalah hukuman atas perselingkuhan Daud dan Betsyeba. Ketika pemberontakan terjadi, Daud melarikan diri dari musuh-musuhnya, mahkotanya direbut, ia dipermalukan.

Namun ketika Absalom terbunuh oleh perwira Daud, ia menangisi kematian Absalom dengan berlebihan, dan yang paling fatal ia malah menunjukkan kemarahannya kepada para pendukungnya, yang justru berjuang membantu mengatasi Absalom.

Dan Daud selebihnya menjadi raja yang impoten dan pikun. Bahkan Nabi Nathan dan Betsyeba berkomplotan untuk mengangkat Salomon, anak Betsyeba menjadi raja menggantikan Daud. Walau tidak ada indikasi illahi atas pemilihannya. Segala sesuatu terjadi berdasarkan intrik-intrik antar kelompok di istana. Serta terdapat tanda-tanda permusuhan dan perpecahan dari suku-suku di utara.

Sejarah di istana Daud adalah sebuah maha karya yang sangat indah, ia memiliki beberapa karakter yang menarik. Tokoh-tokohnya bertindak karena tergoda oleh kekuasaan, hasrat sexual, dan saling berseteru. Disana terdapat drama cinta dan kriminalitas.

Ia seperti drama psikologi yang realistis. Ia juga seakan menceritakan segala sesuatu apa adanya tanpa kompromi, kita tidak melihat hal seperti ini dalam karya para sejarawan lain di zaman tersebut. Daud digambarkan dengan penuh sifat manusiawi. Unsur-unsur sanjungan dan penyembunyian aib, biasa anda temukan dalam literatur sejarah di banyak dinasti Timur-Tengah kuno.

Ini mungkin adalah sebuah kritik atas klaim raja secara illahi, dan sang penulis ingin menekankan bahwa Daud, dan juga Salomon, tidaklah illahi, mereka tunduk pada kesalahan dan kelemahan yang menjadi ciri manusia.

Usaha sanjungan dan penyembunyian aib dapat anda temukan dalam kitab Tawarikh, ia berusaha menceritakan kembali dari materi ini, dan mereka membersihkan karakter Daud. Anda tidak menemukan kisah Batsyebah disana. Segala macam kelemahan Daud sang pahlawan nasional tersembunyi disana.

Bab 2. Kitab Raja-Raja I, II.

Dalam kitab Raja-Raja 1 & 2, kita melihat sejarah monarki Israel dari bertahtanya Daud hingga runtuhnya kerajaan Yehuda di 587/586 SM dan pengasingan ke Babel. Kitab ini nampaknya berdasarkan sumber-sumber yang lebih tua. Beberapa tertulis secara implisit seperti kitab riwayat Salomon, kitab sejarah raja-raja Israel & kitab sejarah raja-raja Yehuda.

Praktik pembuatan catatan tahunan dan sejarah serta pengarsipannya adalah hal umum dilakukan oleh banyak istana kerajaan di Timur-Tengah kuno. Tidak ada alasan untuk berasumsi bahwa hal ini tidak dilakukan di kerajaan Israel.

Catatan sejarah itu biasanya berupa peristiwa atau kejadian penting di masa pemerintahan seorang raja. Mereka umumnya tidak memiliki banyak narasi.
Dan pada kitab 1 Raja-Raja 1-16 memiliki kesamaan, ia merupakan serangkaian reportase dari peristiwa.

Dan pada 1 Raja-Raja 17 hingga 2 Raja-Raja 9, terdapat perbedaan gaya, dari gaya sejarah yang melaporkan berbagai peristiwa pada masa raja, menjadi narasi yang lebih berkembang dengan menampilkan karakter nabi-nabi.

Beberapa narasi ini akan beredar secara independen, menjadi kisah khusus, misalnya pada kisah Elia dan Elisa. Nabi-nabi ini adalah pemuja Yahweh yang fanatik. Mereka mungkin adalah para pahlawan lokal dan kisah ini beredar secara terpisah, namun mereka dimasukkan kedalam kitab ini karena memiliki kerangka yang sesuai dengan ideologi dan perspektif keagamaan dari sejarawan Deuteronomis.

Pada 1 Raja-Raja 2, diceritakan tentang pesan terakhir Daud sebelum meninggal, kepada anaknya Salomon. Ia memerintahkan Salomon utuk membunuh semua lawan-lawannya, dan pada ayat 12 kita membaca bahwa Salomon setelah meneruskan tahta dari ayahnya Daud, membuat kerajaan menjadi mapan.

Perubahan secara fundamental juga terjadi dalam masyarakat Israel. Dari konfederasi kesukuan yang disatukan oleh perjanjian, sekarang kita melihat sebuah bangsa dengan pemerintahan terpusat, yang dipimpin oleh seorang raja.

Dan raja tersebut memiliki perjanjian khusus dengan Allah. Jika dahulu seorang pemimpin kharismatik yang muncul dari berbagai suku, kini kita memiliki seorang raja dari satu suku atau keluarga. Dan Alkitab mewariskan peristiwa ini menjadi sebuah ketegangan antara gagasan kuno tentang perjanjian antar konferedasi, atau kita kenal sebagai theologi perjanjian, dan gagasan baru yaitu ideologi monarki. Ideologi ini mengkombinasinak loyalitas kepada Yahweh dan juga tahta raja, jadi pengkhianatan atau pemberontakan terhadap raja yang telah diurapi Yahweh adalah juga pemberontakan terhadap Allah.

Seorang ahli biblikal bernama Jon Levenson dalam bukunya "Sinai & Zion" membahas secara rinci tentang ideologi Sinai dan ideologi monarki (Zion). Ia mengatakan bahwa terdapat pertentangan antara ideologi ini.

Dimana dalam ideologi Sinai, Yahweh adalah raja. Selain itu Ideologi Sinai menyiratkan pandangan negatifnya terhadap ideologi monarki, itulah yang kita lihat pada kitab Hakim-Hakim dan Samuel. Monarki adalah penolakan terhadap Yahweh. Namun demikian monarki akhirnya berdiri di Israel, dan Levenson memandang ideologi monarki adalah hasil pengembangan untuk mendukung institusi kerajaan dan hal ini adalah sebuah revolusi keagamaan di Israel. Dimana terdapat perjanjian antara Yahweh dan Daud seorang, sang raja.

Perjanjian Daud menurut Moshe Weinfeld adalah sebuah perjanjian hibah. Model demikian juga dapat ditemukan di kebudayaan kuno Timur-Tengah. Hibah yang merupakan hadiah bagi sebuah loyalitas dan pelayanan. Dan Yahweh menghadiahi Daud dengan sebuah dinasti yang tak berkesudahan.

Hal ini kontras dengan perjanjian Sinai, dimana terdapat syarat antara Israel kepada Yahweh, jika terdapat pelanggaran, maka Yahweh akan menyingkirkan mereka dari Tanah Perjanjian. Namun pada Perjanjian Daud, keturunannya akan tetap mewarisi Israel. Ideologi monarki juga menciptakan beberapa kepercayaan lain, seperti keistimewaan dinasti Daud, Yerusalem, gunung Zion & Bait Allah.

Beberapa penjelasan lain tentang perbedaan Ideologi Sinai & Zion adalah dalam hal aspek geografi, dimana kerajaan utara, yang kemudian memisahkan diri dari kerajaan selatan, mereka menolak dinasti Daud dan menentang ideologi Monarki/Daud serta menekankan pada ideologi Sinai. Sementara kerajaan Selatan mengusung ideologi Zion.

Pendapat berbeda muncul dari Levenson yang menolak semua penjelasan diatas. Dia mengatakan bahwa baik ideologi Sinai dan Zion hidup secara berdampingan, dan ideologi Zion menyerap ideologi Sinai, dan dinasti Daud diharuskan untuk melaksanakan semua instruksi Torah. Raja sendiri tidak terlepas dari perjanjian Sinai, dan jika ia melanggarnya maka ia akan dihukum.

Salomon anak Daud, mendapatkan penilaian yang unik dari para sejarawan Deuteronomis. Ia mencapai tahta kerajaan melalui intrik, dan tidak ada indikasi pilihan illahi atasnya, namun dibawah kepemimpinan Salomon, Israel mencapai masa ke-emasan. Kerajaannya dikatakan membentang dari Mesir hingga sungai Efrat. Ia membuat aliansi politik dan ekonomi keseluruh wilayah perbatasan, menguatkan aliansi Israel - Mesir dengan menikahi putri Firaun, menikahi pula putri raja Tirus di Phoenicia/Fenesia dan seterusnya terhadap bangsa-bangsa lain.

Alkitab mengklaim bahwa ia membangun markas militer yang kuat: memperkokoh tembok kota Yerusalem, menciptakan kota berbenteng di Hazor, Megiddo dan Gezer dan dihuni oleh para tentara elit, yang dilengkapi dengan kereta perang. Ia juga meningkatkan bidang industri dan perdagangan, serta mengeksploitasi posisi Israel yang strategis yang menjadi pusat jalur perdagangan utara-selatan, dan ia mendapatkan banyak kekayaan.

Pengeluaran harian istana Salomon sangat mewah, hal ini menekankan kompleksitas dari situasi istana. Ia juga mengembangkan armada perdagangan laut dengan bantuan raja Hiram, ia nampak memiliki hubungan yang dekat dengan negeri Phoenician/Fenesia, dan mereka bersama-sama mengeksploitasi jalur perdagangan laut dibagian selatan yaitu Laut Merah. Segala macam produk eksotis memasuki Yerusalem dari negeri Arab dan afrika.

Juga terdapat kisah yang termasyur tentang kunjungan ratu Sheba, yang mungkin berasal dari wilayah Saba di selatan semenanjung Arab, dan mungkin saja terdapat fakta sejarah mengenai rute perdagangan pada masa itu. Dan juga ia terkenal dengan beberapa bangunan megahnya.

Beberapa dari para ahli berpendapat bahwa kekayaan yang didapat itu kemudian mendanai pembangunan di Yerusalem serta memajukan seni sastra, dan mungkin pada masa ini pencatatan sejarah nasional dimulai, mungkin sumber J. Mereka menanggalkannya pada abad ke-10 SM pada masa Solomon.

Namun kita harus bersifat skeptis mengenai gambar megah Israel dan Yerusalem, karena menurut para arkeolog, Yerusalem adalah sebuah kota kecil; Jumlah penduduk di Yehuda tidaklah besar, dan ia baru menjadi besar sekitar abad ke-8 SM, ketika mereka menampung banyak pengungsi dari negeri utara yang runtuh. Israel tumbang ke tangan bangsa Ashur pada tahun 722 SM, pengungsi inilah yang memperluas Yerusalem.

Sangat sedikit sekali materi arkeologi untuk menyokong gambaran kerajaan yang luar biasa seperti yang tertulis dalam Alkitab. Hazor, Megiddo dan Gezer, 3 kota yang disebut sebagai kota militer yang diperkuat, telah ditemukan dan digali.

Mereka memang menunjukkan adanya gerbang besar yang berongga dan menandakan sebuah benteng besar, juga ditemukan reruntuhan penangkaran kuda, namun para arkeolog berbeda pendapat tentang penanggalan reruntuhan ini. Beberapa mengajukan penanggalan pada zaman Salomon, namun ada yang melihatnya berasal dari masa setelah Salomon.

Kebanyakan bersepakat bahwa Israel mungkin saja pada periode ini, adalah salah satu kekuatan penting di kawasan ini, namun ia relatif kecil jika dibandingkan dengan kekuatan Mesir atau Mesopotamia. Israel mungkin berhasil mendominasi negeri kecil tentangga mereka (Ammon, Moab, Edom, Phoenician, Aram).

Ada 3 hal penting mengenai Salomon:
Ke-1 ia di puji akan kebijaksanaan nya, dan tradisi kemudian merasa cocok untuk menggunakan namanya sebagai penulis dari kitab Amsal dan Pengkhotbah, ini adalah 2 literatur yang termaksud dalam tema hikmat.

Ke-2 ia dipuji karena membangun kuil atau Bait Allah dan bait itu kemudian menjadi fokus dari materi Alkitab, pembangunan kuil itu didedikasikan untuk menyimpan Tabut Perjanjian. Ia meneruskan hubungan dekat antara ritual kultus dan monarki, dengan membangun kuil megah ini dalam kompleks istana dan ia sendiri yang menunjuk Imam Tinggi nya. Jadi menyamakan rumah raja dan rumah Yahweh di gunung Zion adalah kesengajaan. Dan bukit ini walau secara geografis relatif kecil, namun ia menjadi pusat imajinasi mistis Israel, ia menjulang tinggi disebuah gunung yang sulit ditaklukkan (dikelilingi tembok besar Yerusalem).

Levenson berpendapat bahwa gunung Zion sebenarnya mengambil fitur dari gunung Kosmik, yang merupakan simbol mitos yang banyak ditemukan dikebudayaan Timur-Tengah Kuno. Gunung Kosmik dalam tradisi kuno dipahami sebagai tempat pertemuan para dewa seperti Gunung Olympus.

Namun ia juga dipahami sebagai axis mundi, yang merupakan titik penghubung antara langit dan bumi, tempat pertemuan langit dan bumi, sumbu dari pusat dunia. Di Kanaan, dalam agama Kanaan, terdapat gunung Baal atau dikenal sebagai  gunung Zaphon (Baal-Zaphon). Dan Levenson menunjukkan kesamaan yang luar biasa dari sudut bahasa dan konsep yang berhubungan dengan Gunung Baal, Gunung El, dan Gunung Yahweh.

Jadi Gunung Zion dipahami sebagai wilayah pegungan sakral seperti pegunungan kosmik dalam tradisi lain. Ia digambarkan hampir seperti surga, hampir seperti Taman Eden, sebagai tempat di mana seluruh penciptaan dunia berasal. Ia semacam lambang bagi dunia, semacam mikrokosmos. Ia juga dipandang sebagai manifestasi duniawi dari sebuah kuil di surga. Kuil mewakili alam yang ideal dan suci, dan tempat kerinduan. Banyak dari ayat-ayat kitab Mazmur yang mengungkapkan kerinduannya akan gunung dan kuil di Zion.

Dedikasi dan tujuan dari kuil/Bait Allah itu terdapat dalam kitab 1 Raja-Raja 8 - Salomon menjelaskan bahwa kuil itu adalah tempat dimana orang-orang mendapatkan akses kepada Allah. Mereka membuat permohonan kepada Yahweh disana untuk mendapatkan penebusan terhadap dosa-dosa mereka, Ini adalah rumah doa, dan menjadi pusat ibadah bangsa Israel selama berabad-abad.

Hal ke-3 mengenai Salomon adalah berupa kritikan terhadap tradisi ibadah asing. Kompleks istana raja memiliki sejumlah besar kamar untuk para harem, yang dikatakan terdiri dari 700 istri dan 300 selir, banyak dari istri Salomon merupakan putri dari raja-raja asing, mereka dikawini untuk menguatkan aliansi politik atau bisnis.

Angka itu mungkin terlalu berlebihan, namun aliansi diplomatik Salomon mungkin membutuhkan hubungan kekeluargaan yakni melalui perkawinan, dan hal ini dikutuk oleh sejarawan Deuteronomis. Ia dikisahkan mencintai wanita asing, dari bangsa-bangsa yang telah dilarang oleh Yahweh dan ia turut beribadah dalam penyembahan dewa-dewi asing itu.

Dan ini lah titik penting yang ditakutkan dari pasangan yang berasal dari bangsa lain, yakni akan menyebabkan atau mendukung penyembahan dewa asing. Dan Salomon dikisahkan membangun kuil untuk dewa Moab, Ammon, dan lain-lain. Hal ini mungkin menggambarkan mengenai toleransi tinggi terhadap kepercayaan asing di Yerusalem pada abad ke-10 dan ke-9 SM. Namun ini adalah sebuah masalah besar bagi para penyunting Deuteronomis. Mereka tidak mentolerir hal demikian.

Jadi kesalahan utama Salomon dalam pandangan sejarawan Deuteronomis adalah ia penyebab sinkritisme di Yerusalem. Penyimpangan keagamaan dikatakan penyebab dari masalah besar yang menimpa Israel, yakni pecahnya kerajaan setelah kematiannya. Dalam rangka memenuhi segala kebutuhan mewah istana, tentara dan birokrasi, Salomon ternyata mengenakan pajak yang sangat berat serta mewajibkan kerja rodi bagi proyek infrastruktur.

Jadi selain terjadi pengembangan infrastruktur perkotaan, birokrasi, ternyata juga menyebabkan terganggu nya pola hidup tradisional yakni pola hidup pertanian, dan terjadi perbedaan dan pembagian kelas.

Tercipta kelas pejabat, birokrat, pedagang, pemilik tanah yang makmur, petani kecil, penggembala. Terdapat pula perbedaan besar antara kota dan desa, antara kaya dan miskin. Dan ini adalah perubahan besar dari pola hidup konferedasi kesukuan.

Dan kondisi sosial dan ekonomi ini yang diterangkan oleh Samuel dalam kitab 1 Samuel 8, ketika ia mencoba mencegah orang Israel untuk mendirikan monarki, bahwa akan terdapat militerisasi, yang mana rakyat akan diharuskan menjadi tentara dan bekerja untuk negara, akan muncul berbagai jenis pajak, akan muncul perbudakan, dan lain-lain. Dan inilah yang diterangkan oleh sejarawan Deuteromis terjadi pada masa pemerintahan Salomon.

Bab 3. Terpecahnya Kerajaan Setelah Kematian Salomon.

Jadi pada masa Salomon, suku-suku di utara merasa terasing dari dinasti Daud, dan mereka membenci kebijakan tirani Salomon. Dan mereka kemudian menuntut pemisahan. Namun kita terlebih dahulu membahas secara singkat tentang apa yang terjadi dari peristiwa kematian Salomon hingga penghancuran Israel.

Jadi ketika Salomon meninggal di sekitar tahun 922 SM, kerajaan yang didirikan oleh Daud dan Salomon, terpecah menjadi 2 negara, kerajaan utara dikenal sebagai Israel dan kerajaan selatan dikenal sebagai Yehuda, raja Israel adalah Yerobeam dan raja Yehuda adalah Rehabeam. Tidak ada satu negara mendominasi yang lain, kadang mereka bertikai dalam peperangan kadang mereka beraliansi sama satu sama lain. Namun selama 200 tahun, dari tahun 922 SM hingga 722 SM, kerajaan Israel akan jatuh ke tangan kekaisaran Ashur.

Kekuasaan bangsa Ashur mencapai Yehuda, namun ia takluk dan hanya menjadi negeri vassal. Dan akhirnya Yehuda hancur sekitar 150 tahun kemudian, pada tahun 587/586 SM, ditangan kekaisaran bangsa neo-Babilon/neo-Babel, yang berhasil menghancurkan bangsa Ashur dan menguasai seluruh Timur-Tengah.

Segala gambaran tentang kerajaan utara, Israel, yang terdapat dalam Alkitab, diwarnai oleh sudut pandang negeri Yehuda, dan tentu saja itu sangat negatif.

Salomon kemudian digantikan oleh putranya, Rehabeam, namun 10 suku di utara memberontak, ketika mereka meminta keringanan pajak kepada Rehabeam. Mereka mendirikan kerajaan utara, Israel yang terpisah dan mengangkat Yerobeam sebagai raja, pada akhir abad ke-10 SM.

Fokus kita sekarang kepada kerajaan utara, Israel. Wilayah ini lebih kaya namun terbagi-bagi kedalam kompetisi 10 suku Israel. Yerobeam nampaknya berusaha keras untuk menstabilkan wilayah ini, dalam 1 Raja-Raja 12, kita diberitahu bahwa ada upaya Yerobeam untuk memutuskan hubungan keagamaan tradisional dengan Yerusalem di selatan.

Pusat pemerintahan Israel berada di Sikhem/Shechem - ini adalah salah satu tempat yang dihormati dalam tradisi ibrani. Ini adalah tempat dimana Yosua melaksanakan pembaharuan perjanjian dengan Yahweh.

Yerobeam juga membangun 2 kuil di ujung utara (kota Dan) serta di ujung selatan (Bethel) Israel. Menurut Alkitab, patung anak sapi jantan dari emas ditempatkan pada kuil tersebut, dan ini adalah dosa besar dalam pandangan sejarawan Deuteronomis. Mungkin hal ini sengaja ditulis demikian, untuk mengingat dosa besar Harun dalam Keluaran 32.

Sebenarnya mungkin saja Yerobeam adalah seorang Yahwist yang setia, dan ia hanya membangun 2 buah kuil untuk menyaingi kuil Yerusalem, di Yehuda. Namun oleh sejarawan Deuteronomis, ini adalah salah satu bentuk penyimpangan, dan kritik mereka digambarkan ke dalam bentuk berhala, yakni patung anak sapi emas.

Namun dengan segala upaya ini, kerajaan Israel tetap tidak stabil, dalam 200 tahun sejarah kerajaan, Israel memiliki 7 dinasti yang berbeda yang saling memperebutkan tahta. Kemakmuran yang paling tinggi dicapai pada masa pemerintahan dinasti Omri, dan anaknya Ahab, yang berkuasa di awal abad ke-9 SM.

(Sejarah kehancuran Israel ditangan bangsa Ashur)

Dinasti Omri sangat menarik karena dia adalah dinasti pertama dari kerajaan Israel & Yehuda, yang disebut di luar Alkitab. Namanya tertulis dalam prasasti Mesha raja Moab, yang menceritakan tentang kemenangan militer raja Mesha terjadap raja Ahab bin Omri dari Israel.

Raja Omri lah yang mengembangkan kota baru di Samaria sebagai pusat pemerintahan dari kerajaan utara, Israel, dan bukti arkeologis mengungkapkan bahwa Samaria adalah sebuah kota megah pada masa itu.

Namun dalam pandangan sejarawan Deuteronomis, ia dipandang sebagai figur yang negatif dan jahat, karena ia tidak mentaati Yahweh. Demikian pula dengan anaknya Ahab juga mendapatkan pemberitaan yang buruk, namun nama Ahab juga disebut dalam prasasti raja Ashur, dimana namanya termasuk dalam koalisi yang melawan invasi Ashur.

Jadi jelas raja Omri dan Ahab adalah sebuah kekuatan yang cukup berpengaruh pada masa itu. Ahab dan istrinya Izebel yang berasal dari Phoenicia/Fenesia, nampaknya hidup dalam kemewahan di ibukota Samaria, dan hal ini juga dikutuk oleh kelompok Deuteronomis.

Izebel nampaknya juga membangun kuil di Samaria untuk memuja Baal dan menjadikannya sebagai ritual nasional. Nabi Elia dan Elisa mengobarkan perang suci melawan kebijakan kerajaan. Kita akan membahas nabi-nabi Yahweh yang fanatik ini pada kuliah mendatang.

Kehidupan Ahab dan Izebel mendapatkan akhir yang tragis dalam kudeta militer. Kudeta ini dipimpin oleh jenderal yang bernama Yehu sekitar 842 SM (Yehu berarti Yahweh yang Esa). Perlu diketahui tahun penanggalan ini adalah sebuah perkiraan, terdapat berbagai jenis penanggalan dikalangan ilmuwan.

Yehu memimpin kudeta militer setelah diurapi menjadi raja oleh nabi Elisa dan dia memiliki dendam kesumat terhadap Izebel. Ia menghabisi Izebel dan keturunannya beserta nabi-nabi Baal. Alkitab mengatakan ia membantai semua pemuja Baal di Samaria.


Pada abad ke-8 SM Kekaisaran Ashur sedang memasuki masa ke-emasan, dan pada tahun 722 SM raja Ashur, Sargon, menaklukkan Israel dan mengubah statusnya menjadi sebuah provinsi.

Terdapat prasasti tentang Sargon dan juga dilaporkan oleh Alkitab tentang peristiwa ini. Dalam prasasti (Sargon II Annals) tersebut Sargon mengatakan, ia mengepung dan menaklukkan Samaria, membawa sebagai tawanan 27.900 penduduk kota, lalu membangun kembali kota itu lebih baik dari sebelumnya, dan menempatkan ke sana orang-orang dari berbagai negara yang ditaklukkan nya.

Kisah Sargon II dari Ashur

Ia kemudian mengangkat seorang gubernur dan menarik pajak. Jadi terdapat kesamaan antara prasasti Sargon dan Alkitab. Dan orang-orang Israel yang diasingkan oleh Sargon adalah dari kalangan bangsawan-orang istana, pedagang kaya, dan jumlah mereka mencapai puluhan ribu, mereka diangkut ke Mesopotamia utara dan hilang di telan sejarah. Ini lah 10 suku Israel yang hilang.

(Sejarah Penduduk Samaria/Samaritan)

Yang tersisa dari rakyat Israel adalah para kelas petani dan gembala, mereka tetap menjalankan pola hidup lama mereka, bangsa Ashur kemudian mengimpor masyarakat baru ke daerah ini untuk mencegah perlawanan dari masyarakat lokal dan menjadikan daerah ini menjadi provinsi Samaria.

Kelompok etnis campuran provinsi Samaria ini kemudian menjalankan praktek keagamaan yang merupakan bentuk lain dari keagamaan Israel, namun penyunting Deuteronomis melihat mereka sebagai kelompok illegal dan orang-orang Samaria ini dibenci oleh orang-orang Yehuda di kerajaan selatan.

Mereka dianggap sebagai orang asing perusak kepercayaan. Mereka dipandang selalu membantu musuh-musuh Yehuda, jadi mereka tidak merasa memiliki kekerabatan dan sangat sering orang Samaria bergabung dengan para pasukan yang akan menyerang Yehuda.

Jadi terdapat perselisihan antara orang Yehuda dan Samaria. Sehingga kita dapat memahami mengapa dalam perjanjian baru diberitakan tentang kebencian orang Yahudi terdapat orang Samaria.

(Sejarah Yehuda)

Sekarang kita membahas tentang kerajaan Selatan, Yehuda, yang terdiri dari 2 suku yaitu Yehuda dan Benyamin. Mereka relatif lebih stabil secara internal, dan sangat loyal kepada dinasti Daud di Yerusalem. Tidak lama setelah kejatuhan Israel pada tahun 722 SM ke tangan bangsa Ashur, pada masa itu raja Yehuda, Hizkiah, sedang berkuasa, dan ia menyetujui perjanjian untuk menjadi negeri vassal bangsa Ashur.

Status Yehuda berubah menjadi sekutu dan pengikut Ashur, namun Hizkiah mempersiapkan sebuah pemberontakan dengan membuat aliansi dengan Mesir, dan hal ini membuat Ashur bangkit dan mengepung Yerusalem sekitar tahun 701 SM.

Pengepungan ini tertulis dalam prasasti di Ashur (Sennacherib Annals). Disana tertulis:

"dan Hizkiah si orang Yehuda, ia tidak tunduk kepada kuasaku, saya mengepung 46 kota kuat berbenteng nya...Ku bawa keluar ... 200.150 orang...dia ku buat sebagai tahanan di Yerusalam, di istana kerajannya, seperti burung dalam sangkar." 

Namun akhirnya Ashur kemudian menghentikan pengepungan dan mundur, Yehuda mampu bertahan menghadapi pengepungan, dan tetap melanjutkan kerajaan mereka.

Kerajaan Ashur kemudian runtuh pada tahun 612 SM, ini adalah peristiwa penghancuran ibu kota Nineveh (Niniwe), mereka jatuh ketangan kekaisaran neo-Babilonia, bangsa ini lah yang akhirnya meruntuhkan Yehuda dan Yerusalem di bawah raja Nebuchadnezzar II sekitar tahun 587-586 SM.

Dinding kota Yerusalem yang tangguh berhasil diretas, dan banyak dari kelas bangsawan kerajaan, para aparatur pemerintahan, dan para orang kaya di buang ke pengasingan di Babel/Babilon. Namun demikian, orang Yehuda ini tidak hilang ditelan sejarah walau kehilangan negara mereka.

Bab 4. Historiosophy dari Mazhab Deuteronomis

Sekarang kita sejenak membahas tentang sebuah ideologi dan mengapa hal tersebut mempunyai efek sejarah yang besar. Seperti yang telah kita bahas sebelumnya bahwa kitab Ulangan bukan hanya sebagai kitab penutup dari  Pentatukh ia juga sebagai bagian pertama dari sebuah literatur sejarah yang panjang.

Martin Noth adalah seorang ahli biblikal dari Jerman yang pertamakali mengajukan gagasan ini, bahwa komposisi maupun penulis dari kitab Ulangan memiliki banyak kesamaan dengan kitab berikutnya, dan kita harus memahami mereka sebagai sebuah kesatuan, dan produk dari sebuah mazhab tertentu.

Dikarenakan mazhab Deuteronomis menekankan sebuah tinjauan sejarah Israel hingga periode kehancuran dan pengasingan sekitar tahun 587 SM atau 586 SM, dan bentuk akhir produk mereka diperkirakan pada masa setelah tahun 586 SM.

Namun demikian kitab tersebut memiliki berbagai lapisan dalam skala waktu yang panjang, maka kita tidak dapat menentukan masa pembuatannya secara akurat.

(Kritik Redaksi)

Saya ingin mengatakan tentang sebuah metodologi ilmiah yang membawa pada kesimpulan bahwa terdapat sesuatu yang disebut sebagai mazhab Deuteronomis. Metodologi itu adalah bagian dari kritik redaksi.

Dan kritik ini menolak gagasan bahwa ada seseorang yang mengkompilasi naskah ini dari naskah-naskah yang lebih tua, seperti halnya proses mekanik "cut & paste (gunting & tempel)" dan tidak terlalu memikirkan efek dari proses peletakan itu.

Kritik redaksi berasumsi dan berfokus pada identifikasi tujuan dan rencana dibalik bentuk akhir dari berbagai sumber naskah yang dikompilasi. metode ini cenderung untuk  mengungkap niat dan motivasi dari   orang yang menghasilkan naskah Alkitab ini, jadi ia fokus pada proses pengembangan tahap awal.

Pertama, kita biasa melihat tentang sebuah ayat penghubung, yaitu semacam bagian yang menghubungkan sebuah narasi dengan narasi lain, yang merupakan upaya untuk membuat naskah terbaca dengan lebih lancar dan memudahkan sebuah transisi dari satu sumber ke sumber lain. Dan yang bertugas untuk menghubungkan narasi-narasi ini dikenal sebagai R atau redaktur.

R juga bertugas untuk membuat ayat-ayat yang bersifat penafsiran, semacam pihak yang berkomentar terhadap sebuah peristiwa dalam naskah. Dimana si narator akan berbicara kepada pembaca. Contohnya pada sebuah ayat si narator berkata, " Waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu. (Kejadian 12:6)," yang nampaknya merupakan tanda dari sentuhan tangan redaktur ketika menggabungkan sebuah sumber.

Ketika kita melihat sebuah komentar etiologikal, seperti komentar berikut, "dan itulah sebabnya orang Israel melakukan ritual ini dan itu hingga hari ini," yang berupa perspektif dari kompiler ketika menyatukan sebuah naskah.

Terdapat juga ayat-ayat yang memberi sebuah justifikasi atau komentar tentang apa yang akan terjadi. Kita melihatnya pada 2 Raja-Raja 17; atau pada Hakim-Hakim. Dimana kita mememukan sebuah pernyataan perspektif yang berkata: inilah yang akan terjadi - ini adalah dosa, mereka meraung, akan ada, Yahweh akan membangkitkan seseorang, mereka akan jatuh kembali kedalam dosa, dan lain-lain. Ini adalah komentar yang berusaha memberitahu sesuatu kepada pembaca, dan jika kita merangkum ayat-ayat semacam ini bersama-sama, kita akan menemukan kesamaan gaya bahasa yang luar biasa.

Mereka menggunakan retorika yang sama berulang-ulang, atau kita akan melihat sebuah sudut pandang yang seragam dan kadang-kala sudut pandang itu tidak terdapat dalam sumber naskah yang mereka hubungkan. Dan inilah pemahaman tentang peran redaktur pada bentuk final dari sebuah naskah, bagaimana redaktur membingkai sebuah pemahaman bagi kita berdasarkan berbagai sumber naskah yang ia kumpulkan.

Dan kelompok sejarawan Deuteronomis adalah yang berperan untuk redaksi kitab Ulangan, Yosua, Hakim-Hakim, Samuel, Raja-Raja, tidak hanya memberikan informasi sejarah dalam arti dokumentasi tentang sebuah peristiwa yang terjadi, namun mereka memberikan kita sebuah penafsiran tentang peristiwa sejarah, filsafat sejarah.

Mereka mencoba untuk meyakinkan sebuah makna yang terkandung dari sebuah peristiwa, tentang adanya sebuah tujuan dan desain yang besar, yang kita kenal sebagai historiosophy. Dan kita menemukan penafsiran mazhab Deuteronomis dalam kata pengantar kitab Ulangan, kita menemukan pula pada komentar editorial yang berupa "bumbu" di sepanjang Yosua hingga Raja-Raja, terutama pada sebuah ringkasan dari keseluruhan unit pada 2 Raja-Raja 17.


Sebelum kita membaca ayat ini kita perlu memahami apa yang mendorong Deuteronomis untuk mengadopsi penafsiran tertentu dari catatan sejarah Israel.
Para Sejarawan Deuteronomis mencoba untuk menanggapi sebuah tantangan besar bagi kelangsungan bangsa Ibrani dan keagamaan mereka. Dan itu adalah sebuah fakta tentang runtuhnya secara total entitas bangsa Ibrani, penghancuran tempat kudus Yahweh, dan kekalahan serta pembuangan orang-orang pilihan (penyembah) Yahweh.

Bencana besar sejak tahun 722 SM (Kejatuhan Samaria) serta yang terutama tahun 587 SM (kejatuhan Yerusalem), mengangkat dilema theologi yang penting. Yahweh telah berjanji kepada para leluhur serta keturunan mereka bahwa mereka akan hidup di tanah-Nya. Yahweh telah berjanji kepada para leluhur dan keturunan mereka bahwa mereka akan mendiami tanah perjanjian, bahwa dinasti Daud akan berdiri selamanya.

Namun yang kita temukan adalah monarki telah runtuh, dan mereka adalah orang-orang kalah yang terbuang di pengasingan. Jadi penyajian atas tantangan ini adalah sebuah simpul sejarah yang bermakna ganda: Apakah Yahweh berkuasa atas perjalanan sejarah? Apakah Yahweh mahakuasa? Apakah kehendak Yahweh bisa dibatalkan? Bagaimana dengan janji Yahweh terhadap para leluhur dan Daud? Apakah Yahweh mengingkari perjanjian?

Jawabannya pastilah tidak! Lalu jika Yahweh tidak mengingkari perjanjian dengan umat-Nya dan Daud, ia pasti bukanlah Allah yang berkuasa atas perjalanan sejarah, Allah yang universal. Ia tidak mampu menyelamatkan umat-Nya.

Tidak satupun dari gagasan di atas di terima oleh mazhab Deuteronomis. Prinsip mereka adalah dasar monotheisme Israel, bahwa Yahweh adalah Allah yang berkuasa atas waktu (sejarah), maha kuasa, kehandaknya adalah mutlak, yang janji-Nya adalah nyata dan pada saat yang sama ia adalah setia dan tidak meninggalkan umat-Nya, ia adalah baik dan kuat.

Jadi bagaimana cara mendamaikan hal ini dengan bencana yang ada didepan mata? Historiosophy adalah respon mereka, dan ini menjadi populer dalam komunitas Israel, kita akan melihat respon lain ketika membahas kitab Nabi-Nabi Kemudian (Later Prophets). Namun gagasan dasar dari mazhab Deuteronomis yaitu perjanjian Yahweh kepada para leluhur dan Daud, adalah tidak bersyarat dan kekal, namun tidak menghilangkan kemungkinan akan adanya hukuman atas dosa sebagaimana persyaratan yang ditentukan dalam perjanjian Musa.

Jadi kita akan melihat bagaimana 2 gagasan ini menjadi penting dan terus menerus menjadi ketegangan dalam dialetik theologi, baik theologi perjanjian kepada leluhur (patriakh Abraham, Yakub) maupun theologi monarki.

Walau Yahweh adalah maha kuasa, namun manusia memiliki kehendak bebas, mereka dapat merusak rencana illahi. Dan dalam pandangan Deuteronomis para pemimpin Israel digambarkan memiliki pilihan untuk menerima atau menolak Yahweh. Yahweh mencoba untuk membantu mereka, dengan terus-menerus mengutus nabi-nabi kepada para raja dan memberitakan kehendak Yahweh terhadap mereka, namun mereka terus membuat kesalahan. Dan dosa tersebut akhirnya membawa mereka kepada kejatuhan, pertama Israel kemudian Yehuda, dan dosa itu adalah penyembahan berhala yang dilakukan oleh para raja-raja.

Dengan eksekusi mati keturunan terakhir dari dinasti Daud, Raja Zedekia, mazhab Deuteronomis menafsirkan perjanjian Daud mengandung persyaratan seperti Perjanjian Sinai, atau Perjanjian Musa, yang mana Yahweh akan memberkati raja tergantung dari loyalitas raja terhadap Yahweh, dan kejatuhan dinasti Daud di pandang sebagai hukuman terhadap ketidak-taatan para raja, seperti raja Manasseh (kita akan membahasnya). Ingat Perjanjian Daud lewat nabi Nathan dalam 2 Samuel 7:14 yang secara eksplisit mengatakan bahwa Yahweh akan menghukum yang diurapi-Nya seperti orang tua kepada anaknya, yang memberi koreksi, disiplin dan hukuman.

Kembali ke Index Artikel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apakah Abraham Berasal Dari Ur atau Haran?

Abraham berasal dari kota Haran dan bukan dari kota Ur-Kasdim, ya itulah pendapat beberapa para ahli biblikal moderen, mengapa mereka berpen...