Kamis, 27 Oktober 2016

Pengantar Alkitab Ibrani (9)

Kuliah 9 - Warisan Kaum Paderi: Kultus dan Kurban, Kemurnian dan Kekudusan dalam Kitab Imamat dan Bilangan [Oktober 9, 2006]

Bab 1. Pengenalan Tempat Kudus Bangsa Israel.

Sekarang kita akan membahas Imamat. Ia adalah dokumen utama dari kelompok Paderi (Priestly atau kelompok Imam), kita mengidentifikasi literatur ini sebagai karya mereka karena berhubungan dengan hal-hal yang menjadi yurisdiksi para paderi (imam): tempat kudus, ritual pemujaan, tata cara qurban, perbedaan antara kekudusan dan ragawi serta suci dan najis. Jadi materi Priestly ditemukan sebagai sebuah kesatuan dalam Imamat, dan sebagian besar kitab Bilangan, dan tersebar secara sporadis pada kitab Kejadian dan Keluaran.

Hipotesis akan kelompok Priestly ini tidak cukup jelas dipahami tentang siapa mereka dan kapan tepatnya mereka muncul. Yang jelas materi ini muncul selama berabad-abad, dan mencapai bentuk akhir mereka di masa pembuangan atau paska-pembuangan. Dan yang pasti adalah mereka melestarikan tradisi pemujaan yang sangat tua.

Kitab ini dapat diringkas menjadi seperi berikut :
Bab 1 - 7 : tata cara qurban.

Bab 8 - 10 : kisah penetapan Harun sebagai imam tertinggi dan keturunannya sebagai klan imam dalam masyarakat Israel.

Bab 11 - 15 : hukum yang berkaitan dengan makanan, dan kemurnian sebuah ritual.

Bab 16 : menjelaskan prosedur yang harus diikuti pada hari Yom Kippur.

Bab 17 - 16 : sebuah kesatuan mengenai "kode Kekudusan" karena terdapat penekanan khusus pada kesucian. Beberapa ahli berpendapat bahwa materi pada bab ini berasal dari kelompok paderi yang berbeda, dan dinamakan sebagai H (Holy - Kudus).

Beberapa pendapat mengatakan bahwa materi H terdapat pada bab 17 - 26, dan tersebar pada seluruh bagian lain dari Alkitab, dan ia adalah salah satu redaktur atau editor.

Materi Priestly dalam waktu yang lama sering dipandang sebelah mata, dan seringkali diabaikan dalam Alkitab. Dan para ahli pada abad ke-19 umumnya mempunyai pandangan bias dalam memandang hukum-hukum kesucian sebagai hal yang primitif dan irrasional. Dan qurban adalah sebuah bentuk kebiadaban dan hampa dari makna spiritual. Agama yang tidak memiliki ritual semacam itu dianggap sebagai superior; lebih mimiliki makna spiritual. Dan pola pikir demikian membuat kitab Imamat cenderung diremehkan.

Namun pada akhir abad ke-20 pandangan ini berubah. Beberapa antropolog dan etnografer mulai mempelajari berbagai jenis praktik pentabuan dan ritual pada banyak budaya, termasuk pada budaya barat moderen, terdapat cara baru untuk memahami sistem tabu dalam Alkitab.

Seperti halnya bangsa lain pada dunia kuno, Israel memiliki sistem pemujaan, dengan tempat kudus atau kuil, ruang suci dan benda-benda suci; di mana para imam melakukan berbagai praktek ritual. Keagamaan Israel-Yehuda memiliki kesamaan dengan ritual bangsa Kanaan dan secara umum dengan kebudayaan di Timur-Tengah kuno.

Pada masa lampau Kuil dipercaya menjadi tempat kediaman para dewa. Kurban dilaksanakan pada kuil tersebut. P menggambarkan sebuah tenda suci yang portabel, pada masa pengembaraan sebagai pusat pemujaan. Pada tenda tersebut terdapat halaman yang luas untuk berkumpulnya orang-orang Israel, serta terdapat altar qurban di halaman dan terdapat pula cekungan untuk mengambil air wudhu. Serta terdapat sebuah ruang yang bertirai yang merupakan area khusus bagi para imam. Pada area ini terdapat altar untuk membakar dupa. Dan pada sisinya terdapat Menorah atau sebuah tempat lilin bercabang 7. Dan pada sisi lain terdapat meja untuk menaruh roti yang diganti setiap minggunya.

Dan ruang yang paling belakang adalah yang paling suci atau maha kudus, dan hanya bisa di akses oleh imam besar dan hanya pada hari Yom Kippur setelah melalui serangkaian ritual pemurnian diri. Di ruang inilah terdapat Tabernakel, sebuah kotak dari kayu yang dilapisi dengan emas. Penutup Tabernakel disebut Ha-Kapporeth, diterjemahkan sebagai "penutup perdamaian", yang berupa patung kerub bersayap.

Lalu apa makna kalimat singgasana (Yahweh) kuil ini? Berdasarkan ikonografi dari Timur-Tengah Kuno kita menemukan tahta seperti model ini. Kita menemukan para dewa dan raja duduk pada kursi dengan patung malaikat bersayap dengan sayap besarnya, dan kakinya diletakkan pada bangku kecil.

Demikian juga, dalam beberapa ayat Alkitab, Yahweh digambarkan bertahta diatas para Kerub. Dan Tabernakel adalah bangku kecil untuk kaki-Nya, jadi ia semacam kotak untuk meletakkan kaki Yahweh, dan Tabernakel itu berisi loh batu Perjanjian, ia adalah sebuah bukti perjanjian antara Yahweh dan bangsa Israel.


Ruangan Menorah dan Maha Kudus

Tabernakel dengan Ha-Kapporeth

Menariknya, tidak seperti kebanyakan tempat suci di masa lampau, kuil bangsa Israel tidak mengandung patung dewa. Menurutku ini adalah bukti akan kecenderungan aniconic yang sangat kuat dari agama Israel. Namun demikian, Allah diyakini hadir pada tempat kudus tersebut. Seringkali dalam bentuk awan atau kabut, yang akan turun ke tabernakel, yang bermakna membuat suci Tabernakel. Dan untuk memahami hal ini kita harus mempelajari konsep kesucian dari para kelompok Priestly/Paderi.

Bab 2. Konsep Kesucian Menurut Priestly.

Kata Ibrani untuk "suci" berakar dari kata "terpisah". Atau kesucian itu terpisah dari umum, penggunaan sehari-hari. Dalam pemahaman kaum imam hanya Allah yang secara intrinsik suci. Segala sesuatu yang akan dihubungkan dengan Allah haruslah suci atau disucikan, hubungan ini seperti hubungan kepemilikan. Yang suci adalah segala sesuatu yang berada di ranah Allah, sesuatu itu harus berbeda. Sesuatu yang berada di luar ranah Allah adalah sesuatu yang umum. Kata Ibrani untuk "umum" diterjemahkan kedalam bahasa Inggris sebagai profane/najis. Istilah profane mengandung konotasi yang negatif, namun sebenarnya ia hanya berarti umum.

Status barang umum atau "yang tidak suci" secara natural melekat pada segala benda. Contohnya meja, yang biasa dipakai sehari-hari maka ia berstatus "umum." Ia tidak dipisahkan atau ditandai sebagai benda khusus, untuk itu ia harus diberi perlakuan khusus jika ingin didedikasikan untuk Allah (misalnya pada benda-benda yang digunakan pada bait Allah).

Benda menjadi suci jika ia telah dipisahkan dari ranah umum dengan melalui cara atau perlindungan yang membatasi mereka sebagai benda khusus. Status suci ini tergantung pada aturan pelindungnya, dan ia bisa saja menjadi tercemar, jika demikian statusnya kembali menjadi barang umum.

Demikianlah tingkat kesucian semakin tinggi jika anda bergerak lebih dalam, mendekati tempat kudus. Sesuai dengan prinsip bahwa kesucian harus meningkat jika kedekatan dengan Allah meningkat. Jadi dalam pandangan Alkitab, wilayah di luar tenda Israel adalah umum, tanah yang tidak suci. Kemah Israel memiliki derajat kesucian. Wilayah halaman dari tenda kudus, adalah yang dapat diakses oleh orang-orang Israel murni. Kemah suci yang lebih dekat derajatnya kepada Allah, hanya dapat diakses oleh para imam, yang dikatakan sebagai orang-orang kudus. Dan bagian terdalam dari tenda atau tempat kudus hanya dapat diakses oleh yang tersuci dari bangsa Israel, Imam Besar.

Jika yang kita bahas itu adalah suci dalam konsep ruang, maka terdapat pula konsep suci dalam waktu, terdapat waktu umum, hari kerja, lalu ada pula hari-hari suci tertentu: Tahun Baru dan Paskah - dari sinilah konsep holiday berasal (holy day), mereka dipisahkan dari hari biasa dengan aturan khusus yang menandakan mereka berbeda. Hari yang suci adalah hari Sabath, yang dibatasi oleh ketaatan aturan. Dan yang hari tersuci dari suci adalah Yom Kippur, yang juga dikenal sebagai Sabat dari Sabat. Hari ini dipisahkan dari hari lainnya dengan aturan tambahan dan ibadah. Segala dari orang yang suci, benda, dan hari berkumpul pada Yom Kippur, karena hanya hari inilah orang tersuci atau Imam Besar dapat memasuki Tempat Kudus yang tersuci, yang terdalam dari Tenda Kudus, dan melakukan ritual pada benda paling suci, Tabernakel, yang terjadi sekali dalam setahun.


Bab 3. Kesucian, Kemurnian, Moral dan Kejanisan dalam ritual.

Sekarang kita harus memahami hubungan antara kesucian dan kemurnian. Karena keduanya tidak identik, banyak yang sering menganggap keduanya adalah sama, namun hal itu keliru. Menjadi suci berarti masuk kedalam ranah Allah. Untuk menjadi suci atau berada di ranah Allah, untuk itu ia harus di murnikan.

Kemurnian berarti tidak adanya pengotor, dan ini adalah prasyarat untuk status suci. Mencapai status suci berarti ia memenuhi syarat untuk terhubung dengan sesuatu yang suci: memasuki Kemah Suci atau Bait Allah, memegang atau menangani benda-benda suci, dan sebagainya.

Jika sesuatu bersinggungan dengan benda pengotor, maka ia kehilangan status suci, dan untuk mengembalikan statusnya, pertama-tama ia harus melalui ritual pemurnian atau pembersihan. Namun demikian statusnya masih berupa umum, untuk menjadi suci kembali ia harus kembali didedikasikan atau diserahkan kepada Allah, yang biasa berupa urapan atau tuangan minyak, yang merupakan sarana pengudusan; mengangkat sesuatu ke arah Allah adalah cara lain untuk mengsucikan sesuatu.

Menurut Jonathan Klawan, Alkitab mempunyai 2 jenis pengotor: pengotor ritual dan pengotor moral. Pengotor ritual timbul dari benda-benda tertentu, dan tidak berhubungan dengan dosa. Bahkan banyak pengotor ritual yang tidak dapat dihindari, misalnya kontak seksual yang membuat orang kotor secara ritual, namun Allah memerintahkan manusia untuk berkembang biak. Bersentuhan dengan mayat dalam penguburan adalah pengotor ritual, namun Allah memerintahkan untuk menguburkan orang mati.

Konsep kesucian ritual adalah fitur utama dari banyak agama-agama kuno. Dan hukum-hukum kesucian dalam Alkitab memiliki kesamaan yang kuat dengan kebudayaan Mesir, Mesopotamia,  Hittite/Het, dan Kanaan, dan dianggap kebudayaan itu adalah akar dari praktek orang Israel kuno. Sistem yang terdapat dalam literatur kaum Paderi dipercaya sebagai upaya untuk memonotheiskan konsep kesucian orang-orang Israel kuno, dan menciptakan sesuatu yang berbeda dengan negeri tetangga mereka.

Menurut Klawan, dalam literatur P (Priestly/Paderi) ada 3 sumber utama yang menajiskan secara ritual:
ke-1 adalah mayat,

ke-2 bangkai tertentu yang sering disebut: Sara'at, yang diterjemahkan sebagai 'tingkat penyakit', sering juga diterjemahan sebagai 'kusta', namun makna sebenarnya adalah sejenis penyakit kulit, pengelupasan kulit atau bisul, yang dalam benak orang Israel kuno seperti proses dekomposisi pada mayat. Kita dapat melihat hal gambaran seperti ini dalam beberapa ayat di Kitab Bilangan dan Ayub, yang menggambarkan kondisi ini seperti kematian. Bayi hasil aborsi digambarkan mirip seperti kondisi ini.

ke-3 adalah cairan dari kelamin, baik dalam keadaan normal atau sakit, berhubungan dengan prokreasi (penciptaan)
Konsep kaum Paderi tentang Tuhan, adalah sebuah mahluk abadi dan aseksual, pemikiran mereka tertuang dalam kisah penciptaan pertama. untuk memasuki ranah suci, di mana kematian dan penciptaan harus dipisahkan dan dimurnikan.

Bab 4. Ritual Penyucian, Qurban dan Persembahan, dan Imitatio Dei

Menurut Jonathan Klawan, ritual pemurnian adalah untuk memisahkan aspek-aspek kemanusiaan, kematian, dan seksualitas, sehingga menjadi "seperti" Allah. Untuk memasuki ranah Allah di tuntut untuk seperti Allah atau imitatio dei atau imitasi tuhan.

Lalu bagaimana dengan ritual kurban di kemah suci? bukannya akan ada mayat di ranah Allah? Klawan menjelaskan bahwa tindakan pembunuhan hewan kurban adalah sebuah tindakan kuasa atas kehidupan dan kematian dari binatang. Dan ini adalah imitasi dari kuasa Allah terhadap manusia atau Israel.

Namun Klawan juga menjelaskan bahwa imitatio dei tidak melulu menjelaskan tentang persembahan dan qurban pada Israel kuno, karena pada beberapa bagian dalam kitab Imamat 1 sampai 7, menyebut tentang persembahan suka rela, yang berupa hadiah pada saat perayaan. Yang ke-1, terdapat kurban yang disebut sebagai "qurban bakaran", yang mana binatang qurban akan dibakar secara keseluruhan untuk menghasilkan wewangian asap yang menyenangkan dan akan naik kepada Tuhan, dan ini dilakukan setiap hari pada pagi dan malam hari.

Persembahan atau sesajian ke-2 adalah biji-bijian. Yang berupa tepung, minyak dan dupa yang dibakar setelah jatah untuk imam disisihkan, persembahan ini juga akan dibakar di altar hingga menghasilkan wewangian.

Persembahan ke-3, sering di sebut "qurban perdamaian" persembahan ini umumnya di konsumsi oleh sang penyaji dan keluarganya setelah bagian para imam telah disisihkan. Persembahan ini dilakukan sebagai ucap syukur atas tercapainya suatu kaul/janji, atau bisa juga untuk ekspresi kegembiraan atas kelahiran, syukur atas panen yang melimpah dan lain-lain.

Berdasarkan naskah-naskah kuno dari berbagai budaya di Timur-Tengah kuno, terlihat bahwa fungsi utama dari ritual-ritual di kuil-kuil adalah untuk memohon berkah dari para dewa. Seperti halnya bangsa Israel kuno yang menginginkan berkah di tempat Yahweh berdiam. Dan persembahan "bakaran" yang dilakukan oleh para imam setiap hari sebanyak 2x adalah untuk menyenangkan hati Yahweh dengan wewangian yang disukai agar ia tetap berada di kuil, di tengah-tengah kumunitas.

Bab 5. Pencemaran Moral, Tanah dan Pemurnian.

Para imam memiliki konsep pencemaran moral yang diakibatkan oleh dosa besar, dan ini menghasilkan kenajisan, yang dapat menjauhkan kehadirat illahi. Ada 3 jenis kenajisan moral yang utama yaitu : penyembahan berhala, pembunuhan dan pelanggaran seksual. Ini dijelaskan dalam Imamat 18 dan 20.

Pencemaran moral berbeda dengan pencemaran ritual, bukan karena adanya dosa asal, namun pada kenyataan nya pencemaran moral tidaklah menular. Seseorang tidak akan tercemar hanya karena seseorang menyentuh seorang pembunuh, sebagaimana anda akan tercemar jika menyentuh seseorang dengan penyakit gonnorhea. Juga, kenajisan moral tidak akan terhapuskan melalui pembersihan ritual seperti pencucian wudhu dan sejenisnya. Pemurnian atas pencemaran moral ini hanya dapat dilakukan melalui hukuman berat atau mati misalnya berupa pemenggalan, ini adalah hukuman illahi dalam komunitas Israel. Hal ini juga dapat dicapai melalui penghindaran melakukan hal-hal tersebut. Pengurangan atas pencemaran moral dapat juga melalui penebusan dengan rasa penyesalan, namun harus pada dosa-dosa yang tidak disadari telah dilakukan.

Pencemaran moral yang parah akan mencemari tanah dan daerah terdalam dari tempat kudus. Tempat kudus kadang dapat dimurnikan dari pencemaran moral, namun tidak demikian dengan tanah. Tanah yang berulangkali dicemarkan dengan dosa besar, misalnya dengan pelanggaran seksual, pertumpahan darah, penyembahan berhala yang berulang-ulang, tidak dapat dimurnikan.

Suatu saat ia akan "memuntahkan keluar" orang-orang yang tinggal diatasnya, hal ini direferensikan dalam Alkitab dengan dibuang ke pengasingan. Hal ini sesuai dengan nasib orang Kanaan yang di usir dari tanah Allah. Ingat ketika Allah berkata, Kedurjanaan orang Amori itu belum genap, ketika mereka telah melakukan dosa yang tak terampuni, mereka akan dimuntahkan dari tanah suci, dan orang Israel kemudian menempati tempat itu.

Kejadian 15:16
16. Tetapi keturunan yang keempat akan kembali ke sini, sebab sebelum itu kedurjanaan orang Amori itu belum genap."

Imamat 18:27-28
27. --karena segala kekejian itu telah dilakukan oleh penghuni negeri yang sebelum kamu, sehingga negeri itu sudah menjadi najis--
28. supaya kamu jangan dimuntahkan oleh negeri itu, apabila kamu menajiskannya, seperti telah dimuntahkannya bangsa yang sebelum kamu.

Pembunuhan yang disengaja hanya dapat dituntaskan dengan kematian si pembunuh: darah di tebus dengan darah. Namun dalam kasus pembunuhan tidak disengaja, sang pelaku dapat berlindung di salah satu dari 6 kota yang telah ditentukan untuk tujuan ini dan di kenal sebagai 6 kota perlindungan, mereka harus menetap di kota tersebut hingga wafatnya sang Imam Besar, yang merupakan simbol untuk memurnikan hutang darah yang tidak disengaja.

6 Kota Perlindungan bagi pembunuh di tanah Israel, kota-kota ini adalah milik suku Lewi, yang diperuntukkan oleh suku-suku lain Israel bagi mereka.
Yosua 20:7-9

7. Lalu orang Israel mengkhususkan sebagai kota perlindungan: Kedesh di Galilea, di pegunungan Naftali dan Sikhem, di pegunungan Efraim, dan Kiryat-Arba, itulah Hebron, di pegunungan Yehuda.
8. Dan di seberang sungai Yordan, di sebelah timur Yerikho, mereka menentukan Bezer, di padang gurun, di dataran tinggi, dari suku Ruben; dan Ramot di Gilead dari suku Gad, dan Golan di Basan dari suku Manasye.
9. Itulah kota-kota yang ditetapkan bagi semua orang Israel dan bagi pendatang-pendatang yang ada di tengah-tengah mereka, supaya setiap orang yang membunuh seseorang dengan tidak sengaja dapat melarikan diri ke sana dan jangan mati dibunuh oleh tangan penuntut tebusan darah, sebelum ia dihadapkan kepada rapat jemaah.

Penyembahan berhala juga mencemari tanah, dan sang pelaku akan di hukum rajam atau di penggal. Alkitab berulangkali memperingatkan bahwa penyembahan berhala dan segala jenis benda-benda ritualnya harus dihancurkan dari Tanah Suci.

Berbeda dengan tanah, tempat kudus Allah dapat dimurnikan dari pencemaran moral dengan ritual pengorbanan khusus. Dan ini adalah pengorbanan ke-4, yang sering dikenal dengan "hattat't" dan sering di salah terjemahkan sebagai "qurban penghapusan dosa," namun yang tepat adalah "qurban pemurnian." Proses ritualnya melibatkan darah hewan, atau dari qurban adalah inti dari ritual ini, ingat pencemaran moral selalu berhubungan dengan kematian.

Berdasarkan literatur Priestly, darah yang mengalir dalam pembuluh darah merupakan perwakilan dari kekuatan kehidupan. Terdapat dalam kejadian 9, yang dipercaya merupakan ayat dari kelompok P, tentang pelarangan menumpahkan darah manusia, dan pelarangan mengkonsumsi daging hewan yang masih mengandung darah (Perjanjian Nuh), karena darah adalah sumber hidup, dan itu adalah milik Allah.

Kejadian 9:4-6
4. Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan.
5. Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala binatang Aku akan menuntutnya, dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama manusia.
6. Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri.

Imamat 17:11
Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa.

Darah hewan qurban ditentukan oleh Allah sebagai penghapus dosa, jika orang ingin membersihkan tempat kudus (Bait Allah) dari kenajisan dosa orang Israel. Maka dilakukan ritual yang melibatkan darah, yang tercurahkan diatas altar pada Yom Kippur, hal ini dilakukan pada ruangan yang paling suci dan dicurahkan pada takhta Allah, pada tabernakel. Hal ini melambangkan kemenangan kekuatan kehidupan, sumpah dan kesucian atas kematian dan pencemaran. Pemurnian lain dalam Alkitab kadang-kadang melibatkan penggunaan zat yang berwarna merah semacam pengganti darah.

Dosa yang tidak disengaja dapat dimurnikan, pencemaran atas tempat kudus yang disebabkan oleh orang ini dipulihkan dengan membawa qurban pemurnian, demikian pula dengan dosa yang disengaja dan terjadi pertobatan atasnya. Namun terdapat dosa-dosa tanpa pertobatan dan dosa ini tidak pernah disadari, mereka menajiskan tempat kudus. Demi alasan ini, tempat kudus harus dibersihkan secara teratur dari akumulasi kekotoran batin dari dosa-dosa ini. Dalam Imamat 16 digambarkan mengenai ritual tahunan ini pada hari perdamaian atau Yom Kippur, ketika qurban Hatta't (qurban pemurnian) dibawa atas nama masyarakat untuk memurnikan tempat kudus dari kenajisan yang disebabkan oleh dosa Israel. Dan imam besar meletakkan semua beban dosa dan kenajisan Israel keatas  kambing jantan sebagai qurban penghapusan dosa dan domba jantan untuk qurban bakaran.

Imamat 9:7-10
7. Ia harus mengambil kedua ekor kambing jantan itu dan menempatkannya di hadapan TUHAN di depan pintu Kemah Pertemuan,
8. dan harus membuang undi atas kedua kambing jantan itu, sebuah undi bagi TUHAN (Yahweh) dan sebuah bagi Azazel.
9. Lalu Harun harus mempersembahkan kambing jantan yang kena undi bagi TUHAN (Yahweh) itu dan mengolahnya sebagai korban penghapus dosa.
10. Tetapi kambing jantan yang kena undi bagi Azazel haruslah ditempatkan hidup-hidup di hadapan TUHAN (Yahweh) untuk mengadakan pendamaian, lalu dilepaskan bagi Azazel ke padang gurun.

Pemurnian atas tempat kudus sangat penting bagi komunitas, karena jika tempat kudus tidak dibersihkan dari kenajizan, pencemarannya semakin bertumpuk dapat mencapai titik yang membuat Allah meninggalkan tempat kudus, yang membuat komunitas dalam keadaan tak ber-Tuhan, hingga tidak memiliki berkat dan perlindungan.

Menurut Jacob Milgrom, seorang rabbi dan ahli biblikal, sudut pandang kelompok para imam atau doktrin mereka pada Alkitab  tentang dosa atau kejahatan. Mengenai pertanyaan mengapa Allah yang maha kuasa, dan baik membiarkan begitu banyak kejahatan terjadi bahkan beberapa seakan-akan bebas dari hukuman? Jawabannya adalah setiap tidakan kejahatan yang terjadi pada masyarakat hal ini mencemari rumah kudus, dan jika kejahatan ini semakin jamak dan meluas maka Allah akan meninggalkan rumah kudus, dari tengah-tengah masyarakat, dan mereka akan dimangsa oleh kejahatan mereka sendiri dan menghadapi kematian. Jadi pesan etika yang di dapat adalah, manusia harus mengendalikan nasib mereka dan tindakan setiap individu mempengaruhi seluruh struktur bermasyarakat.

Bab 6. Hukum Tentang Makanan Dan Kode Kesucian.

Milgrom berpendapat bahwa hukum tentang makanan pada Imamat merupakan simbol yang menekankan hidup atas kematian. Hukum awal tentang larangan memakan binatang pada Kejadian 9, disebabkan karena ia memiliki darah, dan itu merupakan simbol kehidupan. Kemudian pada Imamat 11, terdapat hukum tentang memakan daging hewan, yakni yang boleh di konsumsi adalah hanya dari binatang memamah biak dan memiliki kuku terbelah. Secara praktis efek dari hukum ini: membatasi jumlah binatang yang dapat dimakan oleh orang Israel dari ratusan binatang di dunia ini, menjadi yang tersisa hanyalah jenis sapi dan domba.

Selain itu terdapat pendapat berbeda tentang hukum terhadap makanan, yakni sebagai upaya pembentukan dan pemeliharaan identitas etnis yang dalam sudut pandang kaum imam adalah untuk memisahkan bangsa pilihan Allah dari bangsa lain, dan menyeru untuk menjadi kudus seperti Allah, dalam :

Imamat 11:43-45
43. Janganlah kamu membuat dirimu jijik oleh setiap binatang yang merayap dan berkeriapan dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan semuanya itu, sehingga kamu menjadi najis karenanya.
44. Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan setiap binatang yang mengeriap dan merayap di atas bumi.
45. Sebab Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus.

Kembali ke Index Artikel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apakah Abraham Berasal Dari Ur atau Haran?

Abraham berasal dari kota Haran dan bukan dari kota Ur-Kasdim, ya itulah pendapat beberapa para ahli biblikal moderen, mengapa mereka berpen...