Selasa, 25 Oktober 2016

Pengantar Alkitab Ibrani (8)

Kuliah 8 - Keluaran : Dari Mesir ke Sinai (Keluaran 5-24,32) [Oktober 4, 2006]

Bab 1. Hari Paskah sebagai Historisasi Praktek Ritual.

Setelah theofani pada semak yang terbakar, Musa kembali ke Mesir, dan ini menandai dimulainya pertempuran kehendak, antara Allah dan Firaun. Kisah dalam keluaran adalah drama termasyur, dan banyak unsur cerita rakyat di sana, termasuk pertarungan antara Musa dan Harun dengan para penyihir Mesir - pertarungan mereka adalah lumrah dalam literatur sastra.

Ini seperti "kelompok kami lebih baik dari kelompok anda." Para penyihir Mesir awalnya mampu meniru kejaiban yang dibuat oleh Musa, namun dengan cepat mereka dikalahkan, dan kemenangan Yahweh atas para penyihir sama dan setara dengan mengalahkan para dewa Mesir.

Beberapa kritikus melihat tentang 10 tulah diatur dalam bentuk 3 set 3 - dan lagi 3 serta 10 adalah angka ideal dalam Alkitab. Masing-masing set ini memiliki ciri struktur dan pengulangan. Dalam setiap set, bencana/tulah yang pertama akan disertai dengan kalimat pada pagi hari, "Bangunlah pagi-pagi dan berdirilah menantikan Firaun." Di ikuti pola menghadap firaun serta yang ke-3 tanpa peringatan, berikut ini adalah polanya :

1. Peringatan - menghadap firaun pada pagi hari;
2. Peringatan - menghadap firaun;
3. Musibah - tanpa peringatan

contoh :

1. Pagi hari - Sungai Nil menjadi merah.
2. menghadap firaun - Katak.
3. Nyamuk.

4. Pagi hari - lalat pikat.
5. menghadap firaun - Penyakit sampar.
6. Debu.

7. Pagi hari - Hujan es.
8. menghadap firaun - Belalang.
9. Gelap gulita.

10. Kematian anak sulung.

Jadi terjadi semacam pengulangan terstruktur dan terpola yang kemudian mengarah pada tulah terakhir yaitu kematian semua anak sulung di Mesir. Pembantaian ini dipahami sebagai bentuk pembalasan atas pembantaian bayi Ibrani oleh orang Mesir, atau Israel adalah anak sulung Yahweh seperti pada :

Keluaran 4:22-23
Maka engkau harus berkata kepada Firaun: "Beginilah firman TUHAN: Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung; Biarkanlah anak-Ku itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku; tetapi jika engkau menolak membiarkannya pergi, maka Aku akan membunuh anakmu, anakmu yang sulung."

Dalam tulah terakhir, Allah atau malaikat kematian melewati Mesir pada tengah malam, membunuh setiap anak sulung laki-laki di Mesir (manusia maupun hewan). Musa memerintahkan setiap orang Israel untuk melakukan ritual, untuk melindungi diri mereka dari pembantaian.

Ritual ini terdiri dari 2 bagian. Setiap keluarga diperintahkan untuk mengorbankan se-ekor domba, kemudian domba itu akan dijadikan sebagai santapan sekeluarga, dan darahnya dioleskan pada tiang pintu, sebagai tanda bagi malaikat maut bahwa ia harus melewati rumah itu.

Ritual berikut, setiap keluarga harus memakan roti tak beragi. Jadi menurut kitab Keluaran, ritual Paskah ini terjadi pada malam terakhir Israel dari perbudakan, sementara malaikat maut melewati rumah mereka karena ditandai oleh darah.

Namun sejarah Paskah ini diamati oleh kritikus adalah upaya pemaknaan ulang atas sebuah tradisi yang telah lama berlangsung dalam komunitas ini. Ritual seperti ini, adalah biasa dilakukan oleh kaum penggembala semi-nomaden pada musim semi: mengorbankan anak domba pertama bagi para dewa untuk mendapatkan berkah yang melimpah selama musim semi.

Pada kaum petani: persembahan kepada para dewa adalah pada panen pertama di musim semi. Persembahan berupa gandum yang digiling menjadi tepung lalu diolah sebelum di fermentasi, sehingga dengan cepat dapat dipersembahkan kepada para dewa, untuk mendapatkan berkah melimpah pada musim semi.

Kedua kelompok inilah yang dipercaya melebur bersama dengan kelompok lain dalam pembentukan masyarakat Israel. Ritual dan tradisi dari berbagai kelompok ini tetap dipertahankan dan diselipkan kedalam kisah perbudakan dan pembebasan bangsa Ibrani/Israel.

Jadi kita memiliki berbagai festival tahunan yang lebih tua kemudian mengalami historisasi atau dijadikan mitos untuk sebuah perayaan yang dinamakan Paskah, lalu dihubungkan dengan peristiwa pembentukan sebuah bangsa bernama Israel, bukannya festival mengenai alam.

Ini mungkin adalah sebuah usaha diferensiasi dari ritual para bangsa tetangga Israel, yang merayakan festival serupa. Dan sekarang darah domba kurban dikisahkan telah melindungi bangsa Israel dari malaikat maut, dan roti dikatakan dimakan dalam bentuk tidak beragi karena bangsa ini tergesa-gesa meninggalkan Mesir. Mereka tidak memiliki waktu untuk menunggu proses fermentasi. Historisasi ini akan kita lihat pada banyak ritual-ritual lainnya.

Bab 2. Keluaran Sebagai Sudut Pandang Kolektif Akan Keselamatan.

Setelah tulah terakhir, Firaun akhirnya melepaskan bangsa Israel untuk pergi ke padang gurun untuk menyembah Tuhan (Yahweh) Allah mereka, namun kemudian  ia berubah pikiran, dan mengirim bala tentara untuk mengejar orang Israel.

Orang Israel segera menemukan diri mereka terjebak diantara bala tentara Mesir dan sesuatu yang disebut Yam Suph, yang berarti "Reed Sea" atau laut yang penuh alang-alang. Yang sering disalah-terjemahkan menjadi Red Sea atau laut merah (dalam bahasa Indonesia kadang diterjemahkan sebagai laut Teberau), sehingga hal ini menimbulkan gagasan bahwa lokasi bangsa Israel ketika itu sedang berada di teluk Aqaba, atau di suatu tempat di dekat laut.

Beberapa orang Israel yang menyadari posisi ini menjadi putus asa dan ingin menyerah. Dan pada saat krisis Allah lalu turun tangan untuk menyelamatkan bangsa ini dengan membelah "laut".

Para kritikus melihat kisah ini pada Keluaran 14 dan 15, sebagai 3 versi cerita yang digabungkan. Perhatian para kritikus terdapat pada Keluaran 15:1-12. Ini adalah bagian yang disebut sebagai "Song of the sea" atau "Nyanyian laut."

Menurut mereka syair ini lebih mirip sebuah proses penenggelaman kapal-kapal milik firaun dengan gelombang besar. Syair ini dipercaya kemungkinan merupakan kenangan yang diwariskan oleh orang-orang (budak semit) yang melarikan diri dari kejaran Firaun.

Kemudian penulis mengambil gambaran dari syair ini dan mendramatisir kiasan untuk tenggelam menjadi kisah dalam Keluaran 14, di mana metafora itu diceritakan menjadi kejadian nyata, dan tentara Firaun secara harfiah tenggelam dalam air.

Kisah dalam Keluaran 14 dipercaya disusun oleh P, Musa yang digambarkan mengayunkan tongkatnya untuk membelah air, yang membentuk seperti dinding sehingga bangsa Israel dapat melintasinya seperti tanah kering; dan kemudan ketika ia mengayunkan lagi tongkatnya, air itu kemudian menimpa serta menenggelamkan tentara Mesir. Namun menurut satu bagian kecil dari

Keluaran 14:24-25
24. Dan pada waktu jaga pagi, TUHAN yang di dalam tiang api dan awan itu memandang kepada tentara orang Mesir, lalu dikacaukan-Nya tentara orang Mesir itu.
25. Ia membuat roda keretanya berjalan miring dan maju dengan berat, sehingga orang Mesir berkata: "Marilah kita lari meninggalkan orang Israel, sebab TUHANlah yang berperang untuk mereka melawan Mesir."

Dalam kisah tersebut pergerakan tentara Mesir terhambat oleh kereta mereka, hal ini menyerupai halangan pada wilayah rawa-rawa berlumpur. Sesuai dengan nama Yam Suph berarti lautan alang-alang.

Yang menarik tentang syair Nyanyian Lautan, syair dalam Keluaran 15, dipandang sebagai adopsi Israel terhadap mitos Kanaan dan disematkan pada Yahweh. Deskripsi Yahweh juga mirip dengan Baal sebagai dewa badai dalam Keluaran 15 ini. Ia mengendalikan membelah laut dengan badai yang dihembuskan oleh "hidung illahi", hal ini mengingatkan badai dewa Baal.

Baal juga digambarkan berkendaraan di atas awan, ia adalah dewa badai, dan ia selalu disertai oleh angin dan hujan. Pada permulaan musim hujan, Baal membuka celah di awan, disertai petir yang menggelegar menghentak bumi.

Dalam mitos Kanaan - Ugarit, ia mengalahkan musuh yang di kenal sebagai Pangeran Laut, atau Hakim Sungai. Setelah membunuh semua musuh perairannya, ia diakui oleh para dewa, dan diangkat menjadi raja para dewa dan manusia, dan ia berdiam di rumah atau kuil bukan di tenda-tenda seperti El. Baal berdiam di sebuah kuil dengan struktur permanen dari kayu aras di puncak pegunungungan.

Kemiripan lain antara Yahweh dan dewa Kanaan adalah pada Mazmur 68:4 "buatlah jalan bagi Dia yang berkendaraan melintasi awan-awan! Nama-Nya ialah TUHAN (Yahweh);" Jadi Yahweh digambarkan seperti Baal, yang berkendaraan diatas awan. Mazmur 29:3 "Suara TUHAN di atas air, Allah yang mulia mengguntur, TUHAN di atas air yang besar." Beberapa kritikus melihat ini sebagai syair untuk Baal yang di adopsi oleh Israel. Gambaran Yahweh memerangi mahluk perairan/Leviatan/Naga Air juga nampak pada :

Mazmur 74:12-14
12. Namun Engkau, ya Allah adalah Rajaku dari zaman purbakala, yang melakukan penyelamatan di atas bumi.
13. Engkaulah yang membelah laut dengan kekuatan-Mu, yang memecahkan kepala ular-ular naga di atas muka air.
14. Engkaulah yang meremukkan kepala-kepala Lewiatan, yang memberikannya menjadi makanan penghuni-penghuni padang belantara.

Juga pada Hakim-Hakim 5:4-5
4. TUHAN, ketika Engkau bergerak dari Seir, ketika Engkau melangkah maju dari daerah Edom, bergoncanglah bumi, tirislah juga langit, juga awan tiris airnya;
5. gunung-gunung--yakni Sinai--bergoyang di hadapan TUHAN, di hadapan TUHAN, Allah Israel.

Michael Coogan seorang ahli kitab/biblikal yang juga ahli dalam naskah-naskah Kanaan, Ugarit, telah mengamati hubungan menarik tentang representasi Yahweh dan dewa Baal. Ia mencatat bahwa Baal adalah tokoh kuci dalam perubahan dalam agama Kanaan yang terjadi sekitar tahun 1500-1200 SM, dan ini adalah periode berdasarkan Alkitab tentang masa keluarnya bangsa Israel dari Mesir  serta kemunculan Yahwehnisme atau pemujaan/pengkultusan terhadap Yahweh.

Di Kanaan pada masa ini juga terjadi pemindahan kekuasaan di antara para dewa. Dewa El, sang penguasa langit digantikan oleh dewa Baal sang penguasa badai, dan pergantian ini terjadi melalui kemenangan Baal melawan pangeran laut, atau musuh diperairan.

Coogan juga mengamati bahwa perubahan serupa terjadi pula pada banyak tradisi di dunia. Banyak catatan tentang dewa-dewa muda merampas kekuasaan dari dewa yang lebih tua. Contohnya adalah pada Enuma Elish, di mana dewa muda Marduk, mengalahkan Tiamat, monster laut dalam, dan mengklaim sebagai penguasa, dari dewa langit yang lebih tua, dewa Anu. Di India dewa angin Indra juga menjadi dewa utama. Di Yunani, Zeus yang juga berasosiasi dengan badai dan petir menggantikan Kronos.

Dan pada kitab Keluaran, kita menemukan kemunculan bangsa Israel, yang muncul dari transisi kaum nomaden kepada masyarakat yang menetap, yang masih membawa sebuah ingatan kolektif pada keagamaan mereka. Seperti dewa badai di mitos tetangga mereka, Yahweh membuat lautan badai dengan hembusan nafasnya. Ia lalu menetapkan dirinya sebagai dewa orang Israel menggantikan El, yang disembah oleh leluhur Israel. Dan dikemudian hari Ia menetapkan tempat kediaman-Nya di atas sebuah gunung, Gunung Zion, juga dengan kayu Aras.

Namun demikian cara Israel menggunakan corak dewa badai berbeda dengan tetangganya. Pertempuran Yahweh bukan pertempuran mitologi (dewa vs dewa), mereka membuatnya menjadi sejarah. Laut bukanlah musuh bagi Yahweh. Dan Yahweh berperang bukan dengan dewa lain, namun melawan manusia, Firaun dan tentara Mesir.

Lautan adalah sebuah senjata yang digunakan oleh Yahweh untuk membela Israel, Yahweh digambarkan oleh penulis Alkitab melampaui alam, dan ia mengontrol alam untuk tujuan tertentu, untuk menyelamatan umat-Nya bangsa Israel.

Kitab Keluaran telah lama dipandang tentang peristiwa Yahweh memberikan keselamatan untuk umat-Nya. Keselamatan dalam hal ini bukan seperti pengertian Kristen tentang keselamatan pribadi dari dosa, ini gagasan yang absen dari Alkitab Ibrani.

Keselamatan adalah tindakan konkrit atas keselamatan kolektif dan komunal dari penindasan secara nasional, khususnya dalam bentuk kekuasaan asing atau perbudakan. Ketika penulis Alkitab berbicara tentang Yahweh sebagai penebus dan penyelamat Israel, mereka mengacu pada pembebasan secara fisik dari musuh, oleh Yahweh, dan kita akan melihat hal ini semakin intens pada kitab Nabi-Nabi.

Bab 3. Perjanjian Allah dan Musa Di Gunung Sinai.

Jadi Keluaran adalah sebuah penyelamatan, namun ini bukan klimaks dari perjalanan bangsa ini, mereka dituntun menuju gunung Sinai untuk satu tujuan, yaitu bangsa Israel akan menjadi umat pilihan Allah, dan mereka akan terikat dalam sebuah perjanjian. Kisah ini pun berlanjut. Pada bulan ke-3 setelah keluarnya mereka dari Mesir, orang Israel tiba di padang gurun Sinai, dan mereka berkemah di sana, di saat yang sama Allah memanggil Musa ke puncak gunung untuk menerima perjanjian, dan perjanjian ini di kenal dengan Perjanjian Musa, atau Hukum Musa.

Perjanjian Musa sangat berbeda dengan Perjanjian Nuh dan Abraham, karena saat ini Allah menawarakan diri untuk menjadi Allah dan pelindung bagi bangsa Israel; dan juga pada perjanjian ini terdapat persyaratan yang ditentukan Allah bagi Israel untuk ditaati.

Perjanjian ini bukan unilateral, sekarang menjadi perjanjian bilateral yang melibatkan kewajiban timbal balik. Dan perjanjian ini juga mempunyai kondisi, jika Israel tidak memenuhi kewajibannya dengan mentaati Taurat dari Allah, Instruksi atau hidup sesuai kehendak-Nya, maka Allah berhak untuk mengabaikan kewajiban-Nya dalam memberi perlindungan dan berkat terhadap Israel.

Ahli biblikal Jon Levenson, dalam bukunya "Sinai & Zion", memaparkan apa yang ia sebut sebagai dua tradisi gunung besar, dalam  tradisi Gunung Sinai - di mana Israel menerima Taurat, dan masuk ke dalam hubungan perjanjian dengan Allah. Ia menekankan pentingnya formulasi perjanjian ini, dan ia melihat paralelnya dengan tradisi di Timur-Tengah Kuno - terutama perjanjian bangsa Het/Hittite sekitar tahun 1500 - 1200, perjanjian bangsa Ashur pada abad ke-8 SM.

Kita akan membahas tentang model perjanjian bangsa Het dengan 6 elemennya:
1. Terdapat kalimat pembuka, di mana pihak penguasa memperkenalkan dirinya.
2. Terdapat semacam sejarah atau sebuah peristiwa yang mengakibatkan terjadinya perjanjian.
3. Terdapat set ketentuan dan persyaratan, biasanya terhadap daerah vasal.
4. Terdapat semacam lokasi penempatan perjanjian ini, biasanya di kuil.
5. Terdapat doa penutup dan saksi, umumnya para dewa menjadi saksi atas perjanjian ini.
6. Terdapat semacam berkah bagi pihak yang melaksanakan perjanjian ini, dan kutukan bagi yang mengingkari. Kutukan sangat mendapat penekanan khusus dalam perjanjian dengan bangsa Ashur.

Levenson mengindetifikasi banyak unsur-unsur perjanjian di dalam perkataan Yahweh kepada Musa. Musa dan orang Israel tiba di Sinai, dan pada :

Keluaran 19:3-8
3. Lalu naiklah Musa menghadap Allah, dan TUHAN berseru dari gunung itu kepadanya: "Beginilah kaukatakan kepada keturunan Yakub dan kauberitakan kepada orang Israel:
4. Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku.
5. Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi.
6. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel."
7. Lalu datanglah Musa dan memanggil para tua-tua bangsa itu dan membawa ke depan mereka segala firman yang diperintahkan TUHAN kepadanya.
8. Seluruh bangsa itu menjawab bersama-sama: "Segala yang difirmankan TUHAN akan kami lakukan." Lalu Musa pun menyampaikan jawab bangsa itu kepada TUHAN.

Menurut Levenson, pada ayat ke 4, "Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku." Adalah kalimat pembuka, itu adalah alasan mengapa bangsa Israel dan Yahweh berada dalam situasi saat itu, dan membuat perjanjian.

Ayat ke 5 berisi ketentuan Allah. Ini adalah hal yang sangat umum - "Jika kalian mematuhi persyaratan-Ku, mematuhi hukum-Ku..." yang akan didetailkan pada beberapa kedepan. "Allah akan meninggikan status bangsa Israel menjadi bangsa pilihan Allah (mereka akan dipimpin oleh para kaum Imam/Paderi)."

Dan pada ayat ke-8, bangsa ini kemudian menyetujui diadakan perjanjian, seperti halnya perjanjian kaum Het.

Ke 6 elemen dapat diidentifikasi pada kisah tersebut. Mereka tersebar dalam naskah, namun kita memiliki kata pembuka, sebuah penyebab historis mengapa perjanjian ini diadakan, pada Keluaran 20: "Aku lah Yahweh yang telah membawa engkau ke luar dari tanah Mesir."

Ini merangkum semuanya: pengenalan, akan siapa saya, dan mengapa secara historis kita terhubung. Jadi Allah yang membawa Israel keluar dari Mesir, adalah tanda atas kedaulatan pihak Allah.

Ketentuan perjanjian ini kemudian dibabarkan secara panjang lebar dalam perintah yang ditemukan pada kitab Keluaran 20-23. Musa membacakan kitab perjanjian ini - demikianlah disebut kitab Perjanjian - hal ini terdapat pada :

Keluaran 24:7
Diambilnyalah kitab perjanjian itu, lalu dibacakannya dengan didengar oleh bangsa itu dan mereka berkata: "Segala firman TUHAN akan kami lakukan dan akan kami dengarkan." 

Dalam kitab Ulangan kita membaca bahwa kitab ini disimpan pada sebuah wadah khusus. Israel bersumpah bahwa mereka akan mematuhi hal tersebut pada Keluaran 24:3 dan 7. Perjanjian ini kemudian dimateraikan secara formal dalam ritual khusus, pada :

Keluaran 24:8
Kemudian Musa mengambil darah itu dan menyiramkannya pada bangsa itu serta berkata: "Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu, berdasarkan segala firman ini."

Dalam sistem monotheistik kita tidak dapat memanggil Allah untuk menjadi saksi mematerai sumpah, jadi langit dan bumi yang menjadi saksinya seperti, pada :

Ulangan 4:26
maka aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini, bahwa pastilah kamu habis binasa dengan segera dari negeri ke mana kamu menyeberangi sungai Yordan untuk mendudukinya; tidak akan lanjut umurmu di sana, tetapi pastilah kamu punah.

Ulangan 30:19
Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu

Ulangan 31:28
Suruhlah berkumpul kepadaku segala tua-tua sukumu dan para pengatur pasukanmu, maka aku akan mengatakan hal yang berikut kepada mereka dan memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap mereka.

Adapun tentang berkat dan kutuk kita memiliki daftar yang sangat panjang pada Imamat 26, dan Ulangan 28. Beberapa kutuk ini terutama dalam Kitab Ulangan memiliki kemiripan yang sangat mencolok dengan kutukan dalam perjanjian bangsa Ashur, yang berasal dari tahun 677 SM, raja Esarhaddon, dan banyak dari kutukan itu secara kata per kata sangat mirip dengan Alkitab.

Jadi apakah inti dari hal ini? Mengapa memahami hubungan Israel dan Allah menjadi sangat penting, dan mengapa menggunakan wahana perjanjian untuk mengekspresikan hubungan mereka dengan Allah, sebuah perjanjian akan kedaulatan? Menurut Levenson, penggunaan perjanjian kedaulatan sebagai model untuk hubungan Israel dengan Yahweh, mengungkapkan beberapa ide penting didalamnya:

Pertama, sebagai prolog sejarah bagi perjanjian, alasan timbulnya kewajiban Israel terhadap Yahweh dalam perjalanan sejarah dikemudian hari. Jadi ada sebuah momen bersejarah, dan kita akan kembali kepada hal ini namun dalam persepsi Allah.

Kedua, sebagai prolog sejarah yang menjembatani setiap jarak pada antar generasi. Generasi lampau dan sekarang serta masa depan Israel membentuk entitas kolektif, yang tunduk pada perjanjian ini. Dan bahkan hingga saat ini, yakni pada setiap perayaan paskah, orang-orang Yahudi mengingatkan diri mereka tentang peristiwa keluarnya mereka dari Mesir dan secara pribadi memiliki perjanjian dengan Yahweh.

Ketiga, sebagai prolog sejarah yang menjelaskan mengapa Israel menerima sebuah hubungan perjanjian dengan Yahweh. Menurut Levenson hubungan tersebut tidak terjadi secara spontanitas yang mistis. Sebaliknya bangsa Israel menegaskan identitas mereka dan hubungan nya dengan Yahweh melalui sebuah kisah, cerita yang menegaskan bahwa hanya Yahweh yang dapat diandalkan.

Israel mengandalkan Yahweh sebagaimana negeri vassal yang tunduk dan mengandalkan sang negeri penakluk yang berdaulat. Levenson menegaskan perjanjian ini bukan hanya secara lisan, namun dalam bentuk ketaatan pada perintah-perintah Allah.

Sebagaimana perjanjian kedaulatan yang memiliki implikasi tambahan, yakni sesama negeri vassal yang tunduk pada satu negeri berdaulat, harus saling menghormati satu sama lainnya, jadi perjanjian ini juga mengandung etika sosial. Hal itulah yang menyebabkan Yahweh memerintahkan bangsa Israel untuk saling menjaga antar sesamanya.

Juga seperti halnya negeri vassal yang tidak diperkenankan untuk tunduk dan melayani 2 negeri berdaulat sekaligus, hal ini berimplikasi pada perjanjian dengan Allah bersifat ekslusif pula, bahwa tidak akan ada dewa lain dihadapan Yahweh.

Kecemburuan dari negeri berdaulat adalah motivasi dasar pelarangan untuk mengadakan hubungan dekat dengan orang-orang non-Yahweh, karena aliansi ini akan berakhir dengan pengakuan para dewa dari bangsa lain. kita juga akan melihat adanya usaha pencegahan aliansi dengan sesama manusia lainnya dalam bentuk Israel yang melayani raja illahi, dia tidak bisa melayani raja manusia, dan ini adalah ide yang muncul dalam naskah Alkitab, ketika adanya pertentangan dalam kemunculan monarki di Israel (peristiwa pengangkatan raja Saul). Dan pada naskah yang menolak aliansi dengan raja asing, atau tunduk kepada setiap raja asing, apakah itu Mesir, Ashur atau Babel. Jadi tunduk kepada raja manusia, atau pada raja asing dianggap sebagai penolakan terjadap kerajaan Illahi dan ini dipandang sebagai pelanggaran perjanjian.

Kitab Keluaran di akhiri dengan pembangunan tempat kudus yang berupa kemah, lalu dikatakan kehadiran Yahweh memenuhi kemah suci. Ini adalah tanda dari berkah illahi. Terdapat bagian yang sangat panjang ketika allah memberi perintah-perintah kepada bangsa Israel, yang membentang dari bab 25 hingga 40; dan terjadi gangguan pada bab 32 yakni murtadnya Israel pada peristiwa anak lembu emas. Ini adalah momen memalukan yang terbesar pada saat-saat pemuliaan bangsa Israel.

Ketika Musa menerima perjanjian Allah di Gunung Sinai, ketika ia sedang dipuncaknya dan berkomunikasi dengan Allah, orang Israel yang berkemah di kaki gunung menjadi gelisah, dan memberontak, mereka menuntut Harun sebuah dewa, karena mereka tidak mengetahui apa yang terjadi dengan Musa.

Harun mengikuti kemauan mereka dan membuat patung anak lembu emas. Allah yang murka berkata kepada Musa tentang kelakuan bangsa itu dan memerintahkannya untuk segera turun dari gunung.

Allah berkata kepada Musa bahwa ia ingin menghancurkan bangsa itu, dan memulai sebuah bangsa baru dari Musa. Namum Musa berhasil menenangkan Allah, dan ia pun turun menghadapi bangsa itu, dan ia terkejut menyaksikan mereka, dengan marah ia lalu menghancurkan loh batu yang berisi perjanjian dengan Allah.

Musa berhasil menghentikan kegiatan bangsa itu serta menghukum beberapa orang-orang yang terlibat. Terdapat beberapa bab untuk mencapai peristiwa dimana Allah kemudian memberi loh batu yang baru, sebagai pengganti loh yang dihancurkan oleh Musa, dan menurut teks kaum rabbi, loh batu yang hancur dan yang baru, disimpan bersama-sama dalam tabernakel.

Dan episode memalukan ini hanyalan awal dari rentetan aib yang akan terjadi ketika bangsa Israel bergerak dari Mesir menuju tanah perjanjian. Sebagian besar dari peristiwa ini terjadi dalam kitab Bilangan, di mana polanya adalah terjadi pemberontakan, keluhan dan kerinduan mereka atas Mesir - Allah murka - intervensi Musa atas nama bangsa - Kemurkaan Allah mereda. Kitab Bilangan menceritakan tentang masa 40 tahun pengembaraan bangsa ini di padang gurun, dimana Kemah Suci selalu bergerak di tengah bangsa ini.

Pada Bilangan 14, contohnya, ketika bangsa Israel mengeluh, Allah bermaksud untuk menghancurkan mereka, dan intervensi Musa berhasil menghentikan amarah Allah, namun Allah menetapkan bahwa tidak akan ada orang dewasa (berusia diatas 20 tahun) yang akan memasuki tanah perjanjian kecuali Yosua dan Kaleb.

Dan mereka harus mengembara selama 40 tahun di padang gurun hingga semua orang dewasa yang berasal dari generasi Mesir berlalu, dan yang tersisa adalah generasi baru yang tidak pernah merasakan perbudakan, merekalah yang akan masuk dan membentuk negara baru.

Menurutku kitab Bilangan, adalah sumber yang luar biasa yang menceritakan  hubungan antara Musa dan Allah. Saya suka membaca beberapa bagian terutama dialog di antara mereka, karena keduanya secara bergantian kehilangan kesabaran dengan bangsa Israel, dan berkeinginan untuk menghancurkan mereka. Namun setiap kali hal itu terjadi, salah satu diantara mereka meyakinkan yang lain untuk bersabar. Hal ini seperti hubungan antara suami dan istri, yang bekerja sama untuk mengasuh anak yang bandel.

Kembali ke Index Artikel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apakah Abraham Berasal Dari Ur atau Haran?

Abraham berasal dari kota Haran dan bukan dari kota Ur-Kasdim, ya itulah pendapat beberapa para ahli biblikal moderen, mengapa mereka berpen...