Senin, 24 Oktober 2016

Pengantar Alkitab Ibrani (1)


Kuliah 1 - Sebuah Kesatuan.

Bab 1. Pengantar Alkitab Ibrani Dan Ide Radikalnya.

Anda tidak perlu untuk diberitahu bahwa peradaban manusia telah sangat, sangat tua. Namun demikian pengetahuan kita tentang tahap awal dari peradaban manusia sangat lah terbatas, dan hal ini berlangsung selama berabad-abad. Hingga kemudian terjadi penemuan arkeologi besar pada abad ke-19 dan 20, yang mengungkapkan bagi kita tentang sebuah kebudayaan besar di Timur-tengah, yang jika saya gambarkan pada papan tulis: Mediterania, saya selalu memulai penjelasanku dari laut Meditarania, lalu sungai Nil, Tigris dan Efrat. Lalu, kebudayaan Mesir kuno, Mesopotamia dan area yang kita sebut sebagai daerah bulan sabit yang subur, dan sebuah bagian yang sangat kecil disini, ukurannya hanya sebesar pulau Rhodes kita kenal sebagai Kanaan.

Map Levant

Dan para arkeolog ini sangat tercengang ketika menemukan reruntuhan dan catatan dari orang-orang berkebudayaan tinggi-- sangat besar, kekaisaran yang sangat kompleks, dan beberapa dari mereka telah terlupakan selamanya dalam ingatan umat manusia.

Bahasa mereka telah lama dilupakan; literatur dan hukum-hukum tertulis mereka sangat kaya, dan saat ini telah dapat kita baca. Melalui penemuan ini, kita kemudian menghargai berbagai prestasi monomental dari peradaban paling awal ini.

Menurut para ahli, dan juga oleh banyak orang, adalah suatu ironi, karena dari berbagai bangsa Mesopotamia di masa lampau, yang akhirnya mewariskan sesuatu yang mungkin paling abadi, adalah bukan bangsa yang membangun kebudayaan yang menjadi pusat peradaban besar ini (mereka justru adalah bangsa yang terbilang minor yaitu Ibrani).

Hingga dapat dikatakan bahwa bangsa kuno, yang memiliki warisan paling abadi adalah bangsa yang mempunyai ide. Ide tersebut sangat baru dan berbeda dengan ide-ide tetangga mereka, dan mereka adalah bangsa Israel kuno. Para ahli menyadari bahwa penggambaran Alkitab sangat kontras dengan kenyataan, bangsa Israel adalah bangsa yang kecil, dan saya sebenarnya terlalu besar menggambarnya pada papan ini, saya yakin harusnya ukuran mereka lebih kecil lagi, mereka adalah sekelompok kecil masyarakat yang tidak signifikan dalam sejarah.

Mereka memang mampu mendirikan sebuah kerajaan disebuah wilayah yang dikenal sebagai Kanaan sekitar tahun 1000 sm. Mereka mungkin berhasil menundukkan beberapa negeri tetangga mereka, mengumpulkan upeti - ada beberapa kontroversi tentang hal ini - namun sekitar tahun 922 sm kerajaan ini terpecah menjadi 2. Menjadi lebih kecil dan yang terkecil menjadi tidak penting. Kerajaan di utara, terdiri dari 12 suku Israel, dihancurkan pada tahun 722 sm oleh bangsa Asyur. Kerajaan di selatan, yang terdiri dari 2 suku, yang dikenal sebagai Yehuda, berhasil bertahan hingga tahun 586 sm ketika bangsa Babilon datang dan menaklukkan serta menyerakkan mereka dalam pengasingan. Ibukota mereka Yerusalem, jatuh.

Penaklukan dan pengasingan adalah kejadian yang biasanya meng-akhiri sebuah etnis tertentu di masa lampau. Bangsa yang takluk akan mengganti dewa mereka dengan dewa dari bangsa penakluk, dan akhirnya akan terjadi asimilasi budaya, keagamaan serta perkawinan antar etnis. Bangsa tersebut akan menghilang secara entitas etnis, dan efek inilah yang terjadi pada 10 suku dari kerajaan utara. Mereka hilang ditelan sejarah. Hal ini tidak terjadi pada anggota bangsa Israel yang tinggal di kerajaan selatan, Yehuda. Meskipun entitas politik mereka musnah pada tahun 586 sm, bangsa Israel/Ibrani itu sendiri, sesungguhnya, adalah salah satu dari berbagai bangsa yang berhasil menorehkan sejarah pada masa lampau di Timur-tengah -- disamping bangsa Sumeria, Akkad, Babilon, Hittite/Het, Phoenician/Fenesia, Hurrian, Kanaan -- mereka berhasil muncul kembali setelah kehancuran negeri mereka, menghasilkan komunitas dan budaya yang dapat ditelusuri melalui berbagai lika-liku dan perubahan  sejarah hingga ke zaman moderen. Ini adalah klaim yang sangat unik. Dan mereka membawa ide dan tradisi yang menjadi dasar bagi agama-agama besar di dunia barat: Yudaisme, Kristen dan Islam.

Jadi seperti apakah ide radikal baru tersebut, yang mampu membentuk sebuah kebudayaan, dan bertahan hingga saat ini? Ada sebuah konsep tentang alam semesta, yang luas di yakini oleh orang di masa lampau dan mungkin akrab dengan anda. Orang menganggap berbagai kekuatan di alam terjadi oleh kekuatan supranatural. Bumi, langit, air memiliki kuasa supranatural. Dengan kata lain, para dewa sangat identik dengan berbagai kekuatan alam ini. Dan ada banyak dewa. Tidak ada satu dewa yang maha segala-galanya.

Ada bukti yang sangat kuat untuk menunjukkan bahwa bangsa Israel kuno memiliki pandangan serupa. Mereka tidaklah berbeda pada tahap awal dalam kebudayaan dan keagamaan di Timur-tengah. Namun seiring dengan berjalannya waktu, beberapa dari orang Israel kuno ini, tidak semua sekaligus, mereka mimisahkan diri dari pandangan umum ini, dan membentuk sebuah pandangan yang berbeda, bahwa hanya ada 1 kekuatan illahi, satu dewa. Namun satu hal yang sangat penting, dan bukan sekedar angka, adalah sebuah ide bahwa dewa ini berada di luar dan melampaui alam. Dewa ini tidak identik dengan alam, dan ia tidak dikenal melalui fenomena alam. Dia dikenal melalui sejarah! Melalui peristiwa dan mempunyai hubungan tertentu dengan manusia. Dan ide yang tampaknya sederhana pada awalnya dan tidak begitu revolusioner, akan kita lihat, bahwa ide ini, di kemudian waktu mempengaruhi setiap aspek budaya bangsa Israel, dan akan nampak secara jelas ketika kita mempelajari lebih lanjut tentang keagamaan dan pandangan biblikal tentang sejarah.

Terdapat sebuah ide yang menjadi dasar kelangsungan hidup bangsa Israel sebagai sebuah entitas, lebih tepatnya sebagai entitas keagamaan yang  bernuansa etnis. Dengan kata lain, dalam pandangan ini, Allah benar-benar transenden dan memiliki kendali mutlak atas perjalanan sejarah, dan memungkinkan beberapa orang Israel untuk menafsirkan peristiwa-peristiwa tragis, seperti kehancuran negeri mereka dan diasingkannya sebagian dari bangsa ini, bukan sebagai tanda kekalahan dewa bangsa Israel, atau bahkan sekedar penghukuman Allah terhadap mereka, namun sebagai sebuah keharusan, untuk menjadi bagian penting dari rencana Allah yang lebih besar terhadap bangsa Israel.

Bangsa Israel mewariskan kepada kita berbagai catatan mengenai revolusi keagamaan dan budaya mereka dalam literatur yang kita kenal dengan Alkitab Ibrani, dan kuliah ini adalah pengantar untuk Alkitab Ibrani sebagai ekspresi dari kehidupan keagamaan dan berpikir bangsa Israel kuno, dan sebagai dokumen dasar bagi peradaban barat.

Kuliah ini memiliki beberapa tujuan. Yang pertama dan terpenting, saya ingin membiasakan anda dengan isi dari Alkitab. Kita tidak akan membaca setiap kalimatnya. Kita hanya membaca beberapa potongan yang memungkinkan anda mendapatkan gambaran tentang isi dari Alkitab.

Tujuan ke-2 adalah memperkenalkan kepada anda, beberapa pendekatan dalam mempelajari Alkitab. Ada berbagai macam pendekatan metodologis yang telah dimutahirkan oleh para ahli moderen, namun beberapa adalah metode kuno. Dan sesekali, kita akan berperan sebagai seorang sejarawan, kadang sebagai kritikus sastra. "Bagaimana mengkaji Alkitab, sebagai sebuah literatur?" Kadang kita akan menjadi kritikus agama dan budaya. "Apakah yang sedang dikatakan oleh bangsa Israel ini pada masa mereka dan kepada siapa dan untuk apa?"

Tujuan ke-3 adalah untuk memberikan beberapa wawasan dalam penafsiran sejarah. Ini adalah bagian yang paling menyenangkan dalam kuliah ini. Alkitab adalah sebuah konsep baru tentang ketuhanan, ia adalah gambaran revolusioner mengenai manusia sebagai agen moralitas, ini adalah sebuah kisah besar dari sejarah bangsa Israel, cerita mereka, telah menarik berbagai generasi untuk merenungkan makna dan pesannya. Dan hasilnya, Alkitab menjadi dasar bagi berbagai macam penafsiran, komentar dan debat, baik pada bidang keagamaan maupun akademisi, universitas, dan lain-lain.

Tujuan ke-4 dari kuliah ini adalah untuk membiasakan anda dengan kebudayaan Israel kuno yang terdapat dalam Alkitab dibandingkan dengan kebudayaan kuno di Timur-tengah, baik itu konteks historis atau kultural, karena penemuan arkeologi di Timur-tengah, mengungkapkan kepada kita tentang warisan spiritual dan budaya dari berbagai penduduk di daerah itu, termasuk bangsa Israel itu sendiri. Dan salah satu konsekuensi utama dari penemuan ini adalah mereka menerangi latar belakang dan asal-usul dari materi di dalam Alkitab.

Hingga kita saat ini melihat bahwa berbagai tradisi dalam Alkitab tidak lahir dari ruang hampa. Bab-bab awal dari kitab Kejadian, bab 1-11, -- yang dikenal sebagai "Sejarah penciptaan dunia," adalah penamaan yang sangat disayangkan, karena bab ini sebenarnya bukan untuk dibaca dan dipahami sebagai sejarah dalam arti konvensional -- dan 11 bab ini berutang banyak pada mitologi kuno di Timur-tengah.

Kisah penciptaan pada kitab Kejadian 1, adalah gubahan dari epik bangsa Babilon yang dikenal dengan Enuma Elish. Kita akan membahas tulisan ini secara mendalam. Kisah pasangan manusia pertama di Taman Eden, yand dalam kejadian 2 dan 3 memiliki persamaan yang jelas dengan Epik Gilgamesh, dari bangsa Babilon dan Asyur, dimana sang pahlawan berkelana untuk mencari keabadian. Kisah Nuh dan banjir, pada kitab Kejadian 6-9 hanyalah versi Israel dari cerita banjir yang lebih tua yang telah kita temukan: Kisah dari Mesopotamia yang dikenal sebagai Epik Atrahasis, dan kisah banjir juga adalah sambungan dari Epik Gilgamesh. Tradisi dalam Alkitab memiliki akar yang terbentang jauh dari masa lalu tersebar luas pada wilayah sekitarnya, dan kesamaan antara kisah Alkitab dan epik-epik kuno di Timur-tengah menjadi bahan penelitian yang mendalam.

Namun, bukan hanya kesamaan antara materi dalam Alkitab dan dokumen kuno Mesopotamia yang penting bagi kita. Bahkan, beberapa perbedaan di antara mereka juga sangat penting bagi kita, transformasi pada Alkitab dari warisan kebudayan Mesopotamia kuno dalam menerangi konsep radikal baru tentang Allah dan dunia serta umat manusia. Kita akan membahasnya secara lebih detail di lain waktu, tapi saya akan memberi gambaran singkat tentang hal ini. Kita mengetahui kisah dari bangsa Sumeria sekitar tahun 3000 sm. Kisah mengenai Ziusudra, dan sangat mirip dengan kisah banjir Nuh dalam kitab Kejadian. Pada kedua kisah tersebut, versi Sumeria dan Israel, anda melihat banjir adalah hasil dari keputusan illahi yang disengaja; satu orang dipilih untuk diselamatkan; orang tersebut diberi petunjuk untuk membuat sebuah bahtera; ia diberi petunjuk tentang siapa saja yang akan menaiki bahtera; banjir datang dan memusnahkan semua mahluk hidup; bahtera karam di puncak gunung; sang tokoh utama mengutus burung untuk memeriksa tanah; ketika ia keluar dari bahtera ia mempersembahkan kurban untuk sang dewa -- terdapat unsur kesamaan pada narasi di kedua kisah itu. Sangat mengagumkan jika anda membacanya secara berdampingan. Jadi apa yang sangat penting disini, tidak saja si penulis Alkitab telah menceritakan ulang kisah tersebut yang sebenarnya kisah ini tersebar luas di Mesopotamia pada masa lampau; mereka mengubah cerita ini hingga menjadi wahana untuk mengekspresikan nilai-nilai dan pandangan mereka sendiri.

Pada kisah Mesopotamia, contohnya, para dewa bertindak secara kekanak-kanakan. Bahkan, di salah satu cerita para dewa berkata, "Oh, manusia, mereka sangatlah berisik, aku tidak bisa tidur, mari kita musnahkan mereka semua." Itulah alasan mereka. Tidak ada pelajaran moral. Mereka menghancurkan para manusia yang tak berdaya, dan tabah hidup dibawah kekuasaan tirani para dewa yang tidak berkeadilan dan berkepedulian. Ketika bangsa Israel menceritakan kisah tersebut dalam Alkitab, mereka mengubahnya. Adalah karena standar etika Allah yang tanpa kompromi yang membuat-Nya membawa banjir, hal ini di dasari oleh keadilan illahi. Allah menghukum kejahatan yang sangat rusak dari manusia, yang ia ciptakan dengan penuh kasih namun kejatuhan mereka kedalam dosa, membuat-Nya tidak tahan menyaksikan hal tersebut. Jadi mereka menceritakan sesuatu dan menyampaikan pesan yang berbeda.

Jadi ketika kita membandingkan Alkitab dengan literatur kuno di Timur-tengah, kita akan melihat tidak hanya warisan budaya dan sastra yang umum diantar mereka, namun kita juga melihat perbedaan ideologi yang memisahkan mereka dan kita akan melihat bagaimana penulis Alkitab begitu indah dan cerdik memanipulasi dan menggunakan kisah-kisatersebut,sebagai yang kusebutkan, sebagai wahana untuk mengekspresikan ide baru yang radikal mereka. Dan hal tersebut membawa kita kepada masalah kritis yang dihadapi oleh semua orang yang berusaha untuk merekonstruksi agama dan budaya Israel kuno yang berdasarkan materi dari Alkitab.

Masalah tersebut adalah adanya pertentangan sudut pandang antara para editor naskah yang terakhir dan beberapa sumber yang lebih tua yang dimasukkan ke dalam Alkitab. Mereka yang bertugas ketika editing akhir, yang melahirkan bentuk akhir dari naskah Alkitab, memiliki pandangan monoteistik, secara etikal juga berpandangan monoteis, dan mereka berusaha untuk memasukkan perspektif mereka pada sumber materi mereka yang lebih tua; dan untuk sebagian besar mereka berhasil. Namun beberapa dari naskah tersebut akhirnya  bertentangan, dan teksnya menjadi ambigu. Dan lagi, hal itu menjadi bagian yang menyenangkan bagi anda sebagai pembaca naskah tersebut, jika anda mewaspadainya, jika anda bersiap untuk mendengar "suara" dalam tulisan itu.

Dalam banyak hal, Alkitab merupakan sebuah ekspresi dari ketidakpuasan atas lingkungan budaya dimana ia diciptakan, dan hal itu menarik, karena banyak orang pada zaman moderen ini, cenderung berpikir Alkitab adalah lambang konservatisme, bukan begitu? Kita cenderung berpikir ia adalah dokument kolot, sudah ketinggalan zaman, ide nya telah usang, dan tantangan dari program ini adalah anda akan membaca Alkitab dengan mata segar, sehingga anda menghargai untuk apa ia diciptakan, dan dalam banyak hal ia akan tetap seperti itu : sebagai perombak, kritik kultural. Kita dapat membaca Alkitab dengan perspektif baru dan menghargainya, hanya jika kita menyisihkan sebagian kepercayaan mendasar kita tentang Alkitab. Mungkin hampir terlihat mustahil, karena pasti lah anda tidak akan sependapat dengan kuliah ini, karena ia adalah bagian yang esensial dalam budaya anda.

Bab 2 Mitos Umum Tentang Alkitab.

Mitos yang pertama, Alkitab adalah sebuah buku. Ini bukan buku, dalam arti seperti buku pada umumnya, yang mempunyai gaya penulisan yang seragam, dan ditulis oleh penulis tunggal, itu adalah pikiran konvensional tentang buku. Alkitab adalah perpustakaan, ia adalah sebuah antologi atau buku yang ditulis dan diedit dalam jangka waktu yang sangat panjang oleh berbagai jenis orang dalam situasi yang berbeda untuk menanggapi isu-isu dan stimulus yang berbeda, seperti  politik, sejarah, filisofis, keagamaan, moralitas. Ada banyak jenis genre/tema dalam Alkitab. Ada narasi yang sangat indah, terdapat pula berbagai jenis hukum disana. Juga naskah-naskah mengenai prosesi pelaksanaan ritual dan peribadatan. Ada petuah-petuah dari para nabi. Juga lirik puisi, termasuk puisi cinta, ada pula pepatah/pribahasa, mazmur syukur dan ratapan kesedihan. Jadi, terdapat berbagai macam materi dalam perpustakaan ini, dan dari fakta ini lah dikatakan bahwa ia bukanlah sebuah buku namun sebuah antologi, sebuah kumpulan dari berbagai karya tulis. Dan ia tidaklah berideologi tunggal.

Masing-masing kitab dalam Alkitab, bagaikan sebuah nada dalam sebuah simfoni. Kitab kejadian untuk menjelaskan asal-usul dari segala sesuatu dan pergulatan ketika timbulnya kejahatan, salah satunya penyembahan berhala dan penderitaan di dunia yang telah diciptakan oleh Allah yang baik. Naskah para kaum paderi (imam) dalam imamat dan bilangan, menekankan tentang kesucian hidup, serta kemurnian yang ideal dari sebuah ritual dan etika yang suci. Terdapat syair pujian terdapat penalaran manusia dan pembelajaran serta kebijaksanaan dalam kitab Amsal. Kitab Pengkhotbah terdengar seperti tulisan para kaum extensialisme dari abad ke-20, yang mencemooh kesia-siaan dari segala hal. Kitab Mazmur nampak sebagai tulisan dari seorang saleh yang mencintai dan menyembah Allah. Kitab Ayub, kemungkinan adalah buku yang termasyur dari Alkitab, ia menantang mengenai konsep konvensional tentang kesalehan dan tiba pada kesimpulan yang sangat pahit, bahwa tidak ada keadilan dalam dunia ini atau lainnya, namun demikian kita tidak boleh hidup tanpa bersyukur dan konsep kesia-siaan melaksanakan kehidupan yang saleh. Dan masyarakat Yahudi dikemudian hari memilih untuk mengumpulkan semua koleksi ini dan kita menyebutnya sebagai Alkitab. Mereka memilih untuk memasukkan semua nada-nada ini, walaupun sumbang secara bersama-sama. Mereka tidak berusaha untuk mendamaikan konflik, demikian juga kita. Masing-masing buku, penulis dan suara yang mencerminkan berbagai pengalaman umat manusia, respon manusia terhadap kehidupan dan misterinya, refleksi tentang keluhuran dan kebejatan manusia.

Dan hal ini membawaku pada point kedua, yaitu bahwa kisah-kisah Alkitab bukanlah tentang perumpamaan tentang orang-orang suci. Ia bukan cerita orang saleh. Dalam literatur ini, secara psikologi berkisah tentang manusia nyata dalam situasi kehidupan yang realistis. Mereka bukan cerita tentang para orang saleh yang tindakannya selalu menjadi teladan dan model untuk kita, bertentangan dengan apa yang diajarkan dalam kurikulum sekolah minggu, dimana mereka mengubahnya menjadi saleh, dan mereka ingin kita mempercayainya demikian. Ada tema literatur yang menceritakan tentang kehidupan para orang saleh, yang dikenal sebagai Hagiography, namun hal ini muncul dimasa yang akan datang dan sebagian besar ditemukan pada masa ke-Kristenan. Alkitab penuh dengan manusia nyata, bukan manusia super, dan prilaku mereka bisa saja adalah sebuah skandal, kadang beringas, bisa menjadi pemberontak, cabul, bertindak kelewatan. Tetapi pada saat yang sama seperti halnya manusia nyata, mereka dapat berubah dan berprilaku setia dan hidup dengan benar melebihi kewajiban. Mereka dapat berubah dan bertumbuh.

Namun yang menarik bagiku, ada beberapa orang yang ketika mereka membuka Alkitab untuk pertama kalinya, mereka lalu menutupnya dan menjadi kaget serta jijik. Yakub adalah penipu; Yusuf orang yang angkuh, manja dan nakal; Yehuda mengingkari kewajibannya terhadap anak mantunya, dan pergi meniduri seorang pelacur. Siapakah oang-orang ini? Mengapa mereka berada di dalam Alkitab? Dan kekagetan yang berasal dari harapan bahwa para tokoh utama dalam Alkitab adalah orang yang sempurna prilakunya. Ini bukan klaim yang dibuat oleh Alkitab. Jadi tokoh dalam Alkitab adalah tentang manusia yang nyata, yang mempunyai konflik moral dan ambisi serta keinginan, dan mereka dapat bertindak sembrono dan egois. Namun mereka juga dapat berubah dan bertumbuh; jadi ketika kita hendak mengubah tokoh ini hanya karena mereka berada dalam Alkitab, maka kita akan kehilangan banyak hal-hal yang bagus. Kita kehilangan semua kecanggihan moral dan wawasan psikologis yang dalam, dan hal inilah yang membuat kisah ini menarik dan abadi. Jadi bacalah seperti anda membaca buku bagus lainnya yang ditulis oleh penulis hebat yang terampil dalam membuat karakter yang menarik.

Ketiga, Alkitab bukan untuk anak-anak. Saya mempunyai anak berusia 12 tahun dan 8 tahun. Dan saya tidak akan mengizinkan mereka membacanya. Tidak akan. Dan berbagai buku "Kisah-kisah Alkitab untuk anak-anak", mereka menakutkan. Mereka benar-benar membuat saya takut. Ini tidak cocok untuk anak-anak. Materi dalam Alkitab adalah untuk orang dewasa, terutama dalam bagian narasi. Ada episode tentang pengkhianatan, incest, pembunuhan dan pemerkosaan. Dan Alkitab bukan untuk orang naif dan optimis. Ini hal keras. Dan ia untuk orang-orang yang cukup berani mengakui bahwa hidup ini penuh dengan rasa sakit dan konflik, seperti halnya kehidupan yang penuh kasih sayang dan sukacita. Seperti literatur termasyur lainnya. Alkitab berisi stuktur yang sangat canggih, dengan gaya dan tema yang artistik dan metafora. Dan percayalah padaku, bahkan pembaca dewasa kadang menjadi bingung. Ia membuat pembacanya berpikir. Alkitab tidak mementingkan moralitas. Ia mengeksplorasi isu-isu moral. Kesimpulan harus ditarik oleh pembaca itu sendiri.
Terdapat pula berbacai macam paradoks dan permainan kata-kata serta ironi, ada beberapa bagian membutuhkan pembacaan mendalam dan anda akan mengagumi mereka kemudian.

Mitos ke-empat yang ingin kita singkirkan : Alkitab bukan buku theologi, ia bukan buku katekisasi yang konsep theologinya sistimatis. Ini bukan buku panduan agama, meskipun nyatanya menjadi seperti itu di waktu kemudian, sistem theologi yang sangat kompleks akan muncul dari penafsiran tertentu dari beberapa bagian ayat Alkitab. Anda tahu, tidak ada dalam Alkitab yang benar-benar sesuai dengan gagasan keagamaan moderen di dunia barat, apa yang kita sebut dengan agama, dan memang benar tidak ada kata "agama" dalam bahasa ibrani dalam Alkitab. Dengan munculnya agama Kristen, agama di dunia barat mulai mendapatkan defenisinya, dan di ikuti dengan konsep-konsep doktrin tertentu untuk di yakini. Hal ini adalah sesuatu yang tidak di kenal dalam dunia Alkitab.

Adalah jelas bahwa pada zaman Alkitab di timur tengah kuno pada umumnya, agama bukanlah seperangkat doktrin untuk anda yakini. Untuk menjadi seorang Israel, yang kemudian dikenal seorang Yahudi - kata Yahudi hanyalah mulai digunakan secara histori sekitar tahun 500 sm, dan sebagaian besar pembahasan kita berbicara pada periode sebelumnya, pada masa bangsa Israel kuno - untuk menjadi seorang Israel, anda cukup bergabung dengan komunitas Israel, dan hidup dengan gaya hidup Israel, dan mati menurut tata cara Israel. Anda taat pada hukum dan adat Israel, anda menghormati kepercayaan Israel, anda memasuki komunitas historis Israel dengan menerima nasib mereka dan anda adalah sama. Ini semacam proses naturalisasi, yang kita kenal di masa sekarang. Jadi Alkitab Ibrani bukanlah buku theologi. Ia berisi banyak narasi yang berbicara tentang kisah pengembaraan individu, dan bangsa Israel. Ia bukan kisah ke-illahian. Namun demikian harus saya tambahkan, bahwa meskipun Alkitab tidak mengandung pernyataan resmi tentang keyakinan agama atau theologi yang sistematis, ia mengandung beberaa hal, banyak tentang masalah moral dan beberapa tentang masalah eksistensi yang kemudian menjadi pusat pembelajaran theologi. Pembahasan hal-hal demikian tidak secara langsung, atau secara implisit. Ia menggunakan kisah narasi, lagu, puisi, paradoks dan metafora. Ia menggunakan gaya dan bahasa yang sangat berbeda dengan yang dipahami oleh filsafat dan theologi abstrak di era kemudian.

Dan yang terakhir dari daftar mitos kita adalah, Alkitab adalah hasil formulasi, perakitan, pengeditan, modifikasi, sensor dan ditransmisikan awalnya secara lisan, dan kemudian secara tertulis oleh manusia. Alkitab sendiri tidak mengklaim ditulis oleh Allah. Keyakinan ini merupakan doktrin agama di masa kemudian. Dan lagi-lagi kita tidak tahu apa artinya secara literal - ini menarik ketika kita melihat beberapa klaim awal tentang asal-usul naskah Alkitab. Demikian pula dengan yang dikenal sebagai 5 kitab Musa - Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan, 5 buku yang dikenal sebagai Petatukh Moses - juga tidak diklaim oleh Alkitab bahwa ditulis semuanya oleh Musa, namun cuma beberapa hukum dalam kitab Keluaran. Namun oleh generasi berikutnya 5 kitab ini didedikasikan untuk Musa. Alkitab secara jelas memiliki banyak kontributor selama beberapa abad, terdapat berbagai macam gaya bahasa serta fokus pembahasan dari para penulisnya, termasuk motivasi politis dan keagamaan tertuang disana.

Saya akan mengesampinkan pertanyaan apakah Alkitab adalah inspirasi illahi, yang menjadi keyakinan bagi agama biblikal. Dan pertanyaan ini adalah sebuah bagian dari iman bagi orang dalam kelas ini. Namun ini adalah sebuah unversitas dan kita bukan sedang berkuliah theologi. Dan kepentingan kita pada Alkitab Ibrani akan berpusat pada budaya dan sejarah serta sastra dan pemikiran keagamaan Israel kuno, beserta dengan keragaman mereka dan bukannya mempertanyakan iman dan theologi.

Walau kenyataannya Alkitab adalah dasar bagi keyakinan agama dari jutaan orang, dan beberapa dari mereka berada diruang ini sekarang. Semoga apa yang anda dapatkan di kuliah ini dapat memperkaya pengetahuan anda, walau beberapa dari anda akan mengalami kesulitan. Aku tahu itu, dan saya ingin memastikan anda bahwa tidak ada dalam kuliah ini yang ingin melemahkan atau memfitnah keyakinan agama. Keyakinan agama bukan menjadi topik kuliah kita. Kekayaan sejarah dan literatur serta pemikiran keagamaan Israel kuno yang diwariskan kepada kita selama ribuan tahun kedalam Alkitab adalah topik kita, dan pendekatan yang kita lakukan adalah selalu secara akademik; saya tidak akan menarik pembahasan kita dalam perdebatan filosofis atau theologis.

Bab 3. Gambaran Umum Struktur Alkitab

Baiklah, mari kita mengurutkan beberapa fakta yang diperlukan untuk mendapat gambaran tentang Alkitab. Gambaran umum tentang struktur Alkitab. Jadi, Alkitab adalah sekumpulan buku dan tulisan-tulisan yang berasal dari sekitar 1000 SM - kita akan mempelajari beragam pendapat tentang penanggalan Alkitab - hingga ke abad ke 2 sm : kitab terakhir dalam Alkitab ditulis sekitar tahun 160 sm. Beberapa dari kitab-kitab ini kita perkirakan berasal dari tahun tertentu, karena mereka berisi potongan narasi atau materi hukum legal atau tradisi oral yang bisa saja berasal dari masa sebelumnya, dan mungkin mereka ditransmisikan secara oral hingga akhirnya menjadi dalam bentuk tulisan. Alkitab sebagaian besar ditulis dalam bahasa Ibrani, makanya disebut Alkitab Ibrani. Dan ada beberapa bagian atau pasal dalam bahasa Aramaik.

Tulisan ini memiliki dampak mendalam pada 3 agama dunia : Yahudi, Kristen dan Islam. Komunitas Yahudi adalah yang pertama kali mengkompilasi tulisan-tulisan ini pad masa sebelum ke-Kristenan, Alkitab adalah catatan utama tentang perjanjian abadi antara Allah dan bangsa Yahudi. Orang Yahudi menyebut Alkitab sebagai Tanakh, yang ditulis dengan huruf 'T', 'N' dan 'KH', mereka menambahkan huruf 'a' diantara huruf tersebut agar membuatnya mudah di ucapkan. Huruf T adalah singakatan dari Torah (Taurat) yang berarti instruksi atau pengajaran. Dan sering diterjemahkan sebagai 'hukum'; menurut saya ini adalah terjemahan yang buruk. Ia berarti instruksi, jalan, pengajaran, dan ia mengacu pada 5 buku pertama dalam Alkitab yaitu kitab Kejadian sampai Ulangan.

Huruf N mengacu ada pembagian ke-2 dalam Alkitab yang sering disebut Nevi'im, yang berarti 'nabi-nabi'. Bagian dari kitab Nabi-nabi dibagi kedalam 2 bagian, karena ada 2 jenis tulisan para nabi dalam Alkitab. Yang pertama adalah Former Propeths atau nabi-nabi lama, yang merupakan kelanjutan narasi dari sejarah Israel, dan nabi-nabinya aktif di kerajaan Israel. Jadi kelompok kitab 'Former Propeths' berisi narasi, sedangkan 'Later Propeths' atau nabi-nabi baru lebih bersifat puitis dan dogmatis. Ada 3 nabi besar Yesaya, Yeremiah dan Yehezkiel, dan 12 nabi-nabi kecil, yang di dalam Alkitab Ibrani dikelompokkan secara bersama-sama kedalam 1 buku, karena tulisan tersebut sangat pendek.

Huruf Kh mengacu pada pembagian ke-3 yang sering disebut Ketuvim, yang berarti 'tulisan'. Saya hanya ingin anda memahami mengapa kata Tanakh dipakai untuk menyebut Alkitab. Jadi ketuvim adalah benar-benar berisi berbagai macam jenis tulisan.
Dan ketiga bagian dari TaNaKh ini berhubungan dengan proses kanonisasi atau otorisasi untuk komunitas Yahudi.

Kelompok kitab Torah adalah yang pertama kali mencapai status kanon, kemudian kelompok kitab Neviim disusul oleh kelompok Ketuvim. Dan kemungkinan pada akhir abad ke-1, mereka kemudian dikelompokkan menjadi seperti yang kita kenal  saat ini.

Alkitab dalam kuliah kita terdiri dari berbagai macam jenis, dan masing-masing dari Alkitab ini diperuntukkan untuk komunitas yang berbeda dimasa lampau. Salah satu terjemahan Alkitab Ibrani yang paling awal adalah kedalam bahasa Yunani yang di kenal sebagai Septuagint. Yang diterjemahkan untuk komunitas Yahudi di Alexandria-Mesir, mereka adalah kaum Yahudi yang berbahasa Yunani, pada masa Hellenistik sekitar abad ke-3 atau ke-2 SM. Kitab terjemahan ini kadang memiliki perbedaan dengan Alkitab Ibrani, termasuk urutan kitab-kitab. Septuagint mengelompokkan kitab Kejadian dan Esther, untuk menceritakan kejadian-kejadian dimasa lampau; kitab Ayub dan kidung agung (Pujian Salomon) untuk hal-hal yang mengandung kebijaksanaan pada zaman tersebut; dan kitab nabi, seperti Yesaya hingga Maleakhi berisi hal-hal untuk masa depan. Beberapa salinan dari Septuagint berisi kitab-kitab yang tidak ditemukan dalam kanon Ibrani namun kitab tersebut diterima sebagai kanon oleh kaum Kristen awal.

Septuagint, menjadi Alkitab bagi kaum Kristen, atau lebih tepatnya menjadi "Perjanjian Lama". Pihak gereja mengadopsi Alkitab Ibrani sebagai penerus untuk injilnya. Fokus utama kita adalah pada Alkitab dari orang Israel kuno dan komunitas Yahudi - 24 kitab yang dikelompokkan dalam Torah, Nevi'im & Ketuvim - yang umum ditemukan dalam setiap Alkitab.

Karena istilah "Perjanjian Lama" adalah istilah bermuatan theologis, untuk menunjukkan doktrin bahwa Perjanjian Baru telah menggenapi atau telah melewati Alkitab kaum Israel kuno. Maka kita akan menyebut kitab ini sebagai Alkitab IbraniKarena istilah "Perjanjian Lama" adalah istilah bermuatan theologis, untuk menunjukkan doktrin bahwa Perjanjian Baru telah menggenapi atau telah melewati Alkitab kaum Israel kuno. Maka kita akan menyebut kitab ini sebagai Alkitab Ibrani, dan kita akan memakai istilah BCE (Before Common Era) untuk sebelum masehi dan CE (Common Era) untuk sesudah masehi. Ini sebagai alternatif untuk BC (Before Christ) dan AD (Anno Domini, tahun Tuhan kita).

Sejak awal, kaum Kristen telah menggunakan Alkitab namun kebanyakan dalam versi terjemahan Yunani, dan Alkitab perjanjian lama milik mereka mengandung beberapa materi yang tidak terdapat dalam Alkitab Ibrani, seperti yang telah kusebutkan sebelumnya. Dan beberapa dari literatur ini kita sebut sebagai Apokripa. Kitab-kitab ini adalah literatur yang disusun sekitar 200 SM hingga 100 M. Mereka banyak digunakan oleh kaum Yahudi pada periode tersebut. Mereka tidak dianggap memiliki status seperti 24 kitab. Tetapi mereka menjadi bagian dari kanon Kristen Katolik dan pada abad ke-16 M, status mereka dikonfirmasi oleh Gereja Katolik. Pada masa Renaisans dan Reformasi, beberapa kaum Kristen menjadi tertarik dengan Alkitab Ibrani. Mereka ingin mengakses Alkitab dalam bahasa Ibrani bukan bahasa Yunani yang merupakan hasil terjemahan. Kaum Gereja Protestan, lalu menolak status kanon bagi kitab-kitab Apokripa. Mereka mengatakan kitab tersebut penting untuk instruksi bagi orang saleh, namun mereka menghapusnya dari kanon.

Adapula karya yang disebut sebagai Pseudopigrafa - kita akan membahas ini lebih detail dimasa yang akan datang - dari periode yang sama; Mereka cenderung bernuansa apokaliptik, dan mereka tidak pernah menjadi bagian dari kanon Yahudi atau Katolik, tetapi ada beberapa kelompok Kristen Timur yang memasukkan kitab tersebut kedalam kanon mereka. Point penting yang ingin saya sampaikan adalah, sebenarnya ada banyak kanon yang dianut oleh banyak komunitas keagamaan di dunia ini dan mereka menamakan mereka "Alkitab". Jadi sekali lagi, fokus kita hanya pada 24 kitab pada TaNaKh.

Tidak hanya terdapa berbagai jenis kanon Alkitab pada berbagai komunitas, di dalam naskah itu sendiri terdapat perbedaan. Tentu saja kita tida memiliki, dokumen asli yang pertama, ketika ia pertama kali dituliskan oleh penulisnya, naskah tertua dari fragment manuskrip Alkitab berasal dari tahun 900. Tentu saja ini mengerikan melihat rentang jarak dari peristiwa yang kita bahas. Dan tentu saja kita tidak berpikir transmisi naskah tersebut tidak seperti saat ini yang penuh dengan sentuhan teknologi; dan yang menarik adalah sekitar pertengahan abad ke-20 terjadi penemuan yang dikenal sebagai Naskah Laut Mati (Dead Sea Scrolls). Mereka membawa perubahan dramatis pada pengetahuan kita tentang naskah Alkitab Ibrani yang kita miliki. Dead Sea Scrolls ditemukan di gua-gua padan gurun Yudea. Dahulu kita berpikir ini adalah perpustakaan sebuah komunitas sektarian; sekarang saya pikir itu adalah sebuah pabrik keramik atau sesuatu. Jadi mungkin mereka berada disana karena melarikan diri penaklukan bangsa Romawi pada tahun 70 masehi.

[**
catatan kaki :

Perdebatan terbaru yang menggugat hipotesis populer bahwa komunitas di Qumran dekat Laut Mati adalah kediaman sebuah sekte monastik, yang diutarakan oleh arkeolog Yitzhak Magen dan Yuval Peleg. Dalam artikel "Back to Qumran: 10 years of Excavations and Research, 1993-2004," dan pada "The Site of the Dead Sea Scrolls: Archaelogical Interpretation and Debate - Katharina Galor, Jean-Baptiste Humbert, and Jurgen Zangenberg (2006)", Magen dan Yuval berpendapat, Qumran adalah situs sebuah pabrik keramik, dan tidak ada hubungan signifikan antara aktivitas di situs tersebut dan perpustakaan dari gulungan tersebut yang berada di dalam gua-gua. Pandangan ini membangkitkan beberapa minat namun belum mengganti konsensus umum bawah gulungan tersebut adalah perpustakaan dari komunitas sekte monastik yang hidup di Qumran.

**]

Jadi itu lah hal-hal yang harus anda ketahui. Dan tentang gulungan laut mati itu, ia benar-benar koleksi yang mengagumkan, karena diantara mereka, kita mendapatkan salinan yang hampir lengkap dari kitab Yesaya dan salinan parsial dari semua kitab, kecuali kitab Esther. Dan beberapa naskah nya berasal dari abad ke-4 dan ke-3 SM. Jadi apakah anda  mengerti mengapa penemuan ini membuat banyak orang bergembira? Karena tiba-tiba, kita memiliki bukti, yang berasal dari 1300 atau 1400 tahun lebih awal dari naskah tertua kita, bahwa orang-orang tersebut masih membaca dan sebagian besar secara tekstual adalah cukup konstan (sama dengan yang kita baca saat ini). Tentu saja terdapat perbedaan, kita bisa melihat bahwa naskah kita tidak persis sama dengan naskah mereka, tapi pada tingkat yang luar biasa, kita berbicara tentang tradisi tekstual yang relatif stabil, walau terdapat fluiditas. Dan itu adalah hal menarik untuk kita renungkan.

Kembali ke Index Artikel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apakah Abraham Berasal Dari Ur atau Haran?

Abraham berasal dari kota Haran dan bukan dari kota Ur-Kasdim, ya itulah pendapat beberapa para ahli biblikal moderen, mengapa mereka berpen...