Senin, 24 Oktober 2016

Pengantar Alkitab Ibrani (4)

Kuliah 4 - Kembaran dan Kontradiksi, Jalinan dan Sumber: Kejadian 5-11 dan Metode Kritik-Historis [18 September, 2006]

Bab 1. Menjinakkan Enkideu dalam Epos Gilgamesh (Adam & Hawa).

Terakhir saya membahas pembacaan kisah penciptaan dalam Kejadian 1-3. Dan terdapat 2 versi kisah penciptaan, dan hari ini saya akan fokus pada kisah ke-2. Kisah ini kebanyakan berada pada Kejadian 2 dan sebagian pada Kejadian 3, dan kita akan melihat nya melalui pencerahan dari kisah paralelnya yaitu pada Epos Gilgamesh, dan saya akan mengambil dari karya banyak ilmuwan, Nahum Sarna mungkin adalah yang paling menonjol diantara mereka. 

Epos Gilgamesh adalah Epos termasyur dari Mesopotamia, dan menggunakan raja Sumeria, Gilgamesh dari Uruk sebagia figur utamanya. Uruk adalah nama dari sebuah negara-kota di mana Gilgamesh pernah menjadi raja di sana. Epos yang kita ketahui saat ini kemungkinan disusun pada tahun 2000-1800 SM. Gilgamesh nampaknya seorang figur historis, benar-benar seorang raja dari Uruk, namun ceritanya tentu saja mengandung unsur fantasi dan legenda.

Kita memiliki naskah lengkap dari Epos ini, yang digali dari reruntuhan perpustakaan Assurbanipal, raja Neo-Ashur. Sebenarnya ini adalah salinan yang berasal dari abad ke-7 SM. Namun kita juga memiliki fragmen (pecahan tablet) yang jauh, jauh lebih tua yang berasal dari abad ke-18 SM yang ditemukan di Irak. Jadi jelas ini adalah sebuah cerita kuno dan kita bahkan memiliki versi yang lebih tua yang menjadi unsur dari zaman yang berbeda atas cerita yang sama.

Cerita ini di mulai dengan gambaran tentang Gilgamesh. Dia adalah seorang raja yang tidak populer. Dia seorang tiran, rakus, tidak disiplin, kecanduan sex. Di dalam kota rakyatnya berseru kepada para dewa. Mereka meminta pertolongan menghadapi raja tiran. Mereka secara khusus menyebut perbuatan nistanya terhadap para wanita muda di kota. Dan dewa Aruru (nama lainnya adalah Ninhursag atau dewa bumi) mengatakan ia akan mengatasi Gilgamesh.

Jadi Aruru menciptakan seorang pria liar yang tangguh bernama Enkidu. Enkidu dirancang untuk menjadi padanan Gilgamesh, dan ia sangat mirip dengan gambaran manusia dalam Alkitab di kitab Kejadian 2. Ia adalah seorang yang sangat primitif dan polos, ia tidak mengenakan pakaian, ia hidup bebas di hutan, kehidupannya sangat damai dan harmonis dengan para binatang, termasuk dengan para hewan buas, ia berlari melintasi padang rumput bersama para rusa. Tapi sebelum ia memasuki kota dan bertemu dengan Gilgamesh ia harus dijinakkan.

Jadi seorang wanita diutus kepada Enkidu dan tugasnya adalah memberikan pelayanan sexual yang akan menjinakkan dan membuat Enkidu beradab. Ku bacakan dari Epos Gilgamesh (Pritchard 1958, 40-75):

    For six days and seven nights Enkidu comes forth,
    mating with the lass.
    After he had had (his) fill of her charms,
    He set his face toward his wild beasts.
    On seeing him, Enkidu, the gazelles ran off,
    The wild beasts of the steppe drew away from his body.
    Startled was Enkidu, as his body became taut.
    His knees were motionless — for his wild beasts had gone.
    Enkidu had to slacken his pace — it was not as before;
    But he now had [wi]sdom, [br]oader understanding.
    Returning, he sits at the feet of the harlot.

Selama 6 hari dan 7 malam Enkidu mendatanginya,
bersetubuh dengan gadis itu.
Setelah ia terpuaskan oleh gadis itu,
Ia menoleh wajahnya kepada para binatang liar.
melihat, si Enkidu, para kijang berlarian,
Binatang liar di padang rumput menjauh dari diri nya.
Enkidu terkejut, begitu tubuhnya menjadi tegang.
Lututnya tak mampu bergerak - karena kebinatangannya telah sirna.
Enkidu kehilangan kecepatannya - ia tidak seperti sebelumnya;
Namun sekarang ia memiliki kebijaksanaan, pemahaman yang luas.
Kembali, ia duduk di kaki pelacur itu.

Saya tidak tahu mengapa diterjemahkan pelacur [harlot]. Saya diberitahu oleh seorang yang memahami bahasa Akkad bahwa kata pelacur/harlot, itu bisa berarti pelacur suci/pelacur bhakti di kuil.

    He looks up at the face of the harlot,
    His ears attentive, as the harlot speaks;
    [The harlot] says to him, to Enkidu:
    "Thou art [wi]se, Enkidu, art become like a god!
    Why with the wild creatures dost though roam over the steppe?
    Come, let me lead thee [to] ramparted Uruk,
    To the holy Temple, abode of Anu and Ishtar,
    Where lives Gilgamesh, accomplished in strength
    And like a wild ox lords it over the folk."
    As she speaks to him, her words find favor,
    His heart enlightened, he yearns for a friend.
    Enkidu says to her, to the harlot:
    "Up lass, escort thou me (to Gilgamesh)…
    I will challenge him [and will bo]ldly address him."

Dia memandang ke wajah pelacur itu,
Telinganya menyimak, ketika pelacur itu berbicara;
[pelacur] berkata kepadanya, kepada Enkidu:
"Engkau begitu bijak, Enkidu, menjadi seperti dewa!"
Apa yang menarik dari binatang liar yang berkeliaran di padang ruput?
Ayo, biarkan aku menuntun engkau ke [kota ber]benteng Uruk,
Ke kuil suci, kediaman Anu dan Ishtar,
Dimana berdiam Gilgamesh, yang sakti
Dan seperti banteng liar ketika memperlakukan rakyatnya.
Saat ia berbicara kepadanya, kata-katanya disukai,
Hati [Enkidu] tercerahkan, ia merindukan sosok teman.
Enkidu berkata kepada si pelacur:
"Gadis muda, bawalah aku menghadap Gilgamesh..
Aku akan menantang [dan menghadapi] nya"

Itulah table 1 dari Epos Gilgamesh.

Jadi melalui pengalaman seksual ini, Enkidu menjadi bijaksana, yang tumbuh dalam hal mental dan spiritual, dan dia dikatakan telah menjadi seperti dewa. Pada saat yang sama ia kehilangan kepolosan. Kemampuan Keselarasan nya dengan alam terputus, ia mengenakan pakaian, dan sekarang teman lamanya, para kijang, berlari meninggalkan dia. Ia tidak akan pernah lagi berkeliaran dengan bebas bersama para binatang. Dia tidak mampu berlari dengan kencang. Langkahnya melambat, ia tidak dapat mengejar mereka. 

Jadi setelah membaca epik ini, ada satu kesan yang didapatkan yakni pertentangan antara kehidupan kudus dan kejahatan yang muncul dari perdaban. Di satu sisi terdapat kelebihan manusia di atas para binatang, yakni kemampuan untuk membangun kota, mengenakan pakain dan kemampuan dalam mengembangkan kebudayaan, serta keterikatan dalam hal cinta dan tugas serta persahabatan yang mana tidak nampak di alam binatang; Ini yang membuat manusia menjadi seperti dewa dalam Epos Gilgamesh. Namun di sisi yang berbeda kemajuan juga membawa resiko. Dan dalam kisah ini terdapat rasa rindu akan kebebasan kehidupan liar yang polos dan sederhana jauh dari kerumitan hidup berbudaya.

Bab 2. Kisah Enkidu sebagai Paralel Dari Versi Ke-2 Penciptaan Dalam Alkitab (Pohon Kehidupan).

Terdapat paralel yang jelas antara Epik yang baru saya bahas dengan versi ke-2 penciptaan dalam Alkitab. Enkidu adalah seperti Adam yang diciptakan dari tanah liat. Ia terhormat namun liar, ia semacam manusia polos yang primitif, ia hidup dalam kedamaian bersama para binatang. Alam menyokong hidupnya tanpa perlu bekerja. Ia tidak mengetahui - tidak tertarik - terhadap keuntungan dari peradaban: pakaian, kota-kota, dan berbagai jenis pekerjaannya.

Sama seperti Enkidu yang mendapatkan kebijaksanaan dan menjadi seperti dewa, dan kehilangan keselarasan dengan alam, demikianlah Adam dan Hawa setelah memakan buah dari pohon pengetahuan disebut menjadi seperti dewa, dan mereka juga kehilangan hubungan harmonisnya dengan alam. Dalam Alkitab, Allah berkata kepada ular :

Kejadian 3:15
"Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya."

Diasumsikan bahwa terdapat hubungan yang damai antara mahluk seperti ular dan manusia pada suatu waktu. Manusia sekarang diusir dari Taman Eden. Ia dahulu menghasilkan buah-buahan untuk mereka tanpa perlu berusaha, namun sekarang manusia harus bekerja untuk mendapatkan makanan. Demikian lah  Allah berkata kepada Adam :

Kejadian 3:17-18,
"..maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan menghasilkan bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu;"

Jadi pengetahuan dan kebijaksanaan atau kebebasan moral, nampaknya harus dibayar dengan mahal.

Terdapat perbedaan penting di antara cerita ini. Yang utama adalah berkaitan dengan cara dari tindakan yang membuat transformasi pada karakter manusia. Dalam hal Enkidu itu terjadi pada pengalaman seksual, dalam 7 hari pertemuan dengan gadis yang membuatnya bijaksana dan menjadi seperti dewa. Dan upahnya adalah hubungan dengan alam dalam hal ini binatang liar menjadi musnah. Ada penafsiran tentang perbuatan dosa yang dilakukan oleh Adam dan Hawa sebagai hubungan seksual, dan ada beberapa petunjuk yang akan mendukung penafsiran ini.

Saya baru saja membaca tentang pengenalan terhadap kitab Kejadian, terdapat banyak pendapat dan penafsiran untuk hal ini. Adam dan Hawa memakan buah dari pohon pengetahuan, dan ini melanggar perintah Allah. Dan memakan ini dapat berupa metafora untuk hubungan sex, menurut beberapa pendapat.

Pengetahuan akan yang baik dan jahat - mungkin bisa dipahami dalam hal seksual. Dalam Alkitab kata "mengetahui/mengenal" dapat berarti hubungan seksual. Ular adalah simbol dari kehidupan yang terbaharukan dan kesuburan di Mesopotamia, karena mereka dapat mengganti kulit mereka dan nampak menjadi awet muda; dan juga bisa berarti simbol alat kelamin pria. Hawa mengatakan ular menggodanya, ini bisa dipahami sebagai nada seksual.

Jadi apakah semua petunjuk ini mengarahkan kita bahwa dalam pandangan Alkitab, transformasi atas Adam dan Hawa terjadi juga karena hubungan seks? Jika demikian, apakah seks adalah hal negatif dan dilarang oleh Allah? Ini tergantung dari pandangan anda dalam melihat perubahan sebagai hal negatif. Namun menurutku ini tidak mungkin, karena perintah pertama Allah kepada pasangan pertama adalah untuk berkembang-biak dan bertambah banyak, namun ini sebenarnya berasal dari versi ke-1 dari penciptaan dalam Kejadian 1; namun dalam versi ke-2 ketika penulis menceritakan penciptaan wanita, penulis mengacu pada fakta bahwa pria dan wanita akan menjadi satu daging. Jadi sepertinya seks adalah bagian dari rencana terhadap manusia dan penciptaan.

Juga, itu hanyalah setelah pembangkangan terhadap perintah Allah maka Adam dan Hawa menjadi sadar, dan malu atas ketelanjangan mereka, dan terdapat semacam kebangkitan seksual setelah tindakan pemberontakan dan bukan pada saat sebelumnya. Jadi mungkin apa yang kita miliki disini adalah sebuah polemik lain, adaptasi lain dari cerita yang telah akrab untuk mengekspresikan sesuatu yang baru. Mungkin bagi penulis Alkitab, transformasi Adam dan Hawa terjadi setelah tindakan ketidaktaatan, bukan setelah hubungan seksual selama 7 hari.

Ketidaktaatan dalam hal ini ketidakjujuran. Ini menarik. Allah berkata kepada Adam sebelum penciptaan Hawa, bahwa pohon pengetahuan tidak boleh di makan, ini ada pada Kejadian 2:16-17, Hawa tidak mendengar tentang perintah ini secara langsung. Pada Kejadian 3 kita bertemu dengan ular yang licik, dan banyak dari naskah-naskah berikut yang berasal dari masa Yahudi-Hellenistik dan Perjanjian Baru akan mengidentifikasi ular sebagai Setan, sang penggoda, semacam mahluk jahat, namun dalam kisah ini ia tidak nampak seperti itu.

Tidak ada setan yang nyata atau figur setan - Kita akan berbicara tentang Ayub di kuliah mendatang - dalam Alkitab, ular di Taman Eden adalah binatang yang dapat berbicara. Hal ini adalah lumrah dalam literatur atau mitos-mitos pada periode itu, dan di masa berikut anda tetap menemukan hal serupa. Dan si wanita kemudian mengikuti perkataan ular, padahal dengan memegang pohon itu saja sudah terlarang dan mengakibatkan kematian dan rasa sakit.

Pertanyaan pun bermunculan, dari mana penambahan tentang hal "menyentuh". Apakah Adam menyampaikan perintah Allah kepada Hawa dengan melebih-lebihkannya? "Bahkan jangan engkau menyetuh pohon itu, Hawa... itu adalah tirai untuk kita." Hawa tidak mendengar perintah asli. Atau apakah ia salah dengar, seperti kejadian dalam permainan telepon-teleponan? Dan ular berkata kepadanya, Tidak, "engkau tidak akan mati" jika engkau menyentuh atau memakan buahnya. Bahkan ia menambahkan, buah akan membawa engkau kepada kebijaksanaan dan membuat manusia menyerupai Allah yang tahu baik dan buruk. Dan kenyataannya itu memang benar. Ular mengatakan yang sesungguhnya.

Pada Kejadian 3:6 tertulis : "Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya." Jadi pada saat yang menentukan itu, Adam dan Hawa berdiri di pohon, dan meskipun hanya Hawa dan Ular yang berbicara, Adam berada disana, dan ia menerima buah itu dari istrinya. Ia sepenuhnya terlibat, dan Allah membebankan tanggung jawab kepadanya. Ketika Allah menghakimi Adam. Adam berkata : "Sebenarnya, Hawa yang memberinya kepadaku". Hawa berkhilah, ia di tipu oleh ular. Dan Allah menjadi murka terhadap ketiganya, dan menghukum mereka secara ber-urutan: pertama ular karena tipuannya, kemudiaan Hawa, dan terakhir Adam.

Jadi seperti pelacur memberitahu Enkidu setelah berhubungan seksual bahwa ia telah menjadi seperti dewa, dan Adam & Hawa setelah memakan buah terlarang dikatakan menjadi seperti Allah. Apa yang terjadi? mungkin karena menjadi bijaksana setelah mengetahui bahwa mereka memiliki pilihan moral. Mereka memiliki kehendak bebas, mereka dapat menantang rencana  Allah pada diri mereka.

Namun ini juga berarti ada bahaya serius yang menanti mereka, dan pada Kejadian 3:22, Allah berkata, "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya." Jadi ini semacam ancaman dari mahluk antagonis yang abadi, dan ini mengganggu serta harus dihindari. Dan Allah lalu mengusir Adam & Hawa dari Taman Eden dan menempatkan Kerub untuk menjaganya, nah kerub ini - bukan seperti bayi lucu bersayap yang dilukis oleh Raphael, tetapi ia adalah mahluk monster yang mengerikan, - dan memiliki pedang api yang menyala dan selalu berputar untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan. Dan sekarang tidak dapat dilalui.

Jadi kepasrahan atas kematian sebagai hal yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia; itu adalah bagian dari cerita ini. Hal itu juga yang menjadi tema dari Epik Gilgamesh. Selanjutnya cerita berlanjut ketika Enkidu memasuki kota dan Enkidu mendapatkan respek dan kasih dari Gilgamesh. Ini adalah pertama kalinya si tiran dan rakus ini merasakan cinta yang sebenarnya, dan karakternya mengalami perubahan. Dan selanjutnya Epik ini berisi petualangan dari 2 teman sejoli, semua hal mereka lakukan secara bersama-sama. Dan ketika Enkidu meninggal, Gilgamesh benar-benar terpukul. Dia untuk pertama kalinya berhadapan dengan kematiannya sendiri. Ia terobsesi atas kematian yang telah menimpa Enkidu.

Dia mulai pencarian untuk hidup abadi, dan ia meninggalkan kota, melakukan perjalanan yang sangat jauh, melintasi lautan purba. Dan akhirnya ia bertemu dengan Utnapishtim, ia adalah satu-satunya manusia yang telah diberikan keabadian oleh para dewa, dan Giglamesh bertanya rahasia tersebut.

Ternyata Utnapishtim tidak dapat membantunya. Kita akan membahas tentang Utnapishtim dengan kisah banjir nya di kuliah mendatang. Namun Gilgamesh kemudian mengetahui tentang keberadaan tanaman awet muda. Ia berhasil mendapatkan tanaman tersebut, namun dalam kelalaiannya ular berhasil mencuri tanaman tersebut, hal ini menjadi penjelasan mengapa ular selalu mengganti kulit mereka dan menjadi awet muda.

Pohon kehidupan dan ular dari zaman Babel


Gilgamesh yang kelelahan lalu menyerah, akhirnya kembali ke Uruk, dan ketika ia memandang kota itu dari jauh, ia merasa menemukan kedamaian, dan arti hidup, bahwa walau pun manusia terbatas dan lemah serta ditakdirkan untuk mati, namun prestasi dan karya besar mereka akan menjadi kenangan dalam ingatan manusia berikutnya.

Dalam pandangan Nahum Sarna, kisah pencarian keabadian yang menjadi tema sentral dalam Epik Gilgamesh, telah dibelokkan dalam kisah di Alkitab. Pohon kehidupan adalah pohon yang disebut dalam naskah Kejadian 2:9 "dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman Eden", ini adalah sebuah corak yang familiar bagi orang-orang zaman itu, seolah-olah ini adalah sesuatu hal yang telah umum diketahui. Namun kemudian ia tidak pernah lagi disinggung di sepanjang cerita.

Ular mencuri pohon keabadian milik Gilgamesh

Ular, pada Epik Gilgamesh yang dikaitkan dengan tanaman awet muda, dalam Alkitab dikaitkan dengan pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat. Inilah yang menjadi pusat perhatian kita, dan hanya di akhir cerita pohon kehidupan muncul lagi di bagian penekanan bahwa ia tidak dapat diakses lagi, karena di jaga oleh Kerub.

Pohon Kehidupan yang dijaga oleh dewa.

Dan kita mungkin bisa menarik kesimpulan dari hal tersebut. Pertama mungkin Adam dan Hawa memiliki akses ke pohon ini sebelumnya. Selama mereka taat kepada kehendak Allah, tidak ada bahaya untuk menjadi abadi. Namun setelah mereka menemukan kebebasan moral, dan mengetahui bahwa mereka bisa menggagalkan rencana Allah dan melakukan kejahatan di dunia, dan merusak segala hal yang diciptakan Allah, baru lah Allah tidak menginginkan mereka mengakses pohon kehidupan. Ini sama saja dengan membuat musuh illahi, musuh abadi. Jadi Allah harus berjaga-jaga terhadap para manusia yang telah belajar dan berjuang untuk menentang-Nya. Dan memutuskan bahwa manusia harus mati. Kedua tentang corak penjaga yang mencegah akses menuju pohon kehidupan menunjukkan bahwa tidak ada jalan untuk mencapai keabadian, dan ini adalah kesia-siaan. Jadi mungkin Allah benar-benar mengatakan kebenaran. Buah itu memang membawa kematian pada manusia.

Sebelum kita mengakhiri cerita ini dan berpindah kepada kisah Kain dan Habel, saya ingin membuat ringkasannya. Pertama-tama, bab pembuka dari Kejadian 1-3, telah menjadi bahan penafsiran selama berabad-abad dari para theolog, mungkin anda sudah pernah membacanya. Mereka menghasilkan sebuah  doktrin tentang konsep dosa asal, yang berpandangan bahwa manusia setelah Adam, akan dilahirkan dalam keadaan berdosa.

Seperti yang diamati oleh penafsir di masa lalu, tindakan Adam & Hawa membawa kematian atas umat manusia. Ini bukanlah kondisi dosa yang tidak bisa tertebus. Mereka juga mengatakan bahwa manusia mempunyai pilihan moral. Ini adalah cerita etiologi yang mencoba menjelaskan bagaimana dan mengapa sesuatu menjadi seperti itu.

Inilah sebabnya mengapa ular berganti kulit, misalnya. Dalam kisah Gilgamesh yang menemukan orang yang mendapatkan pohon awet muda. Ini adalah etiologi. Penulis mengamati bahwa ada tahap pada kemunculan manusia dari masa kanak-kanak yang polos hingga menjadi dewasa yang penuh kebijaksanaan. Penulis juga mengamati bahwa bertahan hidup adalah sebuah kesulitan dan dunia ini bisa menjadi kasar dan bermusuhan.

Penulis juga mengamati bahwa wanita memiliki ikatan emosi dan keinginan, kepada seseorang yang menjalin hubungan dengannya. Kisah ini menjelaskan bagaiman kondisi kehidupan itu menjadi seperti yang kita rasakan, yang bukan merupakan kondisi ideal, atau bahkan jika itu sebenarnya adalah kehendak Allah bagi manusia. Ini adalah mitos etiologikal, dan mereka sebaiknya dibaca demikian.

Kedua, dari semua kisah ini kita melihat sesuatu yang berulang dalam Pentatukh (Taurat), dan itu adalah, Allah harus mengubah rencananya untuk pasangan manusia pertama, dengan mencegah akses kepada pohon kehidupan. Ini nampaknya bukan sesuatu yang Allah rencanakan pada mulanya. Ini adalah sebuah respons dari ketidaktaatan manusia yang tak terduga; tentu saja itu yang terungkap dari cerita ini. Jadi meskipun kematian adalah hal baru bagi manusia, namun mereka akan menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan. Mereka tak terduga oleh Allah yang telah menciptakan mereka.

Akhirnya saya ingin menarik perhatian anda tentang beberapa detail yang menarik, pada bagian Allah berkata bahwa manusia telah menjadi seperi "salah satu dari kita" dalam bentuk jamak. Yang menggema pula pada Kejadian 1, di mana ia mengusulkan, "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita," sekali lagi ini adalah bentuk jamak. Kepada siapa dia berbicara? Dan siapakah para Kerub yang ditempatkan menjaga pohon kehidupan? Ada apa dalam kiasan ini terhadap rekan illahi atau bawahan Allah dalam pencerahan tentang klaim Kaufman tentang monotheisme dalam Alkitab?

Bab 3. Tema Utama Dalam Kisah Kain & Habel.

Kisah Kain dan Habel di Kejadian 4:1-16 adalah kisah tentang pembunuhan pertama, dan pembunuhan ini terjadi meskipun Allah telah memperingati Kain agar dapat mengendalikan diri. Dia mengatakan "dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya" Kejadian 4:7.

Nahum Sarna dan sejawatnya memperhatikan tentang kata "saudara" yang berulang kali muncul dalam kisah ini, dan klimaksnya dalam pertanyaan Allah, "Di mana Habel, adikmu itu?" Jawabnya: "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?" Dan secara ironis kita dapat merasakan, ketika membaca hal ini, bahwa meskipun Kain bermaksud memberikan pernyataan retorika - "Apakah aku penjaga adikku?" - sebenarnya, di benar. Kita semua adalah penjaga bagi saudara kita, dan implikasi dari kisah ini menurut Sarna, bahwa setiap peristiwa pembunuhan, sebenarnya adalah pembunuhan terhadap "saudara." Ini adalah pesan dari kisah ini.

Kita perhatikan dalam kisah ini Kain adalah bersalah, dan seseorang dinyatakan bersalah jika ia telah melanggar beberapa aturan. Dan menurut Sarna, pada saat penciptaan dunia, diasumsikan telah ada hukum moral universal, yaitu dalam pandangan Allah kehidupan manusia adalah suci. Dan dihubungkan dengan kenyataan bahwa manusia adalah gambar Allah. Dan ini lah pelanggaran Kain.

Kisah Kain dan Habel adalah sebuah tema penting yang akan terluang dalam Alkitab, dan ini adalah simbolis dari peristiwa ketegangan antara wilayah pemukiman di negara-kota dan wilayah gurun yang dihuni oleh kaum nomaden. Habel adalah penggembala domba, ia adalah representasi kaum nomaden yang juga penggembala. Dan Kain adalah petani, ia adalah representasi kaum penduduk perkotaan.

Allah lebih menyukai persembahan Habel, dan akibatnya Kain merasa tertekan dan cemburu hingga ia kemudian membunuh. Pilihan Allah untuk menerima persembahan Habel seakan sebuah sanjungan atas pola hidup bebas dari kaum penggembala nomaden dari pada pola hidup masyarakat perkotaan.

Bahkan setelah Israel menetap di tanah mereka, kehidupan sebagai kaum penggembala nomaden tetap menjadi pola hidup ideal dan romantis bagi mereka. Ini adalah tema yang akan kita lihat dalam banyak kisah. Dan tentu saja ini adalah pola hidup ideal menurut penulis kitab.

Bab 4. Membandingkan Kisah Banjir Mesopotamia & Israel (Nuh).

Kisah lanjutan setelah pembunuhan pertama adalah daftar silsilah leluhur. Mereka melengkapi cerita ini, dengan memberitahu kita sebuah cerita rakyat mengenai  asal-usul berbagai seni, bangunan, sejarah peralatan logam dan musik, dan pada Kejadian 6:5 kita membaca bahwa "segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata." Dan ini menjadi panggung atau latar belakang kisah banjir besar yang meliputi seluruh dunia.

Sekarang sekali lagi penulis Alkitab memanfaatkan corak tradisi yang lebih tua dan mengadaptasi mereka untuk tujuan tertentu. Kita tahu tentang cerita banjir dari bangsa Sumeria. Tokoh utamanya adalah Ziusudra (abad ke-17 SM). Kita juga tahu dari literatur bangsa Babel (Old-Babilonian) tentang Epik Atrahasis yang berasal dari abad ke-18 SM, yang juga bercerita tentang banjir.

Namun cerita tentang banjir yang paling detail berasal dari Epik Gilgamesh. Di kuliah terakhir kita membahas tentang petualangan Gilgamesh mencari keabadian dan bertemu dengan Utnapishtim, satu-satunya manusia yang dianugerahkan keabadian hidup. Gilgamesh lalu mendengar cerita dari Utnapishtim tentang kisah banjir. Ia mengetahui bahwa Utnapishtim dan istrinya memperoleh keabadian melalui pemberian dari para dewa karena mereka adalah satu-satu nya yang selamat dari sebuah banjir besar.

Kisah Sumeria tentang Ziusudra sangat mirip dengan kisah di Alkitab;
- Memiliki alasan yang sama tentang banjir sebagai hasil dari keputusan illahi;
- Terdapat satu individu yang dipilih untuk diselamatkan dari banjir;
- Ia di beri instruksi khusus tentang membangun bahtera, dan siapa-siapa saja yang dibawah masuk kedalam bahtera;
- Bahtera karam di puncak gunung;
- Sang tokoh utama mengirim burung untuk mengintai daratan kering;
- Ketika sang tokoh utama turun dari bahtera ia mendirikan altar & mempersembahkan kurban kepada mahluk illahi dan menerima berkat.

Kesamaan yang sangat kuat, namun juga terdapat perbedaan kontras diantara kisah Mesopotami dan adaptasi Israel.

Mari kita membandingkan beberapa unsur dari ke-3 cerita Mesopotamia dengan cerita dalam Alkitab:

Dalam Epik Gilgamesh kita tidak mengetahui apa motif illahi tertentu dari kehancuran ini, ia nampak seperti peristiwa tak terduga bagi manusia.

Dalam Epik Atrahasis terdapat alasan dan naskahnya berbunyi "Tanah semakin mejadi luas dan manusia semakin banyak. Tanah berseru seperti sapi liar. Para dewa merasa terganggu atas keributan ini. Enlil (dewa petir/angin) yang mendengar suara gemuruh ini berkata kepada para dewa, 'Pemusnahan haruslah dijatuhkan kepada para manusia. Keributan mereka menggangu istirahat kita.'"

Dalam Epik Gilgamesh, Ea, dewa bumi-air, bertanya kepada Enlil, mengapa ia begitu kejam menghukum dengan banjir. Jawabnya, 'berilah dosa bagi pendosa; berilah balasan, bagi pelanggar'" yang nampak sebagai elemen impulsiv dan kekanak-kanakan (tidak rasional).

Penulis Alkitab dalam menceritakan kembali kisah ini nampaknya menolak gagasan dasar dari kisah aslinya, dan menyediakan moral dasar bagi tindakan Allah. Dalam naskah tertulis bahwa dunia ini dihancurkan karena "hamas". Hamas secara harfiah berarti kekerasan, pertumpahan darah, termasuk segala jenis bentuk ketidak-adilan dan penindasan. Nuh diselamatkan karena kesalehannya, ia adalah orang yang benar di antara generasinya. Dia dipiliih karena alasan moral.

Jadi penulis tampaknya bertekad untuk menceritakan kisah ini dengan cara penggambaran Allah yang tidak bertidak secara tak terduga, tapi sesuai dengan standar keadilan yang jelas. Menghukum yang pantas menerima hukuman dan menyelamatkan orang yang benar.

Selanjutnya dalam kisah Mesopotamia, para dewa tampak tidak berkuasa dalam mengontrol keadaan (Maha Kuasa). Enlil ingin menghancurkan seluruh umat manusia. Namun digagalkan oleh Ea yang membocorkan rencana ini kepada Utnapishtim, jadi Utnapishtim yang menyadari hal ini tahu apa yang harus ia lakukan agar selamat dari bencana banjir. Ketika banjir datang para dewa itu sendiri nampak tidak memiliki kontrol. Mereka menjadi ketakutan, mereka meringkuk seperti anjing di dinding. Dewi Ishtar, berteriak seperti perempuan yang sedang melahirkan. Dan selama banjir berlangsung mereka tidak mempunyai makanan, mereka kehilangan penyokong. Ketika akhirnya Utnapisthim menawarkan kurban, para dewa yang kelaparan mengerumuni kurban seperti lalat.

Penulis Alkitab ingin menceritakan cerita yang berbeda. Dalam kisah banjir di Alkitab, Allah digambarkan tidak terancam oleh kekuatan alam yang Ia ciptakan, dan Ia benar-benar sebagai pemegang kendali. Dia membuat keputusan untuk menghukum manusia karena dunia telah rusak oleh hamas - melalui pertumpahan darah dan kekerasan. Ia memilih Nuh karena kesalehannya dan Ia memberikan perintah langsung untuk membangun bahtera. Dia memiliki tujuan yang jelas dan mengendalikan seluruh cerita. Pada akhirnya penulis menggambarkan Ia tidak memerlukan persembahan kurban sebagai makanan untuk kelangsungan hidup-Nya.

Kita bisa mengatakan bahwa kisah kisah Kain dan Habel serupa dengan kisah Sodom dan Gomorrah, di mana juga membahas tentang hukum moral yang universal, yang nampaknya mengatur dunia ini, dan jika Allah melihat pelanggaran terhadapnya, maka Ia akan bertindak sebagai hakim agung untuk manusia. Jika moralitas adalah kehendak Allah, maka ia akan menjadi nilai yang absolut, dan pelanggaran atas akan mendapat kan hukuman - yang bisa berupa bencana kosmik - ini lah pandangan penulis Alkitab.

Beberapa penulis menunjukkan beberapa point penting dan menarik, bahwa manusia tidak dihukum karena dosa-dosa agama, seperti karena penyembahan berhala, karena menyembah dewa yang salah. Dalam pandangan penulis kitab, setiap bangsa menyembah dewa mereka sendiri, dengan caranya sendiri.

Mungkin dalam kisah ini, semua manusia mengenal Allah namun mengabaikan-Nya. Namun pandangan ini kemudian berubah, bahwa hanya orang Israel yang diwajibkan tunduk kepada Allah Israel, mengabaikan bangsa-bangsa lain yang larut dalam penyembahan berhala mereka, kita akan melihat corak seperti ini kemudian. Namun setiap manusia, baik itu Israel atau bukan Israel adalah sama, diciptakan berdasarkan gambar Allah - meskipun mereka tidak tahu, atau mengabaikan Allah - mereka terikat dalam hukum moral dasar yang sama.

Akhir dari kisah Nuh dengan banjir besarnya, adalah pengantar untuk sebuah era baru, yang dalam banyak hal sebenarnya serupa dengan era lama. Namun kali ini membuat Allah menyadari - sekali lagi Allah nampak harus "mengulang sesuatu" sepanjang waktu, ini adalah bagian yang ku sukai dari bagian pertama kitab Kejadian - Allah sedang mencoba mencari tahu apa yang telah ia buat dan apa yang telah ia lakukan, dan ia harus selalu mengatur tempo sepanjang waktu - dan Allah menyadari bahwa ia harus membuat sebuah konsesi, terhadap kelemahan manusia dan dari keinginan manusia untuk ingin membunuh. Ia harus meralat permasalahan yang menyebabkan Ia menghancurkan bumi.

[Perjanjian Nuh]

Jadi Ia menetapkan sebuah perjanjian dengan Nuh, dan manusia menerima perangkat hukum pertama yang secara eksplisit menyebutkan bahwa "Membunuh adalah kejahatan/salah" - bukan lagi implisit. Demikianlah kita memiliki secara eksplisit (bukan implisit) hukum pertama yang berlaku universal dalam pandangan penulis. Mereka berlaku kepada semua umat manusia, bukan hanya terbatas kepada bangsa Israel. Jadi ini yang sering di sebut sebagai Hukum Nuh. Mereka berlaku untuk semua umat manusia.

Penjanjian ini secara eksplisit melarang pembunuhan dalam Kejadian 9 yaitu, penumpahan darah manusia. Darah adalah simbol dari hidup: ini berhubungan di banyak bagian dalam Alkitab. Imamat 17:11, "Nyawa mahluk hidup ada di dalam darahnya." Namun, Allah akan membuat konsesi kepada manusia terhadap nafsu atas kekuasaan dan kekerasan. Sebelumnya manusia adalah vegetarian pada Kejadian 1, gambaran dimana manusia dan hewan tidak bersaing untuk makanan, atau saling memakan. Sekarang Allah berkata bahwa manusia dapat membunuh hewan dan memakan mereka. Namun demikian katanya, kehidupan harus diperlakukan dengan hormat, dan darah yang merupakan esensi kehidupan harus ditumpahkan ke tanah, dikembalikan kepada Allah, tidak di konsumsi. Juga harus dikembalikan walau untuk tujuan mendapatkan makanan

Kejadian 9:4-6:
"Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, jangalah kamu makan. Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala binatang Aku akan menuntutnya dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama manusia. Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri."

Jadi jika seseorang dibunuh oleh binatang, akan ada perhitungan untuk itu, Semua kehidupan manusia dan hewan adalah suci untuk Tuhan. Dalam perjanjian ini juga Allah berjanji untuk tidak lagi menghancurkan bumi. Pelangi muncul sebagai simbol perjanjian yang kekal, sebagai tanda rekonsiliasi abadi antara Allah dan alam manusia.

Kita harus mencatat sebuah gagasan tentang dewa yang dapat membuat dan menjaga perjanjian hanya dimungkinkan dalam sudut pandang bahwa kata-kata serta kehendak dewa tersebut adalah absolut, tidak mudah terpengaruh atau berubah pikiran atau dibatalkan oleh beberapa kekuatan illahi yang lebih superior atau antagonis.

Bab 5. Kontradiksi, Kembaran serta Perulangan dalam Kisah Banjir Alkitab.

Kita akan sedikit berbicara tentang kisah banjir dari Kejadian 6-9. Kadang kita dikejutkan oleh gaya sastra yang sedikit aneh termasuk gaya pengulangan serta kontradiksinya. Dalam kisah Nuh, kita mengamati sebuah instruksi untuk membawa satu pasang hewan dari setiap jenis mahluk hidup. Di bagian lain Musa diperintahkan untuk membawa 7 pasang hewan tidak bercela dan 1 pasang hewan bercela dan 7 pasang burung. Terdapat perbedaan instruksi. Disebutkan pula bahwa 2 kali Allah kecewa dan kurang berkenang dengan ciptaan-Nya

Juga soal waktu dalam peristiwa banjir terdapat perbedaan, ada yang mengatakan selama 40 hari terjadinya banjir dalam Kejadian 7:17, dan pada Kejadian 7:24 dikatakan 150 hari yang diberi sebagai lama waktu banjir. Ini semacam kembaran atau pengulangan dan kontradiksi.

Siapakah pemberi instruksi ini? Allah (God/Elohim) pada terjemahan terdapat huruf kapital G, siapa lagi? Tuhan (Lord/Yahweh). Dalam bahasa Ibrani mereka ini berbeda, terdapat 2 panggilan mahluk Illahi yang memberi instruksi:

Yahweh, yang merupakan Tetragammaton suci, yang terdiri dari 4 huruf dalam bahasa Ibrani, tidak memiliki huruf vokal. Kita sebenarnya tidak tahu bagaimana pengucapannya; dan menurutku ini adalah nama yang sesuai untuk mahluk illahi, ini nama personal dari Tuhan. Orang Yahudi mengganti penyebutan Yahweh dengan Adonai yang berarti tuan (Lord), jadi dalam terjemahan anda menemukannya dalam kata Tuhan.

Dan nama yang satu adalah Elohim, sebenarnya kata ini lebih berarti "dewa-dewa", semacam istilah umum untuk para dewa, dalam bentuk jamak, dan dalam terjemahan ini sering di tulis God atau Allah.

Dalam hal banjir ada kisah yang nampak akibat hujan yang sangat lebat, namun dalam penjelasan lain ia nampak akibat pergolakan kosmik. Anda ingat deskripsi alam semesta dalam Kejadian 1, tempat hidup manusia seperti berada di dalam gelembung yang sisi atas dan bahwanya terdapat air. Air dibagian atas yang ditahan oleh firmament kemudian di buka - dan air tersebut tercurah kebawah. Dan perairan di bagian bawah ikut memancurkan air dalam Kejadian 7:11, jadi ini semacam mengembalikan keadaan ke masa sebelum penciptaan.

Seperti mengembalikan kembali kekacauan, Nuh digambarkan sebagai ciptaan baru. Karena Adam dan Hawa adalah cerita penciptaan pertama, Nuh juga di perintahkan untuk berkembang-biak dan bertambah banyak. Dia juga di beri aturan dan saat ini ditambahkan izin untuk mengambil kehidupan dari para binatang.

Alkitab mengandung banyak pengulangan dan kontradiksi. Dan kadang-kadang terjadi pada satu bagian, seperti dalam kisah banjir tadi, dan kadang terjadi dalam cerita yang terpisah ayat. Misalnya 2 versi kisah penciptaan. Ada banyak perbedaan signifikan diantara mereka. Mereka berbeda dalam gaya sastra. Kejadian 1 bergaya formalisasi, ia sangat terstruktur, memiliki 7 hari dan semuanya dipasangkan. Ia terstruktur dengan indah, sangat abstrak. Kejadian 2 lebih ke gaya dramatisasi, ia lebih membumi. Versi ke-1 kisah penciptaan kurang bermain permainan kata-kata, ia terlihat lebih serius.
Versi ke-2, terlihat sebaliknya, ada banyak ironi-ironi dan permainan kata-kata dalam bahasa Ibrani. Adam (juga berarti manusia) penduduk bumi  dibuat dari adamah (tanah/bumi). Terdapat Adam & Hawa : telanjang dalam bahasa Ibrani arummin/arum, arum juga adalah kata yang sama untuk pintar atau cerdas, dan Ular juga arum, dia pintar dan cerdas.

Permainan kata-kata dalam Alkitab : http://jbqnew.jewishbible.org/assets/Uploads/421/JBQ_421_1_wordplay.pdf

Terdapat juga perbedaan dalam terminologi antara 2 cerita. Kejadian 1 berbicara tentang laki-laki dan perempuan, satu set istilah dalam bahasa Ibrani, namun Kejadian 2 menggunakan pria dan wanita, istilah berbeda dalam bahasa Ibrani untuk menggambarkan jenis kelamin. Jadi ada 2 istilah gender dalam 2 cerita ini.

Kitab Kejadian 1, yang dalam bahasa Ibrani menggunakan kata Elohim - Allah, Ia sangat jauh, ia transenden, ia menciptakan melalui kata-kata dan kehendak. Namun dalam Kejadian 2 ia menyebut pada 2 kombinasi nama, Yahweh Elohim, dan anda menemukan Tuhan Allah disana. Anda akan menemukan ada banyak kata Tuhan Allah dalam Alkitab. Jadi dalam Kejadian 2 mahluk illahinya adalah Yahweh-Elohim ia lebih membumi. Ia membentuk manusia seperti ahli tembikar mengolah tanah liat. Dia berbicara pada diri-Nya sendiri, ia menanam tanaman di Taman Eden, ia suka berjalan-jalan di taman pada saat cuaca dingin - sore/malam. Ia membuat pakaian untuk Adam dan Hawa. Ia lebih antromorfik dibanding Allah dalam Kejadian 1.

Jadi apa yang kita lihat dari beberapa bab dalam Kitab Kejadian adalah 2 versi kisah penciptaan yang mempunyai 2 gaya, tema, kosakata/istilah yang berbeda, dan mereka diletakkan berdampingan. Dalam Kejadian 6-9 juga terdapat beberapa perbedaan unik dalam hal gaya, tema dan kosakata, serta beberapa detail substantif, tapi mereka tidak dijalin dalam tempat yang berbeda. Dan ada banyak hal seperti ini dalam Alkitab.

Pada saat kita memiliki sebundel buku-buku yang mengulangi kembali materi yang sama. Sebenarnya keseluruhan saga historis yang tercatat dari Kejadian hingga 2 Raja-raja di ringkas dalam kitab 1 & 2 Tawarikh. Apa implikasi dari pengulangan dan kontradiksi yang terdapat pada Alkitab?

Misalkan anda mendapatkan sebuah buku, yang terbaring di atas meja. Anda tidak tahu siapa yang menulisnya, dimana, kapan, bagaimana, mengapa, dan seseorang berkata kepada anda, "Beritahu kepadaku beberapa kesimpulan dari buku itu, tentang proses penulisannya dan bagaimana hingga ia menjadi seperti itu." Dan anda mulai membaca dan menemukan fitur seperti pembahasan kita. Apa kira-kira kesimpulan yang anda bisa sebutkan?

Murid : Banyak penulis; ada revisi-revisi.

Proffesor : Ya banyak penulis, dan revisi mungkin telah terjadi, jadi mungkin juga anda memiliki sumber yang memang berbeda dan telah mengalami revisi sebelumnya atau di satukan dengan cara yang berbeda, bukan begitu?
Revisi berarti anda telah memiliki sesuatu dan kemudian ia ditulis ulang, namun mengalami beberapa penambahan dan sekarang menjadi sesuatu yang baru. Anda mungkin menyimpulkan bahwa fitur ini adalah bukti dari beberapa penulis.

Sejak dari abad pertengahan ada beberapa ahli yang mengamati hal-hal ini dalam naskah Alkitab. Mereka melihat bahwa ada kontradiksi dan pengulangan serta anakronistik, dan fitur lain yang mengarahkan pada bukti adanya beberapa penulis, revisi dan pengubahan struktur komposisi. Terus bagaimana? Apakah menjadi masalah besar?

Sebenarnya ini menjadi masalah karena naskah ini telah menjadi dasar untuk sistem keagamaan atau kepercayaan, dan juga mungkin anda berasumsi bahwa buku ini sedang menceritakan tentang kebenaran yang hakiki tentang dunia. Dan juga bagaimana dengan kepercayaan tradisional tentang asal-usul dari naskah ini? Serta siapa penulisnya? Ada yang mengatakan Musa? Allah, dan masih banyak lagi...

Jadi fitur yang kita temukan adalah tantangan terhadap kepercayaan tradisional bahwa penulis dari 5 kitab pertama dalam Alkitab (Pentateukh) adalah Musa. Namun ketika mereka menemukan bahwa pada kitab Ulangan 34 tertulis tentang kematian dan penguburan Musa, mereka lalu memutuskan bahwa mungkin bukan Musa yang menulis, atau setidaknya bab terakhir ditulis orang lain.

Hal yang sama terjadi pada anakronistik, yang harus mereka jelaskan. Satu yang terkenal adalah pada

Kejadian 13:7
Karena itu terjadilah perkelahian antara para gembala Abram dan para gembala Lot. Waktu itu orang Kanaan dan orang Feris diam di negeri itu.

Apa yang aneh dari kalimat itu? Dari kalimat itu nampak bahwa, penulis menceritakan dengan sudut pandang di masa orang Kanaan sudah punah dan tidak hidup lagi di tanah itu. Jadi penulis kitab bukan lah Musa, sebab ketika Musa masih hidup hingga kematian menjemputnya, orang Kanaan masih hidup di tanah itu, ini tertulis dalam kitab Ulangan. Jadi kalimat itu bisa dipastikan bukan di tulis oleh Musa; penulisnya pasti oleh seseorang di masa yang akan datang, ketika di masa itu orang Kanaan sudah punah.

Jadi ini adalah hal-hal yang menjadi perhatian orang-orang. Dan dengan kebangkitan rasionalisme di masa modern, kepercayaan tradisional tentang penulis kitab Torah adalah Musa, dipertanyakan. Studi Kritis moderen atas Alkitab di mulai oleh Spinoza yang pada awal abad ke-17 menyarankan agar Alkitab dipelajari dan diteliti seperti hal nya buku-buku lain: tanpa prasangka mengenai sumber illahi nya atau klaim dogmatis lain tentang sejarah komposisi dan penulisannya. Dan adalah seorang pastur Katolik bernama Richard Simon yang pertama kali mengemukakan bahwa Musa tidak menulis Taurat/Torah, dan banyak terjadi kesalahan serta anakronistik di dalamnya.


Sumber, kuliah prof. Christine Hayes, dari YALE univ : http://oyc.yale.edu/religious-studie...t-145#sessions

Kembali ke Index Artikel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apakah Abraham Berasal Dari Ur atau Haran?

Abraham berasal dari kota Haran dan bukan dari kota Ur-Kasdim, ya itulah pendapat beberapa para ahli biblikal moderen, mengapa mereka berpen...